Author :
Park Je Won
Title :
Stay Away
Main Cast :
B1A4
Other Cast :
You can find.. :D
Legth :
Part
Genre :
Friendship, Family, Brothership
Note :
Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan
otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini
asli milik author.
Part 2 : There’s Not Person Can Replace His Place in Our Group..
Saat itu CNU baru pulang setelah mengobrol masalah Sandeul
dengan Baro di luar kafe. Appanya berteriak kesal karena dia pergi tanpa pamit
dan kafe sedang ramai saat ini.
“Aigoo~ dari mana saja kau hah? Kafe ramai kau malah
pergi-pergi! Cepat buat kopi!,” CNU mengerutkan dahinya. Seingatnya karyawan
dapur sudah cukup untuk membuat kopi. Memangnya Sandeul kemana?
“Membuat kopi? Bukannya ada Sandeul?”
“Tadi dia izin pulang entahlah ada apa tapi sepertinya
penting. Cepat buat kopi sana!”
“Ne..,” CNU berjalan cepat menuju dapur sambil melihat
sekeliling kafe. Memang jam segini biasanya kafe ramai. Tapi pergi kemana bocah
itu?
~ ~ ~ ~ ~
Sandeul tersenyum sambil membawa seikat mawar putih di depan
makam orangtuanya, lebih tepatnya pada eommanya. Dia menaruh mawar itu di depan
makan eommanya.
“Saengil chukkae, eomma..,” setelah dia berkata itu, hening
sesaat. Kemudian dia mulai membuka mulutnya lagi.
“Juga.. Anniversary untuk pernikahan kalian..”
“Disini kau rupanya..,” terdengar suara seorang ajussi dari
belakang Sandeul. Sandeul menolehkan kepalanya lalu berdiri dan menatap tajam
ajussi itu.
“Nuguseyo?”
“Ah~ kau lupa padaku? Atau memang pamanmu itu tidak
memberitahu tentangku?,” ajussi itu mengangkat sebelah bibirnya, tersenyum
licik. Sedangkan Sandeul masih memandang ajussi itu tajam.
“Kau akan tahu nanti. Sepertinya hari ini bukan hari yang
tepat.. apalagi di depan makam orangtuamu itu,” setelah berkata begitu, ajussi
itu tersenyum lagi dan berbalik pergi. Meninggalkan Sandeul yang masih menatap
tajam ajussi itu.
“Eoh? Sandeul hyung! Apa yang kau lakukan disini..?,”
tiba-tiba Gongchan datang dari arah kanan dan memanggilnya sambil membawa
bunga.
“Musim dingin begini kau tidak kedinginan memakai pakaian
seperti itu?,” Sandeul hanya menatap ke arahnya. Tidak lama kemudian, Sandeul
membungkuk pada makam kedua orangtuanya dan berjalan pergi.
“Mwoya?,” Gongchan bergumam kesal lalu menghampiri makam
sepupunya.
~ ~ ~ ~ ~
“Dari mana kau? Kafe ayahku bukan tempat yang bisa kau
datangi dan pergi seenaknya. Tadi kami kesulitan karena terlalu banyak
pelanggan. Kau tau?,” CNU yang melihat Sandeul datang langsung meleparkan kain
lap yang tadi dingunakannya untuk mengelap meja pada Sandeul. Sandeul
menangkapnya dengan wajah datar.
“Ada urusan,” setelah berkata begitu, Sandeul masuk ke ruang
ganti dan memakai seragam kafe. Setelah itu dia keluar lagi dan berjalan menuju
dapur.
“Jinyoung datang mencarimu,” Sandeul berhenti berjalan, tapi
detik berikutnya dia lanjut berjalan.
“Aku akan bekerja di dapur. Bicaralah padanya.. teman
pertamamu itu dan yang memberikan sejarah pada namamu,” CNU berjalan
melewatinya menuju dapur dan menutup pintu dapur yang tadi terbuka. Sandeul
berjalan ke sudut kafe, menuju Jinyoung yang sedang membuat lagu di laptopnya.
“Kenapa mencariku?,” Sandeul bertanya dengan nada datar
sambil berdiri di samping Jinyoung.
“Kau sudah datang? Duduklah..,” Jinyoung menyimpan datanya
dan mematikan laptopnya. Semetara Sandeul masih berdiri di tempatnya. Jinyoung
menatap ke arahnya.
“Heh bebek.. duduklah!”
“Jinyoung-ssi.. cepatlah aku masih ada urusan”
“Ck.. bocah ini. Padahal aku ingin bercanda denganmu.. wae?
Kenapa sifatmu begini? Pindah kemana kau? Apa karena kematian orangtuamu?,”
lagi-lagi Sandeul merutuki otaknya yang benar-benar seperti kamera berkualitas
tinggi yang merekam apapun dengan sangat baik, termasuk kematian orangtuanya.
Detik berikutnya Sandeul menatap tajam pada Jinyoung.
“CNU-ssi dan Baro-ssi tidak memberitahumu? Baiklah.. mulai
sekarang anggap kita tidak saling kenal. Kalau kau kesal padaku, anggap aku
kotoran yang pantas dibuang dan menjadi sampah masyarakat. Mengerti?,” setelah
berkata begitu, Sandeul berjalan cepat menuju dapur. Tapi, baru 2 langkah dia
berjalan Jinyoung menariknya dan memukulnya dengan keras. Membuat CNU yang
melihatnya terkejut dan langsung menghampiri mereka.
“Jinyoung-ah! Apa yang kau lakukan?,” CNU menatap ke arah
Sandeul yang sudah jatuh menabrak meja dibelakangnya. Sandeul berdiri dan
bersiap memukul Jinyoung, sebelum itu CNU sudah memegang tangan Sandeul.
“Ya! Pelangganku bisa kabur semua!,” CNU berteriak kesal.
Membuat 2 orang pelanggan yang duduk tidak terlalu jauh dari mereka menengok ke
arah mereka.
“Sampah masyarakat? Beginilah aku memperlakukan sampah
masyarakat. Apa kau bilang tadi? Jinyoung-ssi? Cih..Tidak usah terlalu
sopan..,” Jinyoung mendekati Sandeul yang masih dipegangi CNU.
“Ji..jinyoung-ah!!,” CNU berteriak, bermaksud menyuruh
Jinyoung menjauh dari Sandeul. sebelum Sandeul mengamuk dan mengeluarkan jurus
taekwondonya.
“Kau ingin meneruskan pekerjaan physco itu untuk membunuhku?
Dengan senang hati! Cepat bunuh!,” Sandeul melepaskan tangan CNU dengan kencang
dan mendekati Jinyoung.
“Kau tau? Appaku tidak tahu apapun..,” Jinyoung mendekat dan
berbisik di telinga Sandeul. Sandeul tersenyum sinis.
“Cerita dari mana? Bagus sekali,” Sandeul menjawabnya
kemudian melanjutkannya lagi. “Kau mau membunuhku tidak? Cepatlah..”
Jinyoung menatap Sandeul tajam. “Kalau aku membunuhmu.. itu
bukan sahabat. Kalau aku tidak membunuhmu.. apa kau akan bunuh diri?”
Jawaban Sandeul yang mengangguk itu membuat CNU membulatkan
matanya. Sementara Jinyoung hanya menatapnya. “Aku tidak akan membunuhmu karena
aku masih menganggapmu sahabatku”
“Benarkah?,” Sandeul tersenyum sinis lalu mengambil vas yang
ada di atas meja lalu mengarahkannya ke kepalanya sendiri. CNU membelalakkan
mata melihatnya.
“Kau gila, eoh?!,” Baro yang tiba-tiba datang langsung
mengambil vas itu yang sudah berjarak 5 cm dari kepala Sandeul. Sandeul
menatapnya tajam.
“Aku ini kan cuma kotoran yang pantas dilenyapkan..,”
setelah berkata begitu, Sandeul berjalan menuju dapur.
“Kau mau mengambil ini, hyung?,” Gongchan berdiri di depan
pintu dapur sambil memegang 2 buah pisau ditangannya. Sandeul menghampirinya
dan mengambil pisau itu dari tangan Gongchan, beruntung Gongchan bereaksi
cepat. Anak itu memasukkan kedua pisau itu ke dalam laci dan menguncinya.
“Kau mau aku yang membunuhmu? Geurae!,” Gongchan berjalan
mendekat ke arah Sandeul. Sandeul tetap diam ditempatnya. Di tangan Gongchan
sudah ada sebuah gunting yang diambilnya setelah menaruh kedua pisau itu. CNU
dan Baro terbelalak melihatnya.
“Go..gongchan-ah! Apa yang kau lakukan?!,” Baro berjalan
mendekati Gongchan dan Sandeul.
“Chan-ah! Jatuhkan gunting itu! Palli!,” CNU yang panik
berlari ke arah Gongchan dan berniat merebut guntingnya.
“Diamlah, hyung.. aku hanya ingin mengantarkan Sandeul hyung
ke tempat orangtuanya. Sebagai sahabatnya, itulah yang terbaik..,” Gongchan
tersenyum sambil mendorong CNU. Beruntung tempat duduk mereka benar-benar
diujung kafe. Tidak ada yang melihat mereka seperti itu. 2 pelanggan tadi juga
sudah pergi beberapa waktu yang lalu.
“Ya! Gong Chansik!,” Baro benar-benar kawatir melihat
Gongchan yang tiba-tiba berubah seperti itu.
“Sandeul hyung.. ayo ke Game Center.. aku menemukan game
baru yang seru..,” Gongchan tersenyum lebar ke arah Sandeul. Sandeul
mengerutkan dahinya. Apa-apaan sih anak ini?
“Sandeul-ah! Jangan mati~ kau itu sahabat pertamaku, tahu!,”
Jinyoung merangkul Sandeul. CNU dan Baro yang melihatnya hanya bisa
membelalakkan matanya. Sedangkan Sandeul melepas tangan Jinyoung dengan kasar
dan menatap kesal ke arah mereka semua.
“Kalian ini apa-apaan sih?,” Baro protes dan memasang wajah
bingung.
“Sandeul-ah~ mian, ne? Tanganmu terluka juga ya tadi?,”
Jinyoung memasang wajah menyesal mengingat dia sudah memukul Sandeul, ditambah
tangan Sandeul yang tergores terkena ujung meja yang agak tajam.
“Ck.. buang-buang waktu..,” Sandeul berjalan cepat menuju
dapur.
“Hah~ gagal, hyung..,” Gongchan menghela napas pasrah.
Padahal aktingnya dan Jinyoung sudah cukup bagus tadi. Apalagi Jinyoung sampai
berani memukul Sandeul sekeras itu.
“Hei, aku punya rencana..,” CNU yang baru tersadar langsung
membisikkan sesuatu pada sahabatnya yang lainnya. Sandeul yang mendengarnya
dari dapur hanya mengehela napas kesal.
~ ~ ~ ~ ~
“Ya! Kenapa kalian mengikutiku, eoh?!,” Sandeul yang
berjalan pulang ke rumahnya terus diikuti oleh CNU, Baro, Gongchan, dan
Jinyoung.
“Kenapa kau pikir kami mengikutimu? Lagipula ini jalanan
umum..,” Baro menjawab sambil meminum minumannya. Sandeul berbalik dan berjalan
lagi. Beberapa saat kemudian, dia sampai di depan one-roomnya. Sandeul berbalik
dan menemukan mereka masih dibelakangnya.
“Kau tingal disini?,” kali ini Jinyoung dan Gongchan
membulatkan matanya yang sipit.
“Bukan urusanmu..,” Sandeul masuk dan menutup pintu
kamarnya. Sebelum benar-benar tertutup, Gongchan menahannya dengan sepatunya.
“Hyung.. diluar dingin sekali.. sepertinya akan hujan.. kami
masuk ya?,” Gongchan tersenyum, tapi Sandeul hanya memandang datar mereka.
Jinyoung mendorong pintu masuk itu dan langsung masuk lalu mematung di depan
pintu masuk. Semua orang berpikiran sama : ‘Apa ini tempat tinggal?’. Tempat
tidurnya yang seakan menyatu dengan lantai, buku yang tergeletak begitu saja di
lantai, lampu yang tidak terlalu terang, dapur super kecil, dan kamar mandi
yang berukuran sekitar 3m2.
“Sandeul-ah.. tinggalah dirumahku.. masih ada ruangan
kosong.. mau ya?,” Baro yang juga syok dengan ‘penampakan’ tempat tinggal
seorang ‘Lee Junghwan’ langsung menawarkan kamar kosong dirumahnya.
“Keluar..,” Sandeul bergumam pelan sambil menatap tajam
mereka satu per satu.
“Sandeul hyung.. kau belum makan kan? Tadi aku beli ramen..
boleh aku numpang masak? Aku lapar,” Gongchan yang langsung masak tanpa izin
Sandeul itu membuat Sandeul menghela napas kesal.
“Kami masuk ya,” CNU langsung masuk dan duduk di lantai yang
kosong, diikuti Jinyoung dan Baro yang duduk disebelah CNU. Akhirnya Sandeul
mengalah dan memasuki kamar mandi.
Beberapa menit kemudian, Gongchan membawa panci ke atas meja
kecil dan Sandeul keluar dari kamar mandi.
“Hyung.. duduk disini! Ayo makan..!,” Gongchan menggeser
posisi duduknya agar Sandeul bisa duduk disebelahnya.
“Kalau kalian pulang taruh kucinya di bawah karpet diluar,”
setelah berkata begitu, Sandeul mengambil jaketnya dan membuka pintu.
“Ya! Odigaa?!,” Sandeul menghiraukannya dan menutup pintu.
“Ck.. namja itu,” CNU berdecak kesal dan memakan ramen yang
baru matang itu.
~ ~ ~ ~ ~
Sandeul berjalan menuju minimarket tempatnya kerja. Yah
setidaknya kalau 2 jam saja dia kerja sudah jadi uang. Lagipula kalau
minimarket sepi dia bisa mengerjakan PRnya, tidak ada ruginya sama sekali dia
bekerja disana. Tapi sepertinya dia tidak sadar, beberapa ajussi dengan jas
mengikuti di belakangnya. Sandeul membuka pintu minimarket itu dan berdiri di
belakang kasir. Beberapa pengunjung datang dan langsung pergi lagi, ada yang
membeli minuman, ramen, atau bahkan langsung pergi tanpa membeli apapun,
sepertinya barang yang mereka cari habis terjual. Beberapa saat kemudian,
minimarket itu kosong. Staff yang menjaga minimarket bersamanya juga sedang
mengambil barang untuk stok minimarket itu.
“Selamat datang,” Sandeul mengucapkan salam saat 5 orang
ajussi berpakaian jas masuk ke minimarket dan melihat-lihat barang-barang.
Tapi.. sepertinya aneh, mereka itu melihat ke atap-atap, bukan rak berisi
makanan. Beberapa saat kemudian, seorang ajussi mendekat ke arah kasir sambil
membawa sekaleng minuman.
“Kau murid?,” ajussi itu bertanya sambil melihat ke arah buku
yang ada disamping Sandeul. Sandeul hanya mengangguk singkat sambil mengambil
minuman itu, berniat memasukkannya ke kantong dan menyuruh ajussi itu pulang.
Tapi ajussi itu menggenggam minuman kaleng itu erat, membuat Sandeul
mengerutkan keningnya bingung.
“Ajussi..?,” Sandeul memutuskan memanggil ajussi itu yang
tersenyum padanya. Detik berikutnya, ajussi itu mengangkat minuman itu dan
melemparnya ke sudut ruangan, memecahkan kamera CCTV disana dan membuat tangan
Sandeul yang terkena pecahan tergores, diikuti 4 orang ajussi lainnya yang ikut
memecahkan CCTV satu minimarket itu, detik berikutnya setelah semua CCTV pecah,
5 orang ajussi lagi masuk dan semuanya mendekat ke arah Sandeul yang masih
memandang mereka dengan tatapan tajam, tidak takut sama sekali dan tidak
bergerak sedikitpun dari tempatnya berdiri.
“Nuguseyo?,” Sandeul bertanya dengan datar, sepertinya dia
tidak peduli dengan ajussi itu apabila mereka membunuhnya sekarang juga. Ah iya,
tadi saja dia minta dibunuh oleh sahabatnya sendiri.
“Lee Junghwan-ssi.. benar?,” seorang ajussi yang terlihat
seperti bossnya itu bertanya pada Sandeul.
“Kau tidak bisa membaca ya?,” Sandeul menunjuk ke arah kartu
namanya yang tergantung di lehernya. Ajussi itu mengerutkan dahinya, ‘berani
juga anak ini..’.
“Benar ternyata..,” ajussi itu memberikan kode tangan pada
anak buahnya, saat itu anak buahnya langsung menyerang Sandeul. Beruntung dia
juara 1 taekwondo sekolah, setidaknya dia masih bisa menghindar, biarpun
beberapa kali terkena pukulan, bahkan dia sempat tedorong dan dahinya terkena
sudut kaca yang cukup tajam. Beberapa saat kemudian, semua anak buah ajussi itu
tergeletak lemah, tinggal ajussi itu dan Sandeul yang masih mengatur napasnya.
Detik berikutnya, mereka bertarung. Yah bisa dibilang cukup sengit. Setelah
beberapa lama, ajussi itu melarikan diri, sepertinya kemampuan mereka sama jadi
ajussi itu lebih memilih melarikan diri. Tidak, bukan sama.. tapi karena
Sandeul terluka kemampuannya berkurang. Sandeul melihat ke arah jam dinding di
minimarket itu. Kemana staff itu? Lama sekali..
“Lee Sandeul?? Apa yang terjadi?!,” staff yang baru datang
sambil memegang 1 buah kardus besar itu terkejut melihat keadaan minimarket.
“Aku pulang dulu,” Sandeul langsung pulang, benar-benar
menghiraukan staff yang masih berteriak memanggilnya. Dia berjalan menuju
one-roomnya yang tidak terlalu jauh dari minimarket itu sambil membawa buku
PRnya. Sesekali dia memegang dahinya yang terus mengeluarkan darah.
“Ck.. kenapa sakit sekali sih?!,” Sandeul bergumam kesal
karena kepalanya yang terus berdenyut itu. Sekarang dia sudah ada di depan
pintu one-roomnya. Lampunya masih menyala, sepertinya mereka masih ada di
dalam. Sandeul membuka pintu one-roomnya.
“Ya! Ada apa denganmu, eoh?!,” teriakan Baro membangunkan
temannya yang lain. Baro terkejut melihat darah yang menetes dari dagu Sandeul.
Temannya yang baru bangun juga langsung membulatkan mata mereka melihatnya.
Bocah ini pergi dan kembali dengan keadaan begitu.. siapa yang tidak kawatir?
Belum lagi wajah pucatnya yang membuat mereka semua langsung berlari ke arah
Sandeul.
“Keluar..,” Sandeul bergumam sambil menatap mereka satu per
satu.
“Mwoya? Kau bisa mati tahu!,” Jinyoung berteriak saking
kawatirnya.
“Keluar!!,” akhirnya Sandeul berteriak dan mendorong mereka
lalu menutup pintu sambil menguncinya.
“Ya! Lee Sandeul!!,” terdengar teriakan dari luar, Sandeul
bersandar di balik pintu. Kepalanya yang terus berdenyut itu memintanya untuk
istirahat sebentar disana. Setelah beberapa detik, dia berjalan mengambil kotak
obat dan duduk di kasurnya. Tiba-tiba bayangan ajussi yang muncul di pemakaman
itu terlintas dipikirannya. Apa ini rencana ajussi itu? Membuatnya seperti ini?
Sebenarnya siapa ajussi itu?
~ ~ ~ ~ ~
“Minggu depan sekolah mengadakan festival musim, kelas kita
kebagian musim dingin. Beruntung ya?,” Kim sonsaengnim tersenyum pada Sandeul
di ruang guru saat memberitahu kegiatan hari ini. Sandeul menatapnya seakan
bertanya, ‘lalu?’.
“Tugasmu membagi tugas pada teman-temanmu. Mau jadi apa
kelasnya nanti, itu tergantung kerjasama kalian.. Biasanya ada yang jualan
makanan khas saat musim tersebut. Nanti sunbae kalian yang akan menilai kelas,”
Sandeul menatapnya lagi, ‘kenapa aku?’
"Kau kan ketua kelas, aktiflah sedikit. Tapi, wajahmu
agak pucat.. kau sakit?,” Kim sonsaengnim memberikan sebuah buku pada Sandeul.
Sandeul menerimanya sambil menggeleng pelan.
“Di dalam buku itu ada uang untuk mendekorasi kelas, uang
dari sekolah..,” Sandeul mengangguk mengerti, memberi salam lalu pergi dari
ruang guru dan berjalan menuju kelasnya. Beberapa langkah dia sudah sampai di
depan kelasnya dan memanggil Baro.
“Kau memanggilku?,” Baro yang sudah sampai di depan kelas
bertanya pada Sandeul.
“Tulis ini di papan tulis,” Baro membacanya sebelum
menuliskannya, sedangkan Sandeul sudah duduk kembali di bangkunya.
-Tema : “Winter Musical”
Penjual makanan : Sup, Manisan, Es, Minuman (Kopi, susu),
dll (10 orang) : di depan pintu masuk
Musical : (15 orang) : Pojok ruangan
Promosi (Brosur) : Membagikan brosur (11 orang) : Sekeliling
sekolah
Penyambut tamu : Memberi salam setiap orang masuk / keluar
(4 orang) : Depan pintu
Dekorasi kelas : 1 pohon natal + hiasannya, Peralatan
musical (termasuk kostum), Sterofoam (Salju), dll
Pilih posisi sesuai kemampuan-
Setidaknya itulah yang dituls Baro di papan tulis. Semua
siswa langsung memilih posisi masing-masing. Hanya beberapa siswa yang diam,
menunggu sisa posisi, mungkin menurut mereka apapun sama saja atau tidak ada
yang menarik, termasuk Sandeul.
“Hyung.. musikal bersamaku ya?,” Gongchan tiba-tiba duduk di
sebelah Sandeul. Sandeul memasang wajah datar dan mengangguk asal. Gongchan
tersenyum lebar melihatnya.
“Mungkin kau marah kalau aku bilang begini, tapi.. aku benci
hyung yang sekarang. Tidak ada orang yang percaya kalau kau dulunya cerewet dan
humoris,” Gongchan bergumam pelan. Sandeul tetap diam, tidak bereaksi apapun.
“Pulang sekolah kita akan membuat naskahnya.. Hyung jangan
langsung pulang,” Gongchan berdiri, ingin kembali ke tempat duduknya tapi
sebelum dia sempat berjalan, Sandeul berbicara pelan.
“Kau juga belum tahu ya? Baiklah akan kuberitahu.. Anggap
aku orang lain, kalau kau kesal padaku anggap aku sampah yang sudah kau buang..
mengerti?,” Sandeul berdiri dan membisikkan itu di telinga Gongchan. Setelah
itu dia duduk lagi dan membaca buku. Gongchan hanya memperhatikannya.
“Tapi aku tidak mau membuangmu sekalipun kalau kau adalah sampah,”
Gongchan berlalu pergi meninggalkan Sandeul yang tetap diam. Pandangannya
memang ke arah buku, tapi tidak dengan otaknya. Bahkan dia tidak sadar halaman
yang dibacanya itu kosong.
~ ~ ~ ~ ~
“Hyung! Jangan pulang dulu! Ya! Sandeul hyung!!,” Gongchan
berteriak saat Sandeul berjalan keluar kelas dengan cepat. Gongchan berlari
keluar kelas mengejar Sandeul, tapi anehnya Sandeul sudah menghilang entah
kemana. Padahal tadi jaraknya dengan Sandeul hanya 2 meter. Gongchan menengok
ke sebelah kanan. Toilet? Apa Sandeul masuk kesini? Gongchan berjalan menuju
toilet dan membuka pintunya pelan, seperti pencuri yang sedang membuka pintu
rumah korbannya.
Kosong.. kamar mandi itu kosong. Gongchan tidak melihat
seorangpun disana. Baru saja dia ingin berbalik dan pergi, terdengar suara
benda terjatuh dari dalam kamar mandi. Gongchan terkejut dan memutuskan membuka
pintu lebih lebar lagi lalu masuk ke kamar mandi.
“Aah..,” kali ini terdengar rintihan seseorang. Gongchan menengok
ke sebelah kiri. Matanya membulat. Terlihat namja yang sedari tadi dicarinya
ada di pojok kamar mandi itu, disebelahnya ada tempat tisu yang mungkin berusan
terjatuh. Namja itu sedang memegangi dahinya, sadar ada Gongchan namja itu
langsung melihat tajam ke arah Gongchan.
“Kau sakit? Kemarin tidak ke dokter..??,” Gongchan
menghampiri Sandeul yang masih berdiri sambil memegang erat dinding wastafel.
“Keluar..,” Sandeul mencuci tangannya, Gongchan melihat ke
arah tangannya, air yang mengalir itu sedikit berwarna merah. Tidak lama
kemudian, Baro tiba-tiba masuk.
“Benar firasatku.. lukamu terbuka ya? Ayo ke rumah sakit..!,”
Baro langsung menghampiri Sandeul dan melihat ke dahinya yang sedikit
kemerahan.
“Keluar”
“Ini tempat umum terserah padaku,” Gongchan menjawab asal.
Sandeul menghela napas kasar lalu berjalan menuju pintu keluar. Tapi tangannya
ditahan oleh Gongchan dan Baro.
“Jangan pulang. Ada latihan,” Baro menarik Sandeul kembali
ke kelas.
“Kalian sudah datang~ Sandeul-ssi.. kau sakit?!,” salah satu
anggota musical menyambut mereka dan kaget melihat wajah Sandeul yang pucat.
Sandeul hanya menatapnya datar dan menggeleng pelan, tapi kemudian dia
terhuyung. Beruntung disebelahnya Baro menangkap tubuhnya sebelum terjatuh ke
lantai.
“Ya! Sandeul-ah?!”
“Sandeul-ssi!!”
“Hyung!! Gwaenchana?!”
“Aah.. ani, gwaenchana,” Sandeul melepaskan tangan Baro dan
berusaha berdiri lagi sambil memegangi kepalanya.
“Darah?!,” namja –salah satu pemain- itu berteriak saat
melihat dahi Sandeul yang tadinya tertutup poni dan plester itu memerah.
“Mian aku tidak ikut latihan hari ini, aku duluan,” Sandeul
berjalan cepat meninggalkan ruang kelas.
“Latihannya besok saja,” Gongchan dan Baro berjalan beberapa
meter dibelakang Sandeul. Sedangkan Sandeul masih terus berjalan menuju
one-roomnya. Sebenarnya hanya butuh waktu 10 menit dari sekolah ke one-roomnya
tapi karena dia berjalan pelan dan terus memegangi tembok, baru setengah
perjalanan saja sudah 15 menit.
“Junghwan-ssi~,” seorang ajussi memangil Sandeul dari
sebelah kanannya. Gongchan dan Baro yang melihatnya langsung bersembunyi di
gang. Sandeul menatap ajussi itu tajam. Ajussi yang kemarin.
“Mwoya? Apa maumu?,” Sandeul berdiri di tembok sambil
memandang tajam ajussi itu.
“Tugasku kemarin belum sempat selesai.. kulanjutkan sekarang
ya?,” ajussi itu tersenyum sinis.
“Mwo? Apa?”
“Sepertinya lukamu dalam.. sakit ya?,” ajussi itu melihat ke
arah dahi Sandeul yang tertutup poni dan plester. Sandeul tetap diam memandang
tajam ajussi itu. Ajussi itu maju mendekati Sandeul.
“Membunuhmu.. itulah tugasku,” ajussi itu berbisik di
telinga Sandeul. Sandeul tersenyum sinis padanya.
“Coba saja kalau bisa,” ajussi itu mulai menyerang Sandeul,
tapi dengan lincahnya anak itu bisa langsung menghindar. Beberapa saat
kemudian, 4 orang berpakaian jas ikut menyerang Sandeul. Baro dan Gongchan yang
masih melihatnya langsung datang dan membantu Sandeul, meskipun mereka hanya
bisa sedikit taekwondo.
“Sandeul-ah.. pergi!”
“M..mwo?,” Sandeul yang masih bingung hanya bisa menatap
bingung Baro sambil terus menyerang ajussi-ajussi itu.
“Aish!,” Baro, Gongchan, dan Sandeul langsung berlari pergi
dan bersembunyi di sebuah toko buku.
Baro dan Gongchan yang masih bersembunyi di belakang rak
sibuk mengatur napas, sedangkan Sandeul sibuk melihat dari balik rak.
“Sudah.. pergi,” Sandeul membalikkan tubuhnya dan bersandar
di belakang rak lalu sibuk mengatur napasnya.
“Gwaenchana?,” Gongchan yang sudah bisa mengatur napasnya
bertanya pada Sandeul yang memejamkan matanya.
“Ne,” Sandeul menatap balik Gongchan lalu tersenyum tipis.
“Kau.. tersenyum?,” Baro yang kaget melihat Sandeul
tersenyum setelah sekitar sebulan ini diam ikut tersenyum senang.
“Bagaimanapun.. gumawo,” Sandeul mengalihkan pandangannya ke
arah dinding di depannya.
“Kajja.. aku akan mengantarmu pulang,” Baro berdiri, diikuti
Gongchan lalu Sandeul.
“Tidak usah,” Sandeul berjalan duluan.
“Aku akan tetap ikut. Masalahnya wajahmu itu sudah seperti
orang sekarat!,” Baro berjalan di belakang Sandeul. Sandeul terus berlajan
tanpa menghiraukan 2 namja dibelakangnya.
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar