Minggu, 27 Juli 2014

[FF] Stay Away - Part 2


Author                   : Park Je Won

Title                      : Stay Away

Main Cast             : B1A4

Other Cast            : You can find.. :D

Legth                   : Part

Genre                  : Friendship, Family, Brothership

Note                    : Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini asli milik author.

Part 2 : There’s Not Person Can Replace His Place in Our Group..

Saat itu CNU baru pulang setelah mengobrol masalah Sandeul dengan Baro di luar kafe. Appanya berteriak kesal karena dia pergi tanpa pamit dan kafe sedang ramai saat ini.

“Aigoo~ dari mana saja kau hah? Kafe ramai kau malah pergi-pergi! Cepat buat kopi!,” CNU mengerutkan dahinya. Seingatnya karyawan dapur sudah cukup untuk membuat kopi. Memangnya Sandeul kemana?

“Membuat kopi? Bukannya ada Sandeul?”

“Tadi dia izin pulang entahlah ada apa tapi sepertinya penting. Cepat buat kopi sana!”

“Ne..,” CNU berjalan cepat menuju dapur sambil melihat sekeliling kafe. Memang jam segini biasanya kafe ramai. Tapi pergi kemana bocah itu?

~ ~ ~ ~ ~

Sandeul tersenyum sambil membawa seikat mawar putih di depan makam orangtuanya, lebih tepatnya pada eommanya. Dia menaruh mawar itu di depan makan eommanya.

“Saengil chukkae, eomma..,” setelah dia berkata itu, hening sesaat. Kemudian dia mulai membuka mulutnya lagi.

“Juga.. Anniversary untuk pernikahan kalian..”

“Disini kau rupanya..,” terdengar suara seorang ajussi dari belakang Sandeul. Sandeul menolehkan kepalanya lalu berdiri dan menatap tajam ajussi itu.

“Nuguseyo?”

“Ah~ kau lupa padaku? Atau memang pamanmu itu tidak memberitahu tentangku?,” ajussi itu mengangkat sebelah bibirnya, tersenyum licik. Sedangkan Sandeul masih memandang ajussi itu tajam.

“Kau akan tahu nanti. Sepertinya hari ini bukan hari yang tepat.. apalagi di depan makam orangtuamu itu,” setelah berkata begitu, ajussi itu tersenyum lagi dan berbalik pergi. Meninggalkan Sandeul yang masih menatap tajam ajussi itu.

“Eoh? Sandeul hyung! Apa yang kau lakukan disini..?,” tiba-tiba Gongchan datang dari arah kanan dan memanggilnya sambil membawa bunga.

“Musim dingin begini kau tidak kedinginan memakai pakaian seperti itu?,” Sandeul hanya menatap ke arahnya. Tidak lama kemudian, Sandeul membungkuk pada makam kedua orangtuanya dan berjalan pergi.

“Mwoya?,” Gongchan bergumam kesal lalu menghampiri makam sepupunya.

~ ~ ~ ~ ~

“Dari mana kau? Kafe ayahku bukan tempat yang bisa kau datangi dan pergi seenaknya. Tadi kami kesulitan karena terlalu banyak pelanggan. Kau tau?,” CNU yang melihat Sandeul datang langsung meleparkan kain lap yang tadi dingunakannya untuk mengelap meja pada Sandeul. Sandeul menangkapnya dengan wajah datar.

“Ada urusan,” setelah berkata begitu, Sandeul masuk ke ruang ganti dan memakai seragam kafe. Setelah itu dia keluar lagi dan berjalan menuju dapur.

“Jinyoung datang mencarimu,” Sandeul berhenti berjalan, tapi detik berikutnya dia lanjut berjalan.

“Aku akan bekerja di dapur. Bicaralah padanya.. teman pertamamu itu dan yang memberikan sejarah pada namamu,” CNU berjalan melewatinya menuju dapur dan menutup pintu dapur yang tadi terbuka. Sandeul berjalan ke sudut kafe, menuju Jinyoung yang sedang membuat lagu di laptopnya.

“Kenapa mencariku?,” Sandeul bertanya dengan nada datar sambil berdiri di samping Jinyoung.

“Kau sudah datang? Duduklah..,” Jinyoung menyimpan datanya dan mematikan laptopnya. Semetara Sandeul masih berdiri di tempatnya. Jinyoung menatap ke arahnya.

“Heh bebek.. duduklah!”

“Jinyoung-ssi.. cepatlah aku masih ada urusan”

“Ck.. bocah ini. Padahal aku ingin bercanda denganmu.. wae? Kenapa sifatmu begini? Pindah kemana kau? Apa karena kematian orangtuamu?,” lagi-lagi Sandeul merutuki otaknya yang benar-benar seperti kamera berkualitas tinggi yang merekam apapun dengan sangat baik, termasuk kematian orangtuanya. Detik berikutnya Sandeul menatap tajam pada Jinyoung.

“CNU-ssi dan Baro-ssi tidak memberitahumu? Baiklah.. mulai sekarang anggap kita tidak saling kenal. Kalau kau kesal padaku, anggap aku kotoran yang pantas dibuang dan menjadi sampah masyarakat. Mengerti?,” setelah berkata begitu, Sandeul berjalan cepat menuju dapur. Tapi, baru 2 langkah dia berjalan Jinyoung menariknya dan memukulnya dengan keras. Membuat CNU yang melihatnya terkejut dan langsung menghampiri mereka.

“Jinyoung-ah! Apa yang kau lakukan?,” CNU menatap ke arah Sandeul yang sudah jatuh menabrak meja dibelakangnya. Sandeul berdiri dan bersiap memukul Jinyoung, sebelum itu CNU sudah memegang tangan Sandeul.

“Ya! Pelangganku bisa kabur semua!,” CNU berteriak kesal. Membuat 2 orang pelanggan yang duduk tidak terlalu jauh dari mereka menengok ke arah mereka.

“Sampah masyarakat? Beginilah aku memperlakukan sampah masyarakat. Apa kau bilang tadi? Jinyoung-ssi? Cih..Tidak usah terlalu sopan..,” Jinyoung mendekati Sandeul yang masih dipegangi CNU.

“Ji..jinyoung-ah!!,” CNU berteriak, bermaksud menyuruh Jinyoung menjauh dari Sandeul. sebelum Sandeul mengamuk dan mengeluarkan jurus taekwondonya.

“Kau ingin meneruskan pekerjaan physco itu untuk membunuhku? Dengan senang hati! Cepat bunuh!,” Sandeul melepaskan tangan CNU dengan kencang dan mendekati Jinyoung.

“Kau tau? Appaku tidak tahu apapun..,” Jinyoung mendekat dan berbisik di telinga Sandeul. Sandeul tersenyum sinis.

“Cerita dari mana? Bagus sekali,” Sandeul menjawabnya kemudian melanjutkannya lagi. “Kau mau membunuhku tidak? Cepatlah..”

Jinyoung menatap Sandeul tajam. “Kalau aku membunuhmu.. itu bukan sahabat. Kalau aku tidak membunuhmu.. apa kau akan bunuh diri?”

Jawaban Sandeul yang mengangguk itu membuat CNU membulatkan matanya. Sementara Jinyoung hanya menatapnya. “Aku tidak akan membunuhmu karena aku masih menganggapmu sahabatku”

“Benarkah?,” Sandeul tersenyum sinis lalu mengambil vas yang ada di atas meja lalu mengarahkannya ke kepalanya sendiri. CNU membelalakkan mata melihatnya.

“Kau gila, eoh?!,” Baro yang tiba-tiba datang langsung mengambil vas itu yang sudah berjarak 5 cm dari kepala Sandeul. Sandeul menatapnya tajam.

“Aku ini kan cuma kotoran yang pantas dilenyapkan..,” setelah berkata begitu, Sandeul berjalan menuju dapur.

“Kau mau mengambil ini, hyung?,” Gongchan berdiri di depan pintu dapur sambil memegang 2 buah pisau ditangannya. Sandeul menghampirinya dan mengambil pisau itu dari tangan Gongchan, beruntung Gongchan bereaksi cepat. Anak itu memasukkan kedua pisau itu ke dalam laci dan menguncinya.

“Kau mau aku yang membunuhmu? Geurae!,” Gongchan berjalan mendekat ke arah Sandeul. Sandeul tetap diam ditempatnya. Di tangan Gongchan sudah ada sebuah gunting yang diambilnya setelah menaruh kedua pisau itu. CNU dan Baro terbelalak melihatnya.

“Go..gongchan-ah! Apa yang kau lakukan?!,” Baro berjalan mendekati Gongchan dan Sandeul.

“Chan-ah! Jatuhkan gunting itu! Palli!,” CNU yang panik berlari ke arah Gongchan dan berniat merebut guntingnya.

“Diamlah, hyung.. aku hanya ingin mengantarkan Sandeul hyung ke tempat orangtuanya. Sebagai sahabatnya, itulah yang terbaik..,” Gongchan tersenyum sambil mendorong CNU. Beruntung tempat duduk mereka benar-benar diujung kafe. Tidak ada yang melihat mereka seperti itu. 2 pelanggan tadi juga sudah pergi beberapa waktu yang lalu.

“Ya! Gong Chansik!,” Baro benar-benar kawatir melihat Gongchan yang tiba-tiba berubah seperti itu.

“Sandeul hyung.. ayo ke Game Center.. aku menemukan game baru yang seru..,” Gongchan tersenyum lebar ke arah Sandeul. Sandeul mengerutkan dahinya. Apa-apaan sih anak ini?

“Sandeul-ah! Jangan mati~ kau itu sahabat pertamaku, tahu!,” Jinyoung merangkul Sandeul. CNU dan Baro yang melihatnya hanya bisa membelalakkan matanya. Sedangkan Sandeul melepas tangan Jinyoung dengan kasar dan menatap kesal ke arah mereka semua.

“Kalian ini apa-apaan sih?,” Baro protes dan memasang wajah bingung.

“Sandeul-ah~ mian, ne? Tanganmu terluka juga ya tadi?,” Jinyoung memasang wajah menyesal mengingat dia sudah memukul Sandeul, ditambah tangan Sandeul yang tergores terkena ujung meja yang agak tajam.

“Ck.. buang-buang waktu..,” Sandeul berjalan cepat menuju dapur.

“Hah~ gagal, hyung..,” Gongchan menghela napas pasrah. Padahal aktingnya dan Jinyoung sudah cukup bagus tadi. Apalagi Jinyoung sampai berani memukul Sandeul sekeras itu.

“Hei, aku punya rencana..,” CNU yang baru tersadar langsung membisikkan sesuatu pada sahabatnya yang lainnya. Sandeul yang mendengarnya dari dapur hanya mengehela napas kesal.

~ ~ ~ ~ ~

“Ya! Kenapa kalian mengikutiku, eoh?!,” Sandeul yang berjalan pulang ke rumahnya terus diikuti oleh CNU, Baro, Gongchan, dan Jinyoung.

“Kenapa kau pikir kami mengikutimu? Lagipula ini jalanan umum..,” Baro menjawab sambil meminum minumannya. Sandeul berbalik dan berjalan lagi. Beberapa saat kemudian, dia sampai di depan one-roomnya. Sandeul berbalik dan menemukan mereka masih dibelakangnya.

“Kau tingal disini?,” kali ini Jinyoung dan Gongchan membulatkan matanya yang sipit.

“Bukan urusanmu..,” Sandeul masuk dan menutup pintu kamarnya. Sebelum benar-benar tertutup, Gongchan menahannya dengan sepatunya.

“Hyung.. diluar dingin sekali.. sepertinya akan hujan.. kami masuk ya?,” Gongchan tersenyum, tapi Sandeul hanya memandang datar mereka. Jinyoung mendorong pintu masuk itu dan langsung masuk lalu mematung di depan pintu masuk. Semua orang berpikiran sama : ‘Apa ini tempat tinggal?’. Tempat tidurnya yang seakan menyatu dengan lantai, buku yang tergeletak begitu saja di lantai, lampu yang tidak terlalu terang, dapur super kecil, dan kamar mandi yang berukuran sekitar 3m2.

“Sandeul-ah.. tinggalah dirumahku.. masih ada ruangan kosong.. mau ya?,” Baro yang juga syok dengan ‘penampakan’ tempat tinggal seorang ‘Lee Junghwan’ langsung menawarkan kamar kosong dirumahnya.

“Keluar..,” Sandeul bergumam pelan sambil menatap tajam mereka satu per satu.

“Sandeul hyung.. kau belum makan kan? Tadi aku beli ramen.. boleh aku numpang masak? Aku lapar,” Gongchan yang langsung masak tanpa izin Sandeul itu membuat Sandeul menghela napas kesal.

“Kami masuk ya,” CNU langsung masuk dan duduk di lantai yang kosong, diikuti Jinyoung dan Baro yang duduk disebelah CNU. Akhirnya Sandeul mengalah dan memasuki kamar mandi.

Beberapa menit kemudian, Gongchan membawa panci ke atas meja kecil dan Sandeul keluar dari kamar mandi.

“Hyung.. duduk disini! Ayo makan..!,” Gongchan menggeser posisi duduknya agar Sandeul bisa duduk disebelahnya.

“Kalau kalian pulang taruh kucinya di bawah karpet diluar,” setelah berkata begitu, Sandeul mengambil jaketnya dan membuka pintu.

“Ya! Odigaa?!,” Sandeul menghiraukannya dan menutup pintu.

“Ck.. namja itu,” CNU berdecak kesal dan memakan ramen yang baru matang itu.

~ ~ ~ ~ ~

Sandeul berjalan menuju minimarket tempatnya kerja. Yah setidaknya kalau 2 jam saja dia kerja sudah jadi uang. Lagipula kalau minimarket sepi dia bisa mengerjakan PRnya, tidak ada ruginya sama sekali dia bekerja disana. Tapi sepertinya dia tidak sadar, beberapa ajussi dengan jas mengikuti di belakangnya. Sandeul membuka pintu minimarket itu dan berdiri di belakang kasir. Beberapa pengunjung datang dan langsung pergi lagi, ada yang membeli minuman, ramen, atau bahkan langsung pergi tanpa membeli apapun, sepertinya barang yang mereka cari habis terjual. Beberapa saat kemudian, minimarket itu kosong. Staff yang menjaga minimarket bersamanya juga sedang mengambil barang untuk stok minimarket itu.

“Selamat datang,” Sandeul mengucapkan salam saat 5 orang ajussi berpakaian jas masuk ke minimarket dan melihat-lihat barang-barang. Tapi.. sepertinya aneh, mereka itu melihat ke atap-atap, bukan rak berisi makanan. Beberapa saat kemudian, seorang ajussi mendekat ke arah kasir sambil membawa sekaleng minuman.

“Kau murid?,” ajussi itu bertanya sambil melihat ke arah buku yang ada disamping Sandeul. Sandeul hanya mengangguk singkat sambil mengambil minuman itu, berniat memasukkannya ke kantong dan menyuruh ajussi itu pulang. Tapi ajussi itu menggenggam minuman kaleng itu erat, membuat Sandeul mengerutkan keningnya bingung.

“Ajussi..?,” Sandeul memutuskan memanggil ajussi itu yang tersenyum padanya. Detik berikutnya, ajussi itu mengangkat minuman itu dan melemparnya ke sudut ruangan, memecahkan kamera CCTV disana dan membuat tangan Sandeul yang terkena pecahan tergores, diikuti 4 orang ajussi lainnya yang ikut memecahkan CCTV satu minimarket itu, detik berikutnya setelah semua CCTV pecah, 5 orang ajussi lagi masuk dan semuanya mendekat ke arah Sandeul yang masih memandang mereka dengan tatapan tajam, tidak takut sama sekali dan tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri.

“Nuguseyo?,” Sandeul bertanya dengan datar, sepertinya dia tidak peduli dengan ajussi itu apabila mereka membunuhnya sekarang juga. Ah iya, tadi saja dia minta dibunuh oleh sahabatnya sendiri.

“Lee Junghwan-ssi.. benar?,” seorang ajussi yang terlihat seperti bossnya itu bertanya pada Sandeul.

“Kau tidak bisa membaca ya?,” Sandeul menunjuk ke arah kartu namanya yang tergantung di lehernya. Ajussi itu mengerutkan dahinya, ‘berani juga anak ini..’.

“Benar ternyata..,” ajussi itu memberikan kode tangan pada anak buahnya, saat itu anak buahnya langsung menyerang Sandeul. Beruntung dia juara 1 taekwondo sekolah, setidaknya dia masih bisa menghindar, biarpun beberapa kali terkena pukulan, bahkan dia sempat tedorong dan dahinya terkena sudut kaca yang cukup tajam. Beberapa saat kemudian, semua anak buah ajussi itu tergeletak lemah, tinggal ajussi itu dan Sandeul yang masih mengatur napasnya. Detik berikutnya, mereka bertarung. Yah bisa dibilang cukup sengit. Setelah beberapa lama, ajussi itu melarikan diri, sepertinya kemampuan mereka sama jadi ajussi itu lebih memilih melarikan diri. Tidak, bukan sama.. tapi karena Sandeul terluka kemampuannya berkurang. Sandeul melihat ke arah jam dinding di minimarket itu. Kemana staff itu? Lama sekali..

“Lee Sandeul?? Apa yang terjadi?!,” staff yang baru datang sambil memegang 1 buah kardus besar itu terkejut melihat keadaan minimarket.

“Aku pulang dulu,” Sandeul langsung pulang, benar-benar menghiraukan staff yang masih berteriak memanggilnya. Dia berjalan menuju one-roomnya yang tidak terlalu jauh dari minimarket itu sambil membawa buku PRnya. Sesekali dia memegang dahinya yang terus mengeluarkan darah.

“Ck.. kenapa sakit sekali sih?!,” Sandeul bergumam kesal karena kepalanya yang terus berdenyut itu. Sekarang dia sudah ada di depan pintu one-roomnya. Lampunya masih menyala, sepertinya mereka masih ada di dalam. Sandeul membuka pintu one-roomnya.

“Ya! Ada apa denganmu, eoh?!,” teriakan Baro membangunkan temannya yang lain. Baro terkejut melihat darah yang menetes dari dagu Sandeul. Temannya yang baru bangun juga langsung membulatkan mata mereka melihatnya. Bocah ini pergi dan kembali dengan keadaan begitu.. siapa yang tidak kawatir? Belum lagi wajah pucatnya yang membuat mereka semua langsung berlari ke arah Sandeul.

“Keluar..,” Sandeul bergumam sambil menatap mereka satu per satu.

“Mwoya? Kau bisa mati tahu!,” Jinyoung berteriak saking kawatirnya.

“Keluar!!,” akhirnya Sandeul berteriak dan mendorong mereka lalu menutup pintu sambil menguncinya.

“Ya! Lee Sandeul!!,” terdengar teriakan dari luar, Sandeul bersandar di balik pintu. Kepalanya yang terus berdenyut itu memintanya untuk istirahat sebentar disana. Setelah beberapa detik, dia berjalan mengambil kotak obat dan duduk di kasurnya. Tiba-tiba bayangan ajussi yang muncul di pemakaman itu terlintas dipikirannya. Apa ini rencana ajussi itu? Membuatnya seperti ini? Sebenarnya siapa ajussi itu?

~ ~ ~ ~ ~

“Minggu depan sekolah mengadakan festival musim, kelas kita kebagian musim dingin. Beruntung ya?,” Kim sonsaengnim tersenyum pada Sandeul di ruang guru saat memberitahu kegiatan hari ini. Sandeul menatapnya seakan bertanya, ‘lalu?’.

“Tugasmu membagi tugas pada teman-temanmu. Mau jadi apa kelasnya nanti, itu tergantung kerjasama kalian.. Biasanya ada yang jualan makanan khas saat musim tersebut. Nanti sunbae kalian yang akan menilai kelas,” Sandeul menatapnya lagi, ‘kenapa aku?’

"Kau kan ketua kelas, aktiflah sedikit. Tapi, wajahmu agak pucat.. kau sakit?,” Kim sonsaengnim memberikan sebuah buku pada Sandeul. Sandeul menerimanya sambil menggeleng pelan.

“Di dalam buku itu ada uang untuk mendekorasi kelas, uang dari sekolah..,” Sandeul mengangguk mengerti, memberi salam lalu pergi dari ruang guru dan berjalan menuju kelasnya. Beberapa langkah dia sudah sampai di depan kelasnya dan memanggil Baro.

“Kau memanggilku?,” Baro yang sudah sampai di depan kelas bertanya pada Sandeul.

“Tulis ini di papan tulis,” Baro membacanya sebelum menuliskannya, sedangkan Sandeul sudah duduk kembali di bangkunya.

-Tema : “Winter Musical”

Penjual makanan : Sup, Manisan, Es, Minuman (Kopi, susu), dll (10 orang) : di depan pintu masuk

Musical : (15 orang) : Pojok ruangan

Promosi (Brosur) : Membagikan brosur (11 orang) : Sekeliling sekolah

Penyambut tamu : Memberi salam setiap orang masuk / keluar (4 orang) : Depan pintu

Dekorasi kelas : 1 pohon natal + hiasannya, Peralatan musical (termasuk kostum), Sterofoam (Salju), dll

Pilih posisi sesuai kemampuan-

Setidaknya itulah yang dituls Baro di papan tulis. Semua siswa langsung memilih posisi masing-masing. Hanya beberapa siswa yang diam, menunggu sisa posisi, mungkin menurut mereka apapun sama saja atau tidak ada yang menarik, termasuk Sandeul.

“Hyung.. musikal bersamaku ya?,” Gongchan tiba-tiba duduk di sebelah Sandeul. Sandeul memasang wajah datar dan mengangguk asal. Gongchan tersenyum lebar melihatnya.

“Mungkin kau marah kalau aku bilang begini, tapi.. aku benci hyung yang sekarang. Tidak ada orang yang percaya kalau kau dulunya cerewet dan humoris,” Gongchan bergumam pelan. Sandeul tetap diam, tidak bereaksi apapun.

“Pulang sekolah kita akan membuat naskahnya.. Hyung jangan langsung pulang,” Gongchan berdiri, ingin kembali ke tempat duduknya tapi sebelum dia sempat berjalan, Sandeul berbicara pelan.

“Kau juga belum tahu ya? Baiklah akan kuberitahu.. Anggap aku orang lain, kalau kau kesal padaku anggap aku sampah yang sudah kau buang.. mengerti?,” Sandeul berdiri dan membisikkan itu di telinga Gongchan. Setelah itu dia duduk lagi dan membaca buku. Gongchan hanya memperhatikannya.

“Tapi aku tidak mau membuangmu sekalipun kalau kau adalah sampah,” Gongchan berlalu pergi meninggalkan Sandeul yang tetap diam. Pandangannya memang ke arah buku, tapi tidak dengan otaknya. Bahkan dia tidak sadar halaman yang dibacanya itu kosong.

~ ~ ~ ~ ~

“Hyung! Jangan pulang dulu! Ya! Sandeul hyung!!,” Gongchan berteriak saat Sandeul berjalan keluar kelas dengan cepat. Gongchan berlari keluar kelas mengejar Sandeul, tapi anehnya Sandeul sudah menghilang entah kemana. Padahal tadi jaraknya dengan Sandeul hanya 2 meter. Gongchan menengok ke sebelah kanan. Toilet? Apa Sandeul masuk kesini? Gongchan berjalan menuju toilet dan membuka pintunya pelan, seperti pencuri yang sedang membuka pintu rumah korbannya.

Kosong.. kamar mandi itu kosong. Gongchan tidak melihat seorangpun disana. Baru saja dia ingin berbalik dan pergi, terdengar suara benda terjatuh dari dalam kamar mandi. Gongchan terkejut dan memutuskan membuka pintu lebih lebar lagi lalu masuk ke kamar mandi.

“Aah..,” kali ini terdengar rintihan seseorang. Gongchan menengok ke sebelah kiri. Matanya membulat. Terlihat namja yang sedari tadi dicarinya ada di pojok kamar mandi itu, disebelahnya ada tempat tisu yang mungkin berusan terjatuh. Namja itu sedang memegangi dahinya, sadar ada Gongchan namja itu langsung melihat tajam ke arah Gongchan.

“Kau sakit? Kemarin tidak ke dokter..??,” Gongchan menghampiri Sandeul yang masih berdiri sambil memegang erat dinding wastafel.

“Keluar..,” Sandeul mencuci tangannya, Gongchan melihat ke arah tangannya, air yang mengalir itu sedikit berwarna merah. Tidak lama kemudian, Baro tiba-tiba masuk.

“Benar firasatku.. lukamu terbuka ya? Ayo ke rumah sakit..!,” Baro langsung menghampiri Sandeul dan melihat ke dahinya yang sedikit kemerahan.

“Keluar”

“Ini tempat umum terserah padaku,” Gongchan menjawab asal. Sandeul menghela napas kasar lalu berjalan menuju pintu keluar. Tapi tangannya ditahan oleh Gongchan dan Baro.

“Jangan pulang. Ada latihan,” Baro menarik Sandeul kembali ke kelas.

“Kalian sudah datang~ Sandeul-ssi.. kau sakit?!,” salah satu anggota musical menyambut mereka dan kaget melihat wajah Sandeul yang pucat. Sandeul hanya menatapnya datar dan menggeleng pelan, tapi kemudian dia terhuyung. Beruntung disebelahnya Baro menangkap tubuhnya sebelum terjatuh ke lantai.

“Ya! Sandeul-ah?!”

“Sandeul-ssi!!”

“Hyung!! Gwaenchana?!”

“Aah.. ani, gwaenchana,” Sandeul melepaskan tangan Baro dan berusaha berdiri lagi sambil memegangi kepalanya.

“Darah?!,” namja –salah satu pemain- itu berteriak saat melihat dahi Sandeul yang tadinya tertutup poni dan plester itu memerah.

“Mian aku tidak ikut latihan hari ini, aku duluan,” Sandeul berjalan cepat meninggalkan ruang kelas.

“Latihannya besok saja,” Gongchan dan Baro berjalan beberapa meter dibelakang Sandeul. Sedangkan Sandeul masih terus berjalan menuju one-roomnya. Sebenarnya hanya butuh waktu 10 menit dari sekolah ke one-roomnya tapi karena dia berjalan pelan dan terus memegangi tembok, baru setengah perjalanan saja sudah 15 menit.

“Junghwan-ssi~,” seorang ajussi memangil Sandeul dari sebelah kanannya. Gongchan dan Baro yang melihatnya langsung bersembunyi di gang. Sandeul menatap ajussi itu tajam. Ajussi yang kemarin.

“Mwoya? Apa maumu?,” Sandeul berdiri di tembok sambil memandang tajam ajussi itu.

“Tugasku kemarin belum sempat selesai.. kulanjutkan sekarang ya?,” ajussi itu tersenyum sinis.

“Mwo? Apa?”

“Sepertinya lukamu dalam.. sakit ya?,” ajussi itu melihat ke arah dahi Sandeul yang tertutup poni dan plester. Sandeul tetap diam memandang tajam ajussi itu. Ajussi itu maju mendekati Sandeul.

“Membunuhmu.. itulah tugasku,” ajussi itu berbisik di telinga Sandeul. Sandeul tersenyum sinis padanya.

“Coba saja kalau bisa,” ajussi itu mulai menyerang Sandeul, tapi dengan lincahnya anak itu bisa langsung menghindar. Beberapa saat kemudian, 4 orang berpakaian jas ikut menyerang Sandeul. Baro dan Gongchan yang masih melihatnya langsung datang dan membantu Sandeul, meskipun mereka hanya bisa sedikit taekwondo.

“Sandeul-ah.. pergi!”

“M..mwo?,” Sandeul yang masih bingung hanya bisa menatap bingung Baro sambil terus menyerang ajussi-ajussi itu.

“Aish!,” Baro, Gongchan, dan Sandeul langsung berlari pergi dan bersembunyi di sebuah toko buku.
Baro dan Gongchan yang masih bersembunyi di belakang rak sibuk mengatur napas, sedangkan Sandeul sibuk melihat dari balik rak.

“Sudah.. pergi,” Sandeul membalikkan tubuhnya dan bersandar di belakang rak lalu sibuk mengatur napasnya.

“Gwaenchana?,” Gongchan yang sudah bisa mengatur napasnya bertanya pada Sandeul yang memejamkan matanya.

“Ne,” Sandeul menatap balik Gongchan lalu tersenyum tipis.

“Kau.. tersenyum?,” Baro yang kaget melihat Sandeul tersenyum setelah sekitar sebulan ini diam ikut tersenyum senang.

“Bagaimanapun.. gumawo,” Sandeul mengalihkan pandangannya ke arah dinding di depannya.

“Kajja.. aku akan mengantarmu pulang,” Baro berdiri, diikuti Gongchan lalu Sandeul.

“Tidak usah,” Sandeul berjalan duluan.

“Aku akan tetap ikut. Masalahnya wajahmu itu sudah seperti orang sekarat!,” Baro berjalan di belakang Sandeul. Sandeul terus berlajan tanpa menghiraukan 2 namja dibelakangnya.


To Be Continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar