Author :
Park Je Won
Title :
Stay Away
Main Cast :
B1A4, Sungmin Suju
Other Cast :
You can find.. :D
Legth :
Part
Genre :
Friendship, Family, Brothership
Note :
Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan
otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini
asli milik author.
Part 8 : Someone Come Now..
“Sandeul-ah.. kajja,” Baro membuyarkan lamunan Sandeul dan
menariknya mengikuti Jinyoung dan CNU dari belakang.
“Gongchan-ah..!,” Jinyoung memanggil Gongchan yang sudah
berjarak 5 meter dihadapannya, namja itu berbalik menatap Jinyoung datar.
“Gongchan-ah.. kau tidak mengingat kami?,” CNU mendekat ke
sebelah Jinyoung.
“Ani. Aku pergi,” Gongchan berbalik dengan wajah datar.
“Ya! Gong Chansik!!,” kali ini suara Baro yang terdengar,
Gongchan membalikkan lagi tubuhnya menatap malas ke arah mereka.
“Kenapa banyak sekali orang yang mengenalku dulu.
Menyusahkan saja,” Gongchan berbalik sambil bergumam kesal, meninggalkan 4 orang
namja yang masih menatapnya bingung.
“Kurasa dia memang amnesia. Dia melihat semua papan nama
teman sekelas, sampai Kim Sonsaengnim,” Baro memecah keheningan diantara
mereka.
“Benarkah? Bagaimana bisa..?,” Jinyoung bergumam sambil
memperhatikan jam tangannya.
“Kau ada janji?,” CNU yang daritadi melihat Jinyoung
memperhatikan jam tangan memandang Jinyoung aneh.
“Jinhee noona menerima tawaran kencanku,” Jinyoung tersenyum
senang.
“Jinjja? Cepat pulang sana!,” Baro mendorong Jinyoung.
“Aku duluan, ne?,” Jinyoung melambaikan tangannya sambil
berlari menuju rumahnya.
“Annyeong~”
~ ~ ~ ~ ~
“Lee Sandeul..,” seorang namja memanggil Sandeul yang sedang
berjalan keluar kafe, berniat membuang sampah di tempat sampah luar kafe.
Sandeul membalikkan tubuhnya dan menatap bingung namja di depannya, namja yang
mirip dengannya.
“Nuguseyo..?”
“Mwoya? Apa yang kau lakukan disini?,” namja itu terlihat
tidak percaya saat melihat Sandeul.
“Jogiyo.. Nuguseyo?,” Sandeul masih menatap aneh namja itu.
“Aku mau bicara denganmu,” namja itu menarik Sandeul kedalam
kafe dan duduk di salah satu meja yang kosong. Namja itu menatap sekeliling,
pandangannya berhenti saat menatap kalender yang bertuliskan 27 Juni 2014.
“Ck.. tanggal berapa sekarang.. kalender aneh,” namja itu
bergumam pelan sedangkan Sandeul menatap
aneh namja di depannya lalu berdiri dengan kesal, namja itu langsung
mengalihkan pandangannya ke arah Sandeul.
“Odiga?,” tanyanya sambil menatap polos ke arah Sandeul
sedangkan Sandeul menatapnya kesal.
“Sepertinya kau salah orang. Aku masih banyak kerjaan. Kalau
mau pesan panggil pelayan,” Sandeul berbalik lalu berjalan menuju dapur.
Sedangkan namja itu memperhatikan Sandeul.
“Dia benar-benar Sandeul..,” namja itu bergumam tidak
percaya lalu memesan kopi pada Baro.
“Baro-ya.. Apa Sandeul sakit?,” namja itu bertanya sambil
mengembalikan buku menu ke arah Baro. Baro menatapnya bingung, bukannya ini
pertemuan pertama dengan namja ini? Kenapa sepertinya namja ini sudah kenal
dekat dengannya?
“Ne? Nuguseyo?,” Baro agak menunduk.
“Ck.. aigoo~. Sudahlah.. lupakan. Benarkan saja kalender di
kafe ini. Aigoo~,” namja itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi
sedangkan Baro menatap ke arah kalender itu lalu bergantian ke arah jam
tangannya. Tidak ada yang salah, namja ini gila ya? Baro menunduk singkat lalu
langsung berjalan ke arah kasir, memberikan pesanan pada CNU yang sedang
melayani pembeli.
“Hyung.. kau mengenal orang itu?,” Baro bertanya saat
pelanggan itu sudah pergi. CNU menoleh ke arah yang ditunjuk dengan mata Baro.
“Ani.. wae?,” CNU menatap bingung ke arah Baro.
“Dia seperti kenal dekat denganku lalu dia juga menyuruhku
membenarkan kalender di kafe ini. Apa dia gila?,” Baro menatap ngeri ke arah
CNU.
“Entahlah.. lihat saja nanti..,” CNU memberikan pesanan pada
Sandeul dari jendela kecil yang menghubungkan dengan dapur. Sementara itu namja
itu masih berpikir keras.
“Sepertinya aku pernah mengalami kejadian ini..,” namja itu
masih memutar otaknya lalu HP yang berada di dalam sakunya itu bergetar,
menandakan ada pesan masuk. Namja itu merogoh sakunya dan mendapatkan benda
hitam itu lalu menariknya keluar, mengecek pesan yang masuk. Namja itu
mengerutkan dahinya ssat membaca pesan itu. sekali lagi dia merasa pernah
membaca pesan seperti ini, dan saat namja itu melihat tanggal masuk pesan ini,
‘27 Juni 2014’.
“27 Juni..?,” gumam namja itu pelan lalu merogoh saku
kirinya dan menarik secarik kertas yang ada disana. Namja itu semakin bingung
saat menemukan sebuah potongan tiket pesawat yang seingatnya sudah mendarat di
tempat sampah apartemennya beberapa hari yang lalu.
Namja itu masih menatap bingung tiket bertuliskan tangan 27
Juni 2014 itu, sedetik kemudian namja itu mendongak, dia ingat ini hari apa dan
kapan dia mengalami semua kejadian ini. Tepat sebulan yang lalu, saat tanggal
27 Juni. Dan dia ingat, tanggal terakhir yang dialaminya, 27 Juli tepat sebulan
kemudian. Apa mungkin dia kembali ke sebulan yang lalu? Bagaimana mungkin? Dia
hampir saja tidak percaya saat melihat Jinyoung menabrak seorang pelanggan
sampai menumpahkan kopi pada baju ajussi itu, persis dengan sebulan yang lalu.
“Jweoseonghamnida.. jweoseonghamnida..,” Jinyoung menunduk
berkali-kali, beruntung itu kopi dingin, bukan panas.
“Aigoo~ kau ini bagaimana..! Lain kali hati-hati..!,” ajussi
itu berdiri lalu kembali ke tempat duduknya dan mengambil baju dari dalam
tasnya.
“Maldo andwae..,” gumam namja itu pelan sambil melihat
sekeliling kafe. Namja itu langsung berdiri dan berjalan menuju keluar kafe, ke
rumahnya dulu.
Beberapa menit menaiki taksi, dia sudah sampai di depan
rumah yang terlihat tak terurus itu. dan benar saja, kopernya masih ada di
depan pintu, tempat yang dia ingat 1 bulan yang lalu. Namja itu menyeret
kopernya dan berjalan menuju ke tempat tinggal Sandeul. Dia masih ingat saat
mengajak Sandeul pindah dari one-room super kecil itu yang mungkin belum pernah
dialami Sandeul yang sekarang.
~ ~ ~ ~ ~
“Hyung.. aku pulang dulu ya.. gumawo,” Sandeul mengambil
uang gajinya hari ini dan berjalan menuju pintu keluar, dia berniat istirahat
hari ini. Entah kenapa dia malas ke supermarket hari ini.
Saat sudah ada di depan pintu rumahnya, langkahnya berhenti
saat melihat namja itu berdiri di samping pintunya.
“Annyeong.. Aku Lee Sungmin, hyungmu,” namja itu membungkuk
sedikit ke arah Sandeul. Sandeul hanya menatap bingung ke arahnya.
“Ne..?,” sekarang Sandeul ingat, perkataan sepupunya itu
yang berkata bahwa dia masih punya hyungnya yang dulu pergi.
“Boleh aku masuk?,” Sungmin menunjuk ke arah pintu yang
tepat berada disampingnya.
“Bagaimana aku tau kau benar-benar hyung atau bukan?,”
Sandeul menatap aneh namja didepannya. Sungmin mengambil sebuah amplop dari
dalam tasnya dan memberikannya pada Sandeul.
“Ige mwoya?,” Sandeul menerima dengan ragu, Sungmin memberi
kode untuk membukanya. Sandeul membuka dan membaca kertas itu, hasil tes DNA
yang menunjukkan anak kandung appa dan eommanya. Jadi namja ini benar-benar
kakak kandungnya? Sandeul menatap namja itu datar lalu bergantian menatap
kopernya.
“Dari mana?,” Sandeul menatap koper-koper itu bingung.
“Waktu kecil aku pindah ke Jepang dan diurus sahabat appa
disana karena kurang biaya. Sekarang aku memutuskan kembali ke Korea setelah
mendengar appa dan eomma meninggal..,” Sungmin menerima lagi amplop yang dikembalikan
padanya dan memasukkannya ke dalam tas.
“Aku belum sempat mencari tempat tinggal, aku boleh masuk
kan?,” Sungmin tersenyum lebar pada Sandeul sedangkan Sandeul mengangguk dan
tersenyum ragu. Dia masih tidak percaya hyungnya yang belum pernah dilihatnya
itu tiba-tiba muncul. Sebenarnya Sungmin sendiri sengaja tidak menyewa
apartemen, berharap dia bisa menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada
dongsaengnya. Sandeul membuka pintu dan masuk, diikuti hyungnya dari belakang
lalu menutup pintu lagi.
Sandeul langsung mengambil salah satu bajunya dan masuk ke
kamar mandi sedangkan Sungmin hanya menatapnya bingung lalu duduk di pojok
ruangan. Dia masih ingat, sebulan yang lalu dia berjalan memutar one-room ini
dan membuka-buka lemari tapi sekarang kepalanya sibuk memikirkan bagaimana dia
harus menjelaskan agar tidak dikira gila oleh dongsaengnya. Tidak lama
kemudian, Saneul keluar dan berjalan ke arah Sungmin. Sungmin yang tidak
menyadarinya masih terus menatap kosong.
“Jogi..,” Sandeul memulai pembicaraan dengan ragu, sedangkan
Sungmin yang baru sadar namja itu sudah ada di depannya menjawab dengan
bingung.
“N..ne?”
“Appa.. tidak pernah cerita sama sekali kalau aku punya
hyung. Kupikir aku anak tunggal. Darimana kau tau kalau kau punya dongsaeng..?,”
Sandeul bertanya ragu sambil duduk di depan Sungmin. Sungmin tersenyum, sama
persis dengan sebulan yang lalu.
“Tadinya aku marah dengan appa dan eomma yang tidak pernah
menghubungiku saat aku di Jepang. Tapi, tepat setengah tahun yang lalu.. appa
tiba-tiba menghubungiku dan setelah itu appa dan eomma juga tidak pernah
menghubungiku lagi. Kemarin sahabat appa yang merawatku selama ini dapat kabar
bahwa appa dan eomma meninggal ,
dia memberiku sebuah surat”
“Surat..?,” Sandeul menatap penasaran ke arah hyungnya itu.
“Ne..,” Sungmin merogoh saku jaketnya dan memberikan sebuah
kertas pada Sandeul.
‘Sungmin-ah..
Mianhae appa dan eomma terlalu malu untuk menghubungimu
setelah menitipkanmu begitu saja pada sahabat appa. Kami bahkan tidak pernah
berhubungan denganmu sama sekali, juga tidak pernah melihat fotomu saat dewasa.
Tapi, sahabat appa memaksa appa dan eomma untuk melihat fotomu. Kau benar-benar
tampan dan mirip dengan adikmu, kami bangga memiliki anak sepertimu.
Sungmin-ah.. mianhae baru memberitahu sekarang. Mungkin saat
kau membaca surat ini kami sudah tidak ada. Tapi.. kami menitipkan Sandeul
padamu. Dia adik kandungmu, biarpun kami tidak pernah memberitahunya kalau dia
punya hyung. Sungmin-ah.. kami tidak tahu harus bagaimana mengucapkan maaf dan
terimakasih pada sahabat appa.
Appa dan eommamu’
Sandeul menatap Sungmin tidak percaya, Sungmin hanya
tersenyum ke arahnya.
“Tadinya aku bingung bagaimana bisa menemukanmu. Ternyata
kau ada di kafe..,” Sandeul tidak merespon apapun, suasana mendadak hening.
“Kau sudah makan?,” Sandeul hanya menggeleng pelan
menjawabnya.
“Kajja,” Sungmin berdiri, menandakan dia mengajak Sandeul
berdiri dan mengikutinya.
Mereka makan di sebuah kedai ramen pinggir jalan, tempat
Sandeul pernah makan bersama Gongchan. Sungmin tetap berusaha mengingat
kejadian sebulan yang lalu, sebelum dia menyesali kematian namja yang sedang
makan bersamanya sekarang. Entah siapa yang dengan sengaja membunuh
namdongsaengnya ini. Yang dia ingat, tanggal 27 Juli namja ini ditemukan
meninggal setelah kecelakaan yang diduga kasus pembunuhan. Mungkin dia kembali
ke 1 bulan sebelumnya untuk mencari tahu siapa yang membunuh namja ini dan
mencegah hal itu. Tempat teriakhir yang diingatnya sebelum dia kembali ke masa
lalu ini adalah saat dia membuka pintu apartemennya, mungkin pintu itu
berfungsi membalikkan waktu.
Flashback..
Sungmin berjalan lemas
ke apartemennya setelah pulang dari rumah sakit. Dongsaengnya yang baru
ditemuinya selama sebulan ini meninggal kecelakaan dan itu membuatnya menyesal
tidak bisa menepati janji dengan kedua orang tuanya. Kalau ia bisa, ia ingin
membalikkan waktu, ia ingin menikmati lagi semua waktunya yang singkat dengan dongsaengnya,
waktu mereka berkumpul bersama sahabat Sandeul di kafe, waktu pertama kali
pertemuannya dengan Sandeul yang bisa dibilang tidak berjalan dengan lancar
karena sifatnya yang tidak terlalu terbuka pada orang baru, dan waktu ia
memaksa Sandeul tinggal bersamanya di apartemen.
Sesampainya di
apartemen, Sungmin hanya melihat sekeliling apartemen itu. Berharap namja yang
sudah pergi meninggalkannya berdiri di hadapannya sambil tersenyum, biarpun dia
tau itu sudah mustahil. Pada akhirnya, Sungmin hanya bisa berharap dan menghela
napas. Pikirannya benar-benar kacau hari ini. Sungmin duduk di salah satu sofa
dan menenggelamkan wajahnya dengan bantal. Selama di rumah sakit, dia mencoba
untuk tidak menangis dan dia tidak kuat untuk menahannya lagi. Semua keluarganya
sudah pergi meninggalkannya.
Saat Sungmin
terbangun, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dia tertidur di sofa ini selama
10 jam. Sungmin yang merasa perutnya sakit karena lapar memutuskan keluar
apartemen, dia berjalan melewati setiap kedai makanan, entah kakinya membawanya
kemana, dia hanya terus berjalan. Tiba-tiba dia berhenti di depan kafe. Kafe
ini.. tempat yang paling disukainya. Sungmin menatap bingung sahabat
dongsaengnya masih aktif bekerja disini, bukankah seharusnya mereka di rumah
sakit? Seingatnya tadi pagi dia disuruh pulang oleh CNU dan Jinyoung. Mereka
berjanji untuk terus di rumah sakit kan? Tiba-tiba pandangannya tertuju pada
seorang namja yang sedang membawa kantong sampah besar di luar kafe dan namja
itu berhasil membuatnya terbelalak kaget, bukankah itu Sandeul?
Flashback end..
“Hyung..,” Sandeul menatap bingung hyungnya yang melamun
sambil melambaikan tangannya di depan wajah hyungnya. Sungmin yang baru
tersadar langsung bingung.
“O..oh?”
“Kau tidak makan?”
“Ah.. ne,” Sungmin langsung memakan ramennya. Kapan ramen
ini datang? Dia tidak menyadarinya. Beberapa menit kemudian, keduanya sudah
selesai makan dan berdiri, berjalan kembali ke one-room itu.
“Kau bisa taewondo?,” Sungmin memecah keheningan diantara
mereka.
“Ne..,” Sandeul menjawab sambil tersenyum tipis, teringat
saat appanya mengajarkannya dan sepupunya taewondo tingkat dasar lalu
dilanjutkan kursus taewondo karena keinginannya dalam bidang itu.
“Appa mengajarkanmu?”
“Ne..”
“Appa juga dulu pernah mengajarkanku.. tapi hanya tingkat
dasar. Jadi aku hanya bisa sedikit,” Sungmin juga tersenyum teringat appanya
mengajarkannya taekwondo dulu.
“Appa juga mengajarkanku tingkat dasar.. Karena aku
tertarik, appa membawaku ke tempat kursus..”
“Kalau begitu kau harus ajarkan aku tingkat selanjutnya..!,”
Sungmin menatap tidak terima ke arah Sandeul.
“Ne..?,” Sandeul hanya menatapnya bingung.
“Bercanda.. aku tidak terlalu tertarik dengan taekwondo. Aku
lebih tertarik dengan kedokteran..”
“Kau dokter..?,” Sandeul menatap tidak percaya ke arah
Sungmin. Sungmin menggeleng pelan.
“Iya.. kebetulan aku sudah pindah ke Korea jadi aku akan
melayani di rumah sakit di sekitar sini,” Sandeul mengangguk mengerti, entah
kenapa dia merasa sedikit beruntung memiliki seorang hyung Dokter. Entah apa
yang dilakukan Sungmin sampai bisa jadi dokter di usia semuda itu. Setelah itu
keheningan menyapa mereka lagi, Sungmin masih menunggu kehadiran Baro yang
sebentar lagi datang.. itupun menurut kejadian yang pernah dialaminya. Tidak
lama kemudian, seorang namja bertopi menghampiri Sandeul.
“Sandeul-ah..!”
“Baro-ya.. kenapa kau ada disini?,” Sandeul menatap namja
itu bingung. Sedangkan Baro yang baru menyadari keberadaan namja yang dikiranya
‘gila’ ada di sebelah sahabatnya.
“Aku.. mau mengajakmu ke kafe. Tapi.. kau kenal dengannya?,”
Baro menatap Sungmin dari atas sampai bawah, sedangkan Sandeul terlihat bingung
bagaimana menjelaskannya.
“Annyeong.. aku Lee Sungmin. Hyungnya Sandeul..,” Sungmin
mengulurkan tangannya pada Baro.
“Ah~ Annyeonghaseyo.. Baro imnida.. aku sahabatnya Sandeul,”
Baro menyambutnya ragu. Sejak kapan Sandeul punya hyung?
“Kau mau ikut?,” Baro bertanya pada Sungmin yang menjawabnya
dengan mengangguk pelan.
“Kajja,” mereka lalu berjalan ke arah kafe.
~ ~ ~ ~ ~
“Hyung.. mian..,” Gongchan bergumam lirih sambil
memperhatikan fotonya bersama 4 sahabatnya sambil berbaring di tempat tidurnya.
Sekarang dia harus berakting amnesia di depan mereka. Jujur, dia sangat
merindukan semua temannya, saat mereka bersama-sama rebutan game di rumah Baro,
saat kuenya yang gosong dimakan oleh semua hyungnya dengan alasan, ‘ini enak,
tinggal dipotong bagian atasnya dan jadi bagus’, dan saat mereka bersama-sama
menunggu Sandeul di rumah sakit.
“Bogoshippo.. hyung,” gumamnya lalu menaruh bingkai foto itu
dan mulai memejamkan matanya, berusaha tidur dan berharap bertemu hyungnya di
dalam mimpi.
~ ~ ~ ~ ~
“Wah~ kalian benar-benar mirip. Kenapa kau tidak pernah
bilang kau punya hyung?,” CNU yang memperhatikan Sungmin langsung memberikan
minuman sambil bertanya.
“Tadinya aku tidak tau kalau aku punya hyung. Kami baru
bertemu hari ini,” Sandeul menjawabnya sambil duduk di salah satu kursi kafe.
“Aku juga baru tahu kemarin kalau aku punya dongsaeng. Jadi
aku memutuskan ke Korea hari ini,” Sungmin menjelaskan kejadian yang sebenarnya
sudah dia alami sebulan yang lalu.
“Mian.. tapi, umur hyung berapa?,” Jinyoung yang merasa
tidak pernah melihat Jinyoung dari kecil bertanya sambil menatap Sungmin
bingung.
“21 tahun..,” semua orang mengerjap tidak percaya.
“Kupikir hyung 16 tahun..,” Baro yang masih tidak percaya
menatap heran ke wajah Sungmin yang memang seperti anak-anak itu, Sungmin hanya
tersenyum menanggapinya.
“Kafemu belum tutup? Bukannya ini sudah malam?,” Sungmin
menatap sekeliling kafe. Jam juga sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh
malam. Semuanya saling berpandangan. Kafe ini sudah tutup, tadinya mereka ingin
bertemu di ruang rahasianya CNU hanya untuk bermain bersama. Tapi mendapar SMS
dari Baro ada hyungnya Sandeul, CNU dan Jinyoung langsung keluar dan duduk di
salah satu pojok kafe dan menyalakan lagi lampunya.
“Kami sering bermain disini saat malam,” Jinyoung menjawab
ragu. Sungmin hanya tersenyum, dia sudah tahu jawabannya, sekali lagi, memori itu
menyapa ingatannya.
Flashback..
“Kafemu buka sampai
malam ya?,” Sungmin yang masih belum terbiasa dengan sahabat-sahabat Sandeul
tersenyum ragu mendapati kafe ini masih menyala terang.
“Kami sering bermain
disini saat malam,” Jinyoung membalasnya ragu, Sungmin tersenyum bingung. Apa
tidak takut terjadi hal yang tidak diinginkan?
“A..aku mau minum
sebentar,” Baro berjalan menuju dapur. Tanpa disengaja saat dia melewati
lukisan besar itu, kakinya terpeleset dan membuatnya jatuh ke arah lukisan itu.
Sekarang pintu itu terbuka lebar, membuat semua orang disana bisa melihat
ruangan terang berisi tangga didalamnya.
Flashback end..
“Maaf kalau aku lancang..,” Sungmin berdiri dari tempat duduknya
menuju ke sebuah lukisan besar. Semua orang menatap bingung ke arah Sungmin.
“Tapi aku bisa tau kejadian sebulan mendatang..,” Sungmin
mendorong lukisan itu, membuat 4 namja disana menatap Sungmin tidak percaya.
Ruangan terang yang lampunya tadi lupa dimatikan oleh CNU itu terbuka. Sungmin
berharap sifat kaku dulu saat bertemu dengan sahabatnya Sandeul yang menghambat
pertemanan mereka tidak terulang. Dia sudah lebih mengenal mereka, lebih mudah
untuknya mendekatkan diri dan mencari tahu masalah dongsaengnya yang
kemungkinan membuat dongsaengnya kecelakaan.
“Kau.. peramal..?!,” Baro yang masih tidak percaya
mengeluarkan kata-kata itu tanpa sadar.
“Ani.. Aku hanya tau beberapa hal dan hanya 1 bulan
mendatang,” Sungmin tersenyum pada mereka, perlahan mereka mendekat ke arah
Sungmin, kecuali CNU. CNU berjalan ke arah saklar dan mematikan lampu kafe,
tidak lupa menguncinya.
“Kajja,” CNU mengajak mereka masuk.
“Mian.. aku boleh ikut?,” Sungmin menunjuk dirinya, tidak
ingin terlihat lebih lancang dari yang tadi. Anggukan pasti dari CNU membuatnya
tersenyum lebar. Mereka mulai memasuki ruangan itu dan menutup lagi lukisannya
lalu berjalan menuruni tangga.
“Mian.. tadinya karena baru mengenalmu kami tidak membawa
kalian ke ruangan ini. Tapi, setelah lebih mengenalmu, Kurasa kau bukan orang
jahat.. Selamat datang di ruangan rahasia kami, hyung,” CNU tersenyum ke
arahnya dan Sungmin juga tersenyum. Senyuman yang langsung membuat CNU teringat
Sandeul. Mereka benar-benar mirip. Mereka sampai di depan pintu, CNU membukanya.
“Seleramu unik ya. Bagus..,” Sungmin yang sebenarnya sudah
tau ruangan itu berpura-pura terkejut.
“Kajja. Aku mau main,” Baro berjalan di depan, diikuti CNU,
Jinyoung, Sandeul, dan Sungmin. Baro langsung duduk di depan komputer, bersiap
bermain. Tapi tidak ada yang duduk di komputer sebelahnya, dia hanya memutuskan
bermain sendiri. Jinyoung dan CNU pergi ke dapur yang mungkin mencari cemilan.
Sandeul hanya memainkan ponselnya, sedangkan hyungnya duduk sambil berpikir,
menggali pikirannya sebulan yang lalu, mencoba menemukan petunjuk apapun itu,
berusaha mengingat nama seseorang yang menurutnya janggal.
Flashback..
Sungmin dan Baro yang
baru selesai bermain game bergabung ke CNU, Jinyoung, dan Sandeul yang duduk di
sofa sambil memakan cemilan.
“Siapa yang menang?,”
CNU bertanya sambil menyembunyikan bedak di belakang tubuhnya.
“Aku kalah..,” ucap
Baro sambil duduk di sofa yang kosong. CNU, Jinyoung, dan Baro saling
berpandangan lalu mengangguk. Baro yang tidak menyadari apapun hanya duduk sambil
bersandar.
“Mwoya?,” Baro yang
merasa aneh tiba-tiba mereka kecuali Sungmin mendekat ke arahnya langsung
menatap mereka bingung. CNU yang memegang bedak langsung membuat wajah Baro dipenuhi
bedak, Sandeul dan Jinyoung memegang tangn Baro dan pada akhirnya Baro hanya
bisa tersenyum, entah kenapa dia tidak bisa kesal dengan tingkah aneh
sahabatnya.
“Hahaha!,” mereka
semua hanya bisa tertawa melihatnya sedangkan Baro berjalan sambil tersenyum
menahan tawa ke arah toilet. Benar-benar orang ini, dan yang membuat Sungmin
tidak terlalu nyaman, dia tertutup pada orang baru. Tidak menyadari kalau
mereka juga tertutup pada orang baru, membuat sulit pertemanan yang sebenarnya
ingin dijalin. Setelah Baro keluar dari kamar mandi, mereka hanya mengobrol
biasa, seperti yang mereka lakukan beberapa hari yang lalu disini.
“Ah~ aku kangen
Channie,” Baro menyandarkan tubuhnya di sofa.
“Kau benar. Tapi aku
tidak yakin dia benar-benar amnesia,” CNU ikut menyandarkan tubuhnya di sofa.
“Aigoo~ kalau dia
benar-benar amnesia. Sahabat macam apa kita ini..?,” Jinyoung memeluk bantal
yang baru direbutnya dari Baro yang sekarang mencibir kesal. Seharusnya CNU
menambah jumlah bantal disini. Sofanya ada 6 kenapa bantalnya cuma 3?
“Kau kuliah jurusan
apa hyung?,” Baro berusaha mengganti topik saat melihat Sungmin yang
kebingungan dengan apa yang mereka bicarakan.
“Kedokteran.. Tapi
boleh aku tanya siapa Channie?,” Sungmin menatap mereka satu per satu.
“Sahabat kami. Katanya
dia amnesia, namanya Gongchan, Gong Chansik,” Sandeul menjawabnya sambil
mengambil cemilan dan memakannya.
Flashback end..
Sungmin ingat sekarang. Gong Chansik.. nama ini yang
menurutnya janggal. Sungmin berjalan ke arah Baro dan duduk di komputer
sebelahnya lalu tersenyum ke arah Baro.
“Aku bosan. Boleh ikut?,” Sungmin langsung menyalakan
komputer saat Baro mengangguk antusias. Pendekatannya tidak sia-sia. Setelah
bermain beberapa kali, mereka bergabung ke 3 namja lainnya.
“Kau kalah ya?,” CNU menatap ke arah Baro yang mengangguk
sambil langsung duduk. Sedangkan Sungmin duduk di sebelah CNU. Sungmin
tersenyum penuh arti pada CNU, seakan tahu semua rencananya, CNU tersenyum
membalasnya sambil menuangkan bedak di tangan Sungmin selagi Baro tidak
melihat. Mereka mulai berjalan ke arah Baro. Sandeul dan Jinyoung memegang Baro
sedangkan CNU dan Sungmin melumuri wajahnya dengan bedak setelah itu mereka
semua tertawa puas, kecuali Baro yang hanya senyum senyum penuh arti.
“Hyung kau kejam sekali~,” Baro menatap Sungmin yang tertawa
puas.
“Mianhae~,” Sungmin menjawabnya asal sambil terus tertawa.
Baro berjalan menuju toliet, tidak lama kemudian keluar lagi dengan wajah yang
lebih bersihlalu duduk diantara Sandeul dan Jinyoung.
“Boleh aku tanya sesuatu pada kalian?,” Sungmin memulai
pembicaraan.
“Tentu saja. Kau mau bertanya apa, hyung?,” Baro yang duduk
berhadapan dengan Sungmin langsung bertanya balik.
“Aku cuma mau tanya, Gongchan itu siapa?,” semua orang
saling bertatapan, darimana Sungmin tahu nama itu? Terutama Sandeul, dia tidak
pernah menyebut nama Gongchan hari ini.
“Gong Chansik.. anak yang amnesia itu sebenarnya siapa?,”
Sungmin memperjelas pertanyaannya tapi membuat mereka tambah bingung. Orang ini
benar benar bisa meramal?
“Dia sahabat kami dulu. Tapi, semenjak dia amnesia, dia
tidak pernah lagi mau bermain dengan kami. Sifatnya berubah drastis..,”
Jinyoung menjelaskan dengan jelas.
“Dia satu kelas denganku dan Sandeul..,” Baro melanjutkan
perkataan Jinyoung.
“Kami bersahabat dengannya sejak 3 tahun yang lalu,” CNU
melanjutkan lagi sedangkan Sandeul tetap diam, tidak berniat memberitahu
apapun.
“Ah~ mian kalau kalian jadi harus membicarakannya karena
pertanyaanku..,” Sungmin tersenyum ragu.
“Ani.. gwaenchana. Sosialisasimu bagus, hyung. Aku merasa
seperti sudah kenal lama denganmu,” Baro tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya
di sandaran kursi. Tentu saja bagus, Sungmin sudah mengenal mereka sejak 1
bulan yang lalu.
“Gumawo,” Sungmin tersenyum ke arah Baro.
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar