Author :
Park Je Won
Title :
Stay Away
Main Cast :
B1A4, Sungmin Suju
Other Cast :
You can find.. :D
Legth :
Part
Genre :
Friendship, Family, Brothership
Note :
Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan
otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini
asli milik author.
Part 10 : The Final
Sungmin menatap lirih dinding dihadapannya. Menyesal akan
perbuatannya 10 tahun yang lalu pada kedua orangtuanya.
Flashback..
Sungmin yang saat itu
masih berumur 11 tahun, masih seorang anak yang sensitif dan tempramental. 5
tahun yang lalu appa dan eommanya mengirimnya ke Jepang dan menitipkannya pada
seorang ajussi. Setelah itu tidak ada kabar sama sekali. Sungmin yang merasa ditelantarkan
begitu saja oleh kedua orang tuanya marah dan kesal. Apalagi saat mengetahui
surat-surat yang diberikan padanya atas nama ‘appa dan eomma’ adalah surat
palsu yang ditulis oleh ajussi yang merawatnya.
Dan sekarang entah
waktu yang sangat tidak tepat atau memang takdirnya, dua orang paruh baya yang
duduk di depannya membuka paksa memori pahitnya 5 tahun yang lalu.
“Sungmin-ah.. Kau mau kembali
Seoul lagi kan?,” Sungmin mendelik tajam ke arah orangtuanya.
“Ani. Aku ini orang
jepang, bukan korea. Jangan pernah membawaku ke Seoul..,” Sungmin menjawab
dengan dingin.
“Sungmin-ah.. kami
benar-benar minta maaf atas kejadian 5 tahun yang lalu. Sungmin-ah.. kami
datang untuk menjaemputmu, kami ingin mengajakmu kembali ke keluargamu dan
hidup dengan bahagia, seperti dulu,” Sungmin masih menatap kedua orang itu
kesal. Dia tidak mempercayai satupun perkataan ajussi dan ajumma didepannya.
“Nugu? Keluarga?
Sebaiknya kalian pergi saja, aku tidak akan mengubah keputusanku sampai
kapanpun. Bahkan ajussi jauh lebih baik daripada kalian. Aku permisi,” Sungmin
langsung pergi memasuki kamarnya sambil membanting pintunya dengan keras,
menahan emosi yang hampir meledak saat itu juga. Ajumma dan ajussi yang merasa
terpukul karena perilaku anaknya hanya menahan air mata yang sudah hampir
terjatuh. Mereka tahu, ini bukan salah Sungmin. Ini salah mereka yang sampai
membuang anak itu hanya karena kurang biaya. Sementara itu, Sungmin sendiri
masih menangis dibalik pintu kamarnya. Dia tahu, dia sendiri tidak bisa berkata
begitu pada kedua orangtuanya, kata-kata itu muncul dengan sendirinya saat dia
teringat 5 tahun yang lalu.
“Mianhae, appa..
eomma,” gumam Sungmin sambil terus terisak, masih tidak menyangka dia yang
mengatakan hal seperti itu pada kedua orangtuanya. Pada dasarnya, dia memang
ingin ke Seoul, kembali ke keluarga lamanya yang sudah ditunggunya dari 5 tahun
yang lalu. Tapi, emosi yang lebih dominan dibandingkan rasa rindunya itu
membuatnya meledak setiap melihat orangtuanya.
Flashback end..
Namja itu menghela napasnya lagi, entah sudah yang keberapa
kalinya.
“Apa.. aku keterlaluan?,” Sungmin bergumam pelan, walaupun
dia sudah tahu jawabannya, tentu saja membentak orang tua sendiri tanpa alasan
bisa disebut keterlaluan. Tiba-tiba saat Sungmin berniat untuk merebahkan
tubuhnya di kasur empuknya, terdengar suara seseorang membuka pintu apartemen.
Sungmin yang mengira Sandeul baru pulang dari suatu tempat langsung mengubur
pemikirannya itu mengingat sekarang baru pukul 4 pagi. Tapi, Sungmin tetap diam,
menghiraukan pemikiran itu saat matanya mulai mengantuk. Sungmin masih
berpikir, dia tidak bisa tidur walaupun sudah sangat mengantuk. Apa kecelakaan
dongsaengnya pagi? Ani.. dari hasil penyelidikan polisi kan kecelakaan itu
malam. Apa takdir berubah dan kecelakaannya menjadi pagi?! Lalu.. suara
barusan.. apa Sandeul keluar? Bukan masuk?
Sungmin langsung berdiri dari tidurnya dan melangkah cepat
menuju kamar Sandeul. Berharap melihat dongsaengnya di dalam sana. Berharap
pikirannya salah dan dia akan melihat Sandeul sudah tertidur sekarang. Biar
bagaimanapun, takdir bisa saja berubah. Terutama karena dia sudah mengubah
takdir dongsaengnya semalam. Dan yang membuatnya kesal, dia sudah tidak tahu
lagi apa yang akan terjadi selanjutnya karena jalan cerita ini sudah berbeda,
bukan lagi sebulan yang lalu. Dia sudah membuat takdir baru.
“Sandeul-ah..?,” Sungmin memanggil dari depan pintu
dongsaengnya. Tidak ada jawaban, dia memutuskan untuk masuk. Kosong. Kemana
bocah itu malam-malam begini? Sugmin menutup pintu kamar dongsaengnya dan
mengambil ponsel dari sakunya, memutuskan menelepon Sandeul. Tapi yang
terdengar malah dering ponsel Sandeul dari dalam kamar itu. Sungmin memutuskan
sambungan teleponnya dan mendesis kesal. Sekarang dia menyesal tidak langsung
keluar setelah mendengar suara pintu terbuka
tadi. Dan sialnya, hujan yang tadinya hanya gerimis bertambah deras,
membuat hawa dingin menusuk sempurnya kulitnya biarpun sudah memakai baju
berlengan panjang.
“Lee Sandeul..!!,” Sungmin berteriak agak keras, berharap
orang yang dicarinya muncul karena barusan dipanggil. Setelah beberapa saat
masih tidak ada jawaban, Sungmin berjalan cepat ke arah sofa, mengambil jaket
tebalnya dan sebuah payung di sebelah pintu keluar apartemen.
~ ~ ~ ~ ~
Jinyoung yang baru pulang dari rumah CNU, setelah 3 jam
memikirkan resep kopi baru di restoran mereka berdiri meneduh di halte bis
setelah merasakan rintik-rintik kecil yang menimpa kepalanya menjadi besar dan
banyak. Setengah rambutnya sudah basah, beruntung dia membawa jaket. Setidaknya
tubuhnya tidak akan terlalu kedinginan walaupun sejujurnya tubuhnya sedikit
bergetar sekarang ini.
“Hyung..?,” terdengar suara yang memanggilnya dari belakang,
refleks Jinyoung membalikkan tubuhnya dan menemukan Gongchan yang juga setengah
basah sepertinya menatapnya dengan tatapan ehm.. bahagia? Bahagia karena
menemukan teman untuk meneduh di halte pagi-pagi buta seperti ini? Entahlah.
“Chan-ah.. kenapa kau pagi-pagi begini ada diluar?,”
Jinyoung yang heran melihat Gongchan ada diluar, padahal sekarang baru jam
setengah lima pagi. Biasanya namja itu masih asik dengan mimpinya di dunia
pororo.
“Ah~ seingatku aku minum dengan Sandeul hyung.. barusan aku
terbangun dan aku sudah ada di kamarku. Aku ingin mengurus dokumen appa yang
belum sempat kuurus kemarin malam,” Gongchan menjawab sambil berjalan mendekat
ke arah Jinyoung. Bau soju tercium jelas di hidung Jinyoung.
“Kau.. masih mabuk?,” Jinyoung bertanya ragu pada Gongchan.
“Ani.. sudah 3 jam yang lalu. Hanya masih sedikit pusing,
mungkin karena masih dibawah umur”
“Memangnya kenapa kau bisa sampai minum begitu?,”Jinyoung
duduku di kursi, diikuti Gongchan.
“Kau belum tahu ya? Appa meninggal..,” perkataan Gongchan
membuat Jinyoung langsung menoleh ke arah namja yang masih memandang kosong
hujan lebat diluar halte.
“Kau serius?”
“Hyung pikir ini bisa dijadikan candaan? Mian karena selama
ini berpura-pura tidak mengenalmu.. itu perjanjianku dengan appa”
“Gwaenchana.. bukan masalah bagiku,” Jinyoung tersenyum
kecil sambil terus memperhatikan hujan yang belum reda juga, malah semakin
lebat, seakan semua air untuk satu bulan tumpah dalam waktu yang bersamaan.
~ ~ ~ ~ ~
Sandeul masih berjalan sejak setengah jam yang lalu. Entah
dia mau kemana, yang jelas kakinya terus memaksanya berkeliling Seoul yang
masih agak sepi. Otaknya masih memikirkan perkataan Gongchan saat namja itu
mabuk. Kenapa Sungmin memilih bercerita yang sebenarnya dengan Gongchan
dibanding dengannya? Apa katanya? Sungmin memarahi orangtuanya dan menolak
kembali ke Seoul? Bukankah Sungmin bilang padanya appa dan eommanya tidak
pernah menghubunginya setelah dititipkan di Jepang? Lalu surat apa yang
dibacanya dulu? Apa Sungmin sendiri yang membuatnya? Atau rencana appa dan
eommanya juga?
Ah..! Kepalanya serasa mau pecah sekarang. Belum lagi
ditambah hujan yang terus mengguyurnya selama setengah jam ini. Dingin juga
sudah menusuk kulit putihnya sampai ke tulang. Dengan cerobohnya, bukan..
dengan malasnya dia keluar apartemen tanpa membawa jaket ataupun payung. Bodoh
memang, padahal sejak keluar apartemen dia tahu kalau diluar gerimis. Dan
sekarang tidak ada niat sama sekali dari tubuhnya untuk sekedar berlindung dari
hujan deras, biarpun kepalanya sudah pusing dan wajahnya pucat pasi. Sandeul
masih berjalan santai kedepan, tidak menyadari seseorang mengikutinya dari
belakang. Dia tidak peduli lagi kalau sakit, bahkan dia tidak peduli lagi kalau
sampai pingsan.
Sementara itu, Jinyoung dan Gongchan yang masih hening,
sama-sama terkejut melihat seseorang di sebrang jalan yang berjalan dengan
santainya, seolah langit cerah sedang menyapanya dengan tersenyum saat ini.
“Apa dia gila?!,” refleks yang bersamaan. Jinyoung dan
Gongchan yang sama-sama terkejut memekik heran. Apa-apaan orang itu? Cuaca
sedingin ini hanya memakai kaos pendek dan tipis? Mau bunuh diri ya..?! Dan hal
yang paling membuat mereka terkejut adalah.. namja itu Sandeul..?
“Lee Sandeul!!,” Jinyoung langsung berdiri dan berteriak,
berusaha mengeluarkan suara terbesarnya untuk melawan derasnya hujan.
“Sandeul hyung!!,” Gongchan juga berteriak disebelahnya. Merasa
ada yang memanggilnya, Sandeul bukannya menoleh malah mempercepat langkahnya,
dia tidak ingin bertemu siapapun saat ini. Jinyoung dan Gongchan tidak mungkin
mengejar namja yang sudah semakin jauh itu kalau tidak mau demam 2 jam
kemudian. Gongchan hanya menghela napas kesal.
“Apa yang dilakukannya disini?,” Jinyoung berbicara dengan
sedikit emosi. Bagaimana kalau Sandeul sakit? Lagipula dimana Sungmin? Apa
bocah ini pergi diam-diam? Tidak lama kemudian, terlihat namja lainnya yang
berjalan terburu-buru sambil melihat sekeliling dengan membawa payungnya,
terlihat jelas dia sedang mencari seseorang. Lee Sungmin, panjang umur kau.
Jinyoung dan Gongchan menghela napas lega. Saat Sungmin menoleh ke arah mereka,
seakan tahu apa yang ingin ditanyakan Sungmin, Jinyoung dan Gongchan langsung
menunjuk ke arah kanan, menandakan Sandeul baru pergi kesana. Sungmin
mengangguk dan tersenyum lebar, seakan mengatakan terimakasih.
~ ~ ~ ~ ~
“Sandeul-ah!,” untuk kesekian kalinya Sungmin berteriak
keras melawan suara lebatnya hujan pagi ini. Dia yakin beberapa jam lagi
tenggorokannya pasti langsung sakit karena terlalu keras berteriak-teriak.
Sedangkan Sandeul, seakan tidak mendengar, semakin mempercepat jalannya dan
tanpa disadari dia berlari menjauh dari Sungmin. Dia hanya tidak ingin bertemu
siapapun, dia hanya ingin sendiri. Tapi, tubuhnya yang memang sudah terasa
lemas dari kemarin malam, memaksanya berhenti tidak jauh dari sana.
“Lee Sandeul,” Sungmin yang tidak bisa dibilang bodoh
langsung menghampiri Sandeul dan berdiri didepannya. Sandeul yang melihatnya
hanya menatap hyungnya, antara kesal, memelas, maaf, takut, semuanya menjadi
satu. Ia kesal karena Sungmin membohonginya, ia ingin manja seperti biasanya,
dan terkakhir, ia takut hyungnya tiba-tiba marah karena keluar tanpa izin.
Sejujurnya, Sungmin agak kaget melihat keadaan Sandeul. Wajah pucat pasi yang
terlihat jelas dan tubuh yang terlihat bergetar kedinginan itu membuat emosinya
meluap dan tergantikan dengan rasa kekawatiran.
“Sandeul-ah..,” Sungmin melangkah maju. Tapi, sebaliknya
Sandeul malah melangkah mundur. Dan Sungmin yang menyadari hal itu berhenti
melangkah.
“Wae?,” Sungmin menatap ragu dongsaengnya yang sekarang
menatap kecewa ke arahnya.
“Wae? Harusnya aku yang bilang begitu padamu, hyung..,”
suara bergetar yang dikeluarkan Sandeul membuat Sungmin diam, dia hafal situasi
ini. Dan dia tidak ingin dongsaengnya pingsan sebentar lagi.
“Sandeul-ah.. ayo pulang. Sekarang,” Sungmin berjalan
mendekat tapi Sandeul malah mundur lagi, seperti kejadian sebelumnya.
“Wae? Kenapa kau berbohong? Katamu kau tidak pernah bertemu
appa dan eomma!!,” teriakan Sandeul membuat Sungmin diam, tidak bergerak sama sekali.
Darimana Sandeul tahu hal ini?
“Kenapa tidak memberitahuku? Kenapa kau berbohong, HAH?!,”
Sandeul berteriak kesal, sedangkan Sungmin masih mematung ditempatnya. Beberapa
detik hening.. hanya ada suara derasnya hujan sampai Sungmin tersadar saat melihat
mata Sandeul yang mulai sayu. Bodoh.. anak itu bisa pingsan sekarang juga kalau
kau tidak menolongnya, Lee Sungmin.
“Sa..sandeul-ah,” Sungmin melangkah lagi, tapi langkahnya
langsung berhenti saat melihat cairan bening yang terhapus oleh hujan. Dia tahu
Sandeul menangis. Mungkin lebih baik mati sekarang kalau Sungmin tetap memaksa
mendekatinya. Tidak akan jadi masalah kalau Sandeul sekedar tahu Sungmin pernah
bertemu kedua orangtuanya dan membohonginya, itu bukan masalah sama sekali bagi
Sandeul. Tapi, dia juga tahu Sungmin yang memarahi kedua orangtuanya dan pergi
begitu saja.
“Eomma sampai berpura-pura menikah dengan orang lain hanya
karena ingin memberikan hidup yang layak untuk anak-anaknya! Dan sekarang aku
tahu.. penyebab utama eomma melakukannya itu karenamu, hyung!!,” perkataan
Sandeul memang benar. Penyebab utama eomma dan appanya seperti itu karena sakit
hati tidak bisa memberikan uang yang cukup untuk anak sendiri, malu menjadi
orang tua yang bahkan menitipkan anaknya pada orang lain.
“Geumanhae. Ayo pulang sekarang, Lee Sandeul.,” Sungmin
berkata dengan datar, menahan emosi yang hampir mengeluarkan air matanya secara
otomatis.
“Mwo? Bahkah kau saja tidak tahu nama asliku kan? Namaku
bukan Lee Sandeul! Itu hanya panggilan! Namaku Lee Junghwan, pabo!!,” Sandeul
berteriak kesal. Entah kenapa dia ingin dipanggil Junghwan sekali saja. Dia
ingin kembali ke kehidupan damainya saat masih dipanggil Junghwan dulu.
Perlahan, nafas namja ini semakin berat, dadanya terasa sesak. Kepalanya pusing
dan serasa ingin muntah. Setelah itu yang bisa didengarnya hanya suara Sungmin
yang memanggil namanya berulang kali, itupun semakin lama semakin mengecil,
pandangannya pun sudah gelap total.
~ ~ ~ ~ ~
“Hyung.. kau bisa datang ke rumah sakit sekarang?,” Baro menelepon
Sungmin setelah ada seorang ajumma yang mencari Sungmin untuk berobat suaminya,
pasien tetap Dokter Lee.
“Mian, Baro-ya.. aku tidak bisa,” Sungmin menjawab dengan
nada menyesal pada Baro.
“Tapi, hyung.. pasien hyung mencarimu. Katanya suaminya
pingsan beberapa jam yang lalu,” perkataan Baro membuat Sungmin teringat ajussi
pasiennya, pasien yang juga pindahan dari Jepang ke Korea.
“Ah~ Kim ajussi? Tunggu sebentar,” Baro tersenyum pada
ajumma didepannya, yang sedati tadi mencari Sungmin. Sedangkan Sungmin mengecek
keadaan Sandeul yang masih terbaring di kasur apartemennya. Setelah itu Sungmin
menghela napas berat. Tidak bisa.. harus
dibawa ke rumah sakit.mencari Sungmin. Sedangkan Sungmin mengecek keadaan
Sandeul yang masih terbaring di kasur apartemennya. Setelah itu Sungmin
menghela napas berat. Tidak bisa.. harus
dibawa ke rumah sakit.
“Aku akan kesana sekarang,” perkataan Sungmin membuat Baro
tersenyum lalu mengangguk pada ajumma yang juga tersenyum lega. Setelah itu
sambungan telepon terputus.
“Sebentar lagi dia datang,” perkataan Baro membuat senyum
ajumma itu semakin lebar.
“Kamsahamnida.. jeongmal kamsahamnida,” ajumma itu menyalami
Baro yang sedikit menunduk itu.
~ ~ ~ ~ ~
Sungmin yang sedang berbicara dengan ajumma tentang keadaan
suaminya mengirimi Baro pesan untuk datang ke kamar nomor 207. Baro yang
bingung hanya menuruti tanpa protes. Dan sekarang, Baro terkejut saat melihat
nama yang tercantum di depan pintu bernomor 207 itu. Tertulis, ‘Pintu 207, Lee
Junghwan’. Detik selanjutnya, Baro memasuki kamar dengan terburu-buru. Apa yang
anak ini lakukan sampai bisa masuk rumah sakit pagi-pagi begini? Baro
mengurungkan niatnya untuk teriak saat melihat namja itu masih tertidur. Atau
pingsan? Entahlah.. yang jelas matanya tertutup sekarang. Baro mendekatkan
kursi yang agak jauh ke dekat tempat tidur Sandeul. ada pa sebenarnya? Kenapa
dia bisa ada disini? Wajahnya tidak lebam atau luka.. hanya pucat. Tidak lama
kemudian, Sungmin masuk. Baro yang melihatnya langsung berdiri.
“Hyung.. ada apa sebenarnya?,” Baro langsung bertanya dengan
wajah kawatir.
“Masalahku.. ini salahku. Baro-ya.. aku bisa menitipkannya
padamu kan? Di rumah sakit aku hanya dokternya, bukan hyungnya..,” Sungmin
tersenyum miris. Janjinya benar-benar membuatnya tidak bebas.
“Arasseo.. gwaenchana,” Baro tersenyum sedikit. Dia ingat
saat appanya juga memperlakukannya seperti itu. Sungmin mendekat ke arah
Sandeul dan memeriksa keadaannya.
“Sudah membaik. Aku pergi dulu,” Sungmin berjalan keluar
kamar. Baro kembali duduk dan Sandeul mulai membuka matanya. Perlahan, cahaya
masuk ke dalam matanya.
“Kau sadar?,” suara Baro membuat Sandeul menoleh ke arahnya
dan berusaha menegakkan tubuhnya.
“Kenapa aku bisa ada disini?”
“Entahlah.. saat melihat namamu di pintu depan aku langsung
masuk..,” Baro menjawab sambil tersenyum. Sedangkan Sandeul masih berusaha
memutar otaknya. Ah~ dia ingat sekarang. Setelah membentak hyungnya dia
langsung pingsan. Jadi Sungmin yang membawanya kemari? Sepertinya dia harus
minta maaf karena sudah membentaknya. Lamunan Sandeul dibuyarkan dengan suara
nyaring dari ponsel milik Baro.
“Ne, eomma?”
“Ah~ sekarang?,” Baro melirik ke arah Sandeul.
“Gwaenchana,” Sandeul seakan mengetahui maksud Baro,
menjawabnya pelan.
“Arasseo..,” Baro menutup teleponnya.
“Sandeul-ah.. mian eommaku menyuruhku pulang,” Baro
tersenyum ragu ke arah Sandeul, Sandeul hanya tersenyum seperti biasa.
“Gwaenchana.. pulanglah,” Sandeul menyuruh Baro untuk
pulang. Sedangkan Baro hanya mengangguk sambil tersenyum senang.
“Aku pergi. Jaga dirimu!,” Baro langsung melesat ke arah
pintu keluar. Sandeul yang melihatnya hanya memandang aneh ke arah pintu yang
sudah tertutup rapat.
Oh iya, Sungmin.. dia hampir lupa ingin meminta maaf pada
Sungmin.
~ ~ ~ ~ ~
“Wae shireo? Ini enak~,” Sungmin yang sedang membujuk pasien
laki-laki berumur 5 tahun itu berjongkok untuk menyamakan tinggi badan mereka.
Mendengar pasiennya tidak mau makan obat membuatnya harus membujuk dengan cara
tersendiri.
“Obat itu pahit~ Seojoon tidak mau meminumnya..!,” anak
kecil itu masih tidak mau meminumnya.
“Tidak pahit.. ini enak, Seojoon-ah.. Obat ini sudah
dimasukkan kedalam madu.. kau minum ya? Ini manis kok,” Sungmin masih
menyodorkan segelas madu yang sudah dicampur dengan obat. Seojoon masih
terlihat ragu untuk meminumnya tapi pada akhirnya dia mengambil dam meminumnya.
“Enak~”
“Benar kan? Nanti sore kau minta eommamu membuatkannya
untukmu.. sekarang kembali ke kamar dan istirahatlah..,” Seojoon yang tadinya
ditemani suster itu dibawa kembali ke kamarnya.
Sungmin yang menyadari ada yang memperhatikannya membalikkan
tubuhnya saat Seojoon sudah masuk ke kamarnya.
Sandeul masih berdiri di tempatnya sambil memegang tiang
infusnya. Dia melihat Sungmin yang masih memperhatikan pintu yang sudah
tertutup, setelah itu Sungmin tiba-tiba menoleh ke arahnya.
“Sudah sadar? Ada yang sakit?,” Sungmin tersenyum sambil
berjalan mendekat ke arahnya.
“Hyung..”
“Ah~ Baro belum memberitahumu? Sandeul-ssi.. Disini aku
doktermu, bukan hyungmu.. Isitrahatlah dulu, kau belum boleh banyak berjalan,”
Sungmin berjalan mendahului Sandeul. Tapi langkahnya berhenti saat mendengar
Sandeul berbicara lagi padanya.
“Hyung.. mianhae..”
“Sandeul-ssi,” Sungmin berbalik sambil mentap Sandeul datar,
biarpun sebenarnya siapapun yang melihatnya tahu Sungmin menahan emosinya lewat
tatapan datar itu.
“Aku tidak peduli. Bisakah aku menganggapku dongsaeng
disini? Hanya 2 menit.. aku janji,” suara Sandeul yang bergetar membuat tatapan
Sungmin melunak. Bolehkah dia melanggar janjinya? Hanya 2 menit kan? Sepertinya
tidak apa-apa. Dia ingin melanggar janji itu sekarang.
“Aku hanya ingin minta maaf. Aku janji akan selesai dalam 2
menit. Boleh kan?,” Sandeul bertanya lagi. Lagipula bukannya Sungmin yang harus
minta maaf? Bukankah Sungmin yang membohonginya?
“Baiklah.. katakan sekarang. 2 menit untukmu, Sandeul-ah,”
Sungmin menghela napas pasrah. Dia hanya berharap CCTV sedang rusak atau
penjaga CCTV itu tertidur.
“Aku mau minta maaf kemarin membentakmu. Mian kemarin
membuatmu kawatir. Dan sekali lagi mian merepotkanmu membawaku sampai kesini.
Aku sendiri tidak menyangka bisa mengatakan hal seperti itu padamu. Bisa
kau lupakan semua tuduhanku kemarin?
Termasuk saat aku mengtaimu pabo.. jeongmal mianhae, hyung,” Sandeul
menundukkan kepalanya. Merasa malu mengatai hyungnya sendiri pabo, penyebab
semua kejadian ini, dan hal lainnya.
“Wae? Kenapa kau minta maaf?”
“Ne?”
“Harusnya aku yang minta maaf..! Emosiku masih belum stabil
dulu. Kau tidak perlu minta maaf karena memang kau tidak salah. Mianhae, Lee
Junghwan,” Sungmin mendekat dan memeluk Sandeul pelan. Masih terasa tubuh
Sandeul yang terasa panas, demam anak ini belum sembuh ternyata.
“Hyung..”
“Kau masih sakit..! Cepat kembali ke kamarmu..!,” Sungmin
melepas pelukannya dan mendorong Sandeul agar kembali ke kamarnya sambil
tersenyum.
~ ~ ~ ~ ~
5 tahun kemudian..
Terdengar bel apartemen berbunyi. Sungmin yang berdiri tak
jauh dari sana langsung membukakan pintu.
“Baro-ya..!,” Sungmin mempersilahkan Baro masuk sambil
tersenyum.
“Sandeul tidak ada disini..”
“Ani.. aku mencarimu, hyung.. aku ingin minta diajarkan
materi ini,” Baro mengeluarkan buku kedokterannya dan memberikannya pada
Sungmin.
“Kau kuliah kedokteran?,” memang terakhir kali dia mendengar
Baro masuk kedokteran tapi, dia tidak tahu kalau itu kenyataan. Sungmin
tersenyum dan mulai menjelaskan materi pada Baro.
~ ~ ~ ~ ~
CNU yang membuka cabang kafe milik ayahnya sekarang sudah
memiliki 5 cabang hanya dalam waktu 2 tahun. Kafenya berkembang pesat sejak
semua menunya dia ubah bersama Jinyoung.
“Jinyoung-ah! Jangan lupa nanti malam..!,” seorang yeoja
yang tinggi dan cantik berteriak pada Jinyoung sebelum meninggalkan kafe.
“Arasseo!,” Jinyoung menjawabnya sambil tersenyum.
Yeojachingunya menerima ajakan kencannya dan itu membuatnya merasa sangat
senang. Terdengar suara seseorang dari belakang.
“Ehm.. Kau ini.. kenapa tidak sekarang saja?”
“Sekarang? Lalu kafenya?”
“Kau pikir aku hantu? Sana pergi!,” Jinyoung tersenyum pada
CNU sebelum meninggalkan celemek dan berlari keluar, mengejar yeojachingunya
yang sudah beberapa meter didepannya.
“Jinhee-ya~”
“Jinyoung-ah..! Bukannya..? Nanti malam?”
“Ani.. ayo ke taman sekarang!,” Jinyoung langsung menarik
tangan yeojachingunya ke taman yang mereka rencanakan malam ini.
~ ~ ~ ~ ~
“Ya! Sudah kubilang pusatkan kekuatanmu disini!,” terdengar
suara seorang namja yang memarahi muridnya di dalam ruang latikan taewondo.
“Ah~ sulit sekali..,” muridnya yang masih berumur sekitar 14
tahun itu mengeluh kesal karena balok itu masih belum pecah juga. Padahal dia
sudah mencoba memecahkannya lebih dari 10 kali.
“Baiklah.. intirahat dulu,” namja itu berjalan ke pojok
ruangan dan meminum air mineralnya.
“Sandeul hyung!,” Gongchan menghampiri Sandeul yang masih
duduk di pojok ruangan.
“Kau disini? Kupikir kau masih ada di perusahaanmu itu..,”
Gongchan hanya tersenyum menanggapinya.
“Hyung.. aku mau latihan.. sudah lama aku tidak latihan
bersamamu. Lagipula berada di perusahaan terus menerus membuatku muak dengan
apapun yang berhubungan dengan kertas,” Gongchan menyandarkan tubuhnya pada
dinding.
“Benarkah?,” Sandeul sedikit tersenyum menanggapinya. Gongchan
yang dikenalnya sekaranng bukan lagi namja manja yang dulu dikenalnya. Gongchan
yang sekarang sudah bertanggung jawab dan lebih dewasa.
“Kajja,” Gongchan menarik Sandeul ke ruang berlatih milik
mereka dan mulai berlatih.
Masa lalu yang tidak menyenangkan pasti tidak diharapkan
oleh semua orang..
Tapi, percayalah.. hidup itu adil..
Semua orang memiliki kelemahan biarpun fisik atau batin..
Dan semua orang juga memiliki kelebihan yang lain dari
pada orang lain..
Jadi, seburuk apapun masa lalu.. masih ada hari esok yang
memberikan kita harapan..
The end