Minggu, 27 Juli 2014

[FF] Stay Away - Part 8


Author                  : Park Je Won

Title                       : Stay Away

Main Cast             : B1A4, Sungmin Suju

Other Cast             : You can find.. :D

Legth                       : Part

Genre                       : Friendship, Family, Brothership

Note                          : Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini asli milik author.

Part 8 : Someone Come Now..

“Sandeul-ah.. kajja,” Baro membuyarkan lamunan Sandeul dan menariknya mengikuti Jinyoung dan CNU dari belakang.

“Gongchan-ah..!,” Jinyoung memanggil Gongchan yang sudah berjarak 5 meter dihadapannya, namja itu berbalik menatap Jinyoung datar.

“Gongchan-ah.. kau tidak mengingat kami?,” CNU mendekat ke sebelah Jinyoung.

“Ani. Aku pergi,” Gongchan berbalik dengan wajah datar.

“Ya! Gong Chansik!!,” kali ini suara Baro yang terdengar, Gongchan membalikkan lagi tubuhnya menatap malas ke arah mereka.

“Kenapa banyak sekali orang yang mengenalku dulu. Menyusahkan saja,” Gongchan berbalik sambil bergumam kesal, meninggalkan 4 orang namja yang masih menatapnya bingung.

“Kurasa dia memang amnesia. Dia melihat semua papan nama teman sekelas, sampai Kim Sonsaengnim,” Baro memecah keheningan diantara mereka.

“Benarkah? Bagaimana bisa..?,” Jinyoung bergumam sambil memperhatikan jam tangannya.

“Kau ada janji?,” CNU yang daritadi melihat Jinyoung memperhatikan jam tangan memandang Jinyoung aneh.

“Jinhee noona menerima tawaran kencanku,” Jinyoung tersenyum senang.

“Jinjja? Cepat pulang sana!,” Baro mendorong Jinyoung.

“Aku duluan, ne?,” Jinyoung melambaikan tangannya sambil berlari menuju rumahnya.

“Annyeong~”

~ ~ ~ ~ ~

“Lee Sandeul..,” seorang namja memanggil Sandeul yang sedang berjalan keluar kafe, berniat membuang sampah di tempat sampah luar kafe. Sandeul membalikkan tubuhnya dan menatap bingung namja di depannya, namja yang mirip dengannya.

“Nuguseyo..?”

“Mwoya? Apa yang kau lakukan disini?,” namja itu terlihat tidak percaya saat melihat Sandeul.

“Jogiyo.. Nuguseyo?,” Sandeul masih menatap aneh namja itu.

“Aku mau bicara denganmu,” namja itu menarik Sandeul kedalam kafe dan duduk di salah satu meja yang kosong. Namja itu menatap sekeliling, pandangannya berhenti saat menatap kalender yang bertuliskan 27 Juni 2014.

“Ck.. tanggal berapa sekarang.. kalender aneh,” namja itu bergumam pelan sedangkan Sandeul  menatap aneh namja di depannya lalu berdiri dengan kesal, namja itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah Sandeul.

“Odiga?,” tanyanya sambil menatap polos ke arah Sandeul sedangkan Sandeul menatapnya kesal.

“Sepertinya kau salah orang. Aku masih banyak kerjaan. Kalau mau pesan panggil pelayan,” Sandeul berbalik lalu berjalan menuju dapur. Sedangkan namja itu memperhatikan Sandeul.

“Dia benar-benar Sandeul..,” namja itu bergumam tidak percaya lalu memesan kopi pada Baro.

“Baro-ya.. Apa Sandeul sakit?,” namja itu bertanya sambil mengembalikan buku menu ke arah Baro. Baro menatapnya bingung, bukannya ini pertemuan pertama dengan namja ini? Kenapa sepertinya namja ini sudah kenal dekat dengannya?

“Ne? Nuguseyo?,” Baro agak menunduk.

“Ck.. aigoo~. Sudahlah.. lupakan. Benarkan saja kalender di kafe ini. Aigoo~,” namja itu menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sedangkan Baro menatap ke arah kalender itu lalu bergantian ke arah jam tangannya. Tidak ada yang salah, namja ini gila ya? Baro menunduk singkat lalu langsung berjalan ke arah kasir, memberikan pesanan pada CNU yang sedang melayani pembeli.

“Hyung.. kau mengenal orang itu?,” Baro bertanya saat pelanggan itu sudah pergi. CNU menoleh ke arah yang ditunjuk dengan mata Baro.

“Ani.. wae?,” CNU menatap bingung ke arah Baro.

“Dia seperti kenal dekat denganku lalu dia juga menyuruhku membenarkan kalender di kafe ini. Apa dia gila?,” Baro menatap ngeri ke arah CNU.

“Entahlah.. lihat saja nanti..,” CNU memberikan pesanan pada Sandeul dari jendela kecil yang menghubungkan dengan dapur. Sementara itu namja itu masih berpikir keras.

“Sepertinya aku pernah mengalami kejadian ini..,” namja itu masih memutar otaknya lalu HP yang berada di dalam sakunya itu bergetar, menandakan ada pesan masuk. Namja itu merogoh sakunya dan mendapatkan benda hitam itu lalu menariknya keluar, mengecek pesan yang masuk. Namja itu mengerutkan dahinya ssat membaca pesan itu. sekali lagi dia merasa pernah membaca pesan seperti ini, dan saat namja itu melihat tanggal masuk pesan ini, ‘27 Juni 2014’.

“27 Juni..?,” gumam namja itu pelan lalu merogoh saku kirinya dan menarik secarik kertas yang ada disana. Namja itu semakin bingung saat menemukan sebuah potongan tiket pesawat yang seingatnya sudah mendarat di tempat sampah apartemennya beberapa hari yang lalu.

Namja itu masih menatap bingung tiket bertuliskan tangan 27 Juni 2014 itu, sedetik kemudian namja itu mendongak, dia ingat ini hari apa dan kapan dia mengalami semua kejadian ini. Tepat sebulan yang lalu, saat tanggal 27 Juni. Dan dia ingat, tanggal terakhir yang dialaminya, 27 Juli tepat sebulan kemudian. Apa mungkin dia kembali ke sebulan yang lalu? Bagaimana mungkin? Dia hampir saja tidak percaya saat melihat Jinyoung menabrak seorang pelanggan sampai menumpahkan kopi pada baju ajussi itu, persis dengan sebulan yang lalu.

“Jweoseonghamnida.. jweoseonghamnida..,” Jinyoung menunduk berkali-kali, beruntung itu kopi dingin, bukan panas.

“Aigoo~ kau ini bagaimana..! Lain kali hati-hati..!,” ajussi itu berdiri lalu kembali ke tempat duduknya dan mengambil baju dari dalam tasnya.

“Maldo andwae..,” gumam namja itu pelan sambil melihat sekeliling kafe. Namja itu langsung berdiri dan berjalan menuju keluar kafe, ke rumahnya dulu.

Beberapa menit menaiki taksi, dia sudah sampai di depan rumah yang terlihat tak terurus itu. dan benar saja, kopernya masih ada di depan pintu, tempat yang dia ingat 1 bulan yang lalu. Namja itu menyeret kopernya dan berjalan menuju ke tempat tinggal Sandeul. Dia masih ingat saat mengajak Sandeul pindah dari one-room super kecil itu yang mungkin belum pernah dialami Sandeul yang sekarang.

~ ~ ~ ~ ~

“Hyung.. aku pulang dulu ya.. gumawo,” Sandeul mengambil uang gajinya hari ini dan berjalan menuju pintu keluar, dia berniat istirahat hari ini. Entah kenapa dia malas ke supermarket hari ini.

Saat sudah ada di depan pintu rumahnya, langkahnya berhenti saat melihat namja itu berdiri di samping pintunya.

“Annyeong.. Aku Lee Sungmin, hyungmu,” namja itu membungkuk sedikit ke arah Sandeul. Sandeul hanya menatap bingung ke arahnya.

“Ne..?,” sekarang Sandeul ingat, perkataan sepupunya itu yang berkata bahwa dia masih punya hyungnya yang dulu pergi.

“Boleh aku masuk?,” Sungmin menunjuk ke arah pintu yang tepat berada disampingnya.

“Bagaimana aku tau kau benar-benar hyung atau bukan?,” Sandeul menatap aneh namja didepannya. Sungmin mengambil sebuah amplop dari dalam tasnya dan memberikannya pada Sandeul.

“Ige mwoya?,” Sandeul menerima dengan ragu, Sungmin memberi kode untuk membukanya. Sandeul membuka dan membaca kertas itu, hasil tes DNA yang menunjukkan anak kandung appa dan eommanya. Jadi namja ini benar-benar kakak kandungnya? Sandeul menatap namja itu datar lalu bergantian menatap kopernya.

“Dari mana?,” Sandeul menatap koper-koper itu bingung.

“Waktu kecil aku pindah ke Jepang dan diurus sahabat appa disana karena kurang biaya. Sekarang aku memutuskan kembali ke Korea setelah mendengar appa dan eomma meninggal..,” Sungmin menerima lagi amplop yang dikembalikan padanya dan memasukkannya ke dalam tas.

“Aku belum sempat mencari tempat tinggal, aku boleh masuk kan?,” Sungmin tersenyum lebar pada Sandeul sedangkan Sandeul mengangguk dan tersenyum ragu. Dia masih tidak percaya hyungnya yang belum pernah dilihatnya itu tiba-tiba muncul. Sebenarnya Sungmin sendiri sengaja tidak menyewa apartemen, berharap dia bisa menjelaskan kejadian yang sebenarnya pada dongsaengnya. Sandeul membuka pintu dan masuk, diikuti hyungnya dari belakang lalu menutup pintu lagi.

Sandeul langsung mengambil salah satu bajunya dan masuk ke kamar mandi sedangkan Sungmin hanya menatapnya bingung lalu duduk di pojok ruangan. Dia masih ingat, sebulan yang lalu dia berjalan memutar one-room ini dan membuka-buka lemari tapi sekarang kepalanya sibuk memikirkan bagaimana dia harus menjelaskan agar tidak dikira gila oleh dongsaengnya. Tidak lama kemudian, Saneul keluar dan berjalan ke arah Sungmin. Sungmin yang tidak menyadarinya masih terus menatap kosong.

“Jogi..,” Sandeul memulai pembicaraan dengan ragu, sedangkan Sungmin yang baru sadar namja itu sudah ada di depannya menjawab dengan bingung.

“N..ne?”

“Appa.. tidak pernah cerita sama sekali kalau aku punya hyung. Kupikir aku anak tunggal. Darimana kau tau kalau kau punya dongsaeng..?,” Sandeul bertanya ragu sambil duduk di depan Sungmin. Sungmin tersenyum, sama persis dengan sebulan yang lalu.

“Tadinya aku marah dengan appa dan eomma yang tidak pernah menghubungiku saat aku di Jepang. Tapi, tepat setengah tahun yang lalu.. appa tiba-tiba menghubungiku dan setelah itu appa dan eomma juga tidak pernah menghubungiku lagi. Kemarin sahabat appa yang merawatku selama ini dapat kabar bahwa appa dan eomma meninggal         , dia memberiku sebuah surat”

“Surat..?,” Sandeul menatap penasaran ke arah hyungnya itu.

“Ne..,” Sungmin merogoh saku jaketnya dan memberikan sebuah kertas pada Sandeul.

‘Sungmin-ah..

Mianhae appa dan eomma terlalu malu untuk menghubungimu setelah menitipkanmu begitu saja pada sahabat appa. Kami bahkan tidak pernah berhubungan denganmu sama sekali, juga tidak pernah melihat fotomu saat dewasa. Tapi, sahabat appa memaksa appa dan eomma untuk melihat fotomu. Kau benar-benar tampan dan mirip dengan adikmu, kami bangga memiliki anak sepertimu.

Sungmin-ah.. mianhae baru memberitahu sekarang. Mungkin saat kau membaca surat ini kami sudah tidak ada. Tapi.. kami menitipkan Sandeul padamu. Dia adik kandungmu, biarpun kami tidak pernah memberitahunya kalau dia punya hyung. Sungmin-ah.. kami tidak tahu harus bagaimana mengucapkan maaf dan terimakasih pada sahabat appa.

Appa dan eommamu’

Sandeul menatap Sungmin tidak percaya, Sungmin hanya tersenyum ke arahnya.

“Tadinya aku bingung bagaimana bisa menemukanmu. Ternyata kau ada di kafe..,” Sandeul tidak merespon apapun, suasana mendadak hening.

“Kau sudah makan?,” Sandeul hanya menggeleng pelan menjawabnya.

“Kajja,” Sungmin berdiri, menandakan dia mengajak Sandeul berdiri dan mengikutinya.

Mereka makan di sebuah kedai ramen pinggir jalan, tempat Sandeul pernah makan bersama Gongchan. Sungmin tetap berusaha mengingat kejadian sebulan yang lalu, sebelum dia menyesali kematian namja yang sedang makan bersamanya sekarang. Entah siapa yang dengan sengaja membunuh namdongsaengnya ini. Yang dia ingat, tanggal 27 Juli namja ini ditemukan meninggal setelah kecelakaan yang diduga kasus pembunuhan. Mungkin dia kembali ke 1 bulan sebelumnya untuk mencari tahu siapa yang membunuh namja ini dan mencegah hal itu. Tempat teriakhir yang diingatnya sebelum dia kembali ke masa lalu ini adalah saat dia membuka pintu apartemennya, mungkin pintu itu berfungsi membalikkan waktu.

Flashback..

Sungmin berjalan lemas ke apartemennya setelah pulang dari rumah sakit. Dongsaengnya yang baru ditemuinya selama sebulan ini meninggal kecelakaan dan itu membuatnya menyesal tidak bisa menepati janji dengan kedua orang tuanya. Kalau ia bisa, ia ingin membalikkan waktu, ia ingin menikmati lagi semua waktunya yang singkat dengan dongsaengnya, waktu mereka berkumpul bersama sahabat Sandeul di kafe, waktu pertama kali pertemuannya dengan Sandeul yang bisa dibilang tidak berjalan dengan lancar karena sifatnya yang tidak terlalu terbuka pada orang baru, dan waktu ia memaksa Sandeul tinggal bersamanya di apartemen.

Sesampainya di apartemen, Sungmin hanya melihat sekeliling apartemen itu. Berharap namja yang sudah pergi meninggalkannya berdiri di hadapannya sambil tersenyum, biarpun dia tau itu sudah mustahil. Pada akhirnya, Sungmin hanya bisa berharap dan menghela napas. Pikirannya benar-benar kacau hari ini. Sungmin duduk di salah satu sofa dan menenggelamkan wajahnya dengan bantal. Selama di rumah sakit, dia mencoba untuk tidak menangis dan dia tidak kuat untuk menahannya lagi. Semua keluarganya sudah pergi meninggalkannya.

Saat Sungmin terbangun, jam sudah menunjukkan pukul 5 sore. Dia tertidur di sofa ini selama 10 jam. Sungmin yang merasa perutnya sakit karena lapar memutuskan keluar apartemen, dia berjalan melewati setiap kedai makanan, entah kakinya membawanya kemana, dia hanya terus berjalan. Tiba-tiba dia berhenti di depan kafe. Kafe ini.. tempat yang paling disukainya. Sungmin menatap bingung sahabat dongsaengnya masih aktif bekerja disini, bukankah seharusnya mereka di rumah sakit? Seingatnya tadi pagi dia disuruh pulang oleh CNU dan Jinyoung. Mereka berjanji untuk terus di rumah sakit kan? Tiba-tiba pandangannya tertuju pada seorang namja yang sedang membawa kantong sampah besar di luar kafe dan namja itu berhasil membuatnya terbelalak kaget, bukankah itu Sandeul?

Flashback end..

“Hyung..,” Sandeul menatap bingung hyungnya yang melamun sambil melambaikan tangannya di depan wajah hyungnya. Sungmin yang baru tersadar langsung bingung.

“O..oh?”

“Kau tidak makan?”

“Ah.. ne,” Sungmin langsung memakan ramennya. Kapan ramen ini datang? Dia tidak menyadarinya. Beberapa menit kemudian, keduanya sudah selesai makan dan berdiri, berjalan kembali ke one-room itu.

“Kau bisa taewondo?,” Sungmin memecah keheningan diantara mereka.

“Ne..,” Sandeul menjawab sambil tersenyum tipis, teringat saat appanya mengajarkannya dan sepupunya taewondo tingkat dasar lalu dilanjutkan kursus taewondo karena keinginannya dalam bidang itu.

“Appa mengajarkanmu?”

“Ne..”

“Appa juga dulu pernah mengajarkanku.. tapi hanya tingkat dasar. Jadi aku hanya bisa sedikit,” Sungmin juga tersenyum teringat appanya mengajarkannya taekwondo dulu.

“Appa juga mengajarkanku tingkat dasar.. Karena aku tertarik, appa membawaku ke tempat kursus..”

“Kalau begitu kau harus ajarkan aku tingkat selanjutnya..!,” Sungmin menatap tidak terima ke arah Sandeul.

“Ne..?,” Sandeul hanya menatapnya bingung.

“Bercanda.. aku tidak terlalu tertarik dengan taekwondo. Aku lebih tertarik dengan kedokteran..”

“Kau dokter..?,” Sandeul menatap tidak percaya ke arah Sungmin. Sungmin menggeleng pelan.

“Iya.. kebetulan aku sudah pindah ke Korea jadi aku akan melayani di rumah sakit di sekitar sini,” Sandeul mengangguk mengerti, entah kenapa dia merasa sedikit beruntung memiliki seorang hyung Dokter. Entah apa yang dilakukan Sungmin sampai bisa jadi dokter di usia semuda itu. Setelah itu keheningan menyapa mereka lagi, Sungmin masih menunggu kehadiran Baro yang sebentar lagi datang.. itupun menurut kejadian yang pernah dialaminya. Tidak lama kemudian, seorang namja bertopi menghampiri Sandeul.

“Sandeul-ah..!”

“Baro-ya.. kenapa kau ada disini?,” Sandeul menatap namja itu bingung. Sedangkan Baro yang baru menyadari keberadaan namja yang dikiranya ‘gila’ ada di sebelah sahabatnya.

“Aku.. mau mengajakmu ke kafe. Tapi.. kau kenal dengannya?,” Baro menatap Sungmin dari atas sampai bawah, sedangkan Sandeul terlihat bingung bagaimana menjelaskannya.

“Annyeong.. aku Lee Sungmin. Hyungnya Sandeul..,” Sungmin mengulurkan tangannya pada Baro.

“Ah~ Annyeonghaseyo.. Baro imnida.. aku sahabatnya Sandeul,” Baro menyambutnya ragu. Sejak kapan Sandeul punya hyung?

“Kau mau ikut?,” Baro bertanya pada Sungmin yang menjawabnya dengan mengangguk pelan.

“Kajja,” mereka lalu berjalan ke arah kafe.

~ ~ ~ ~ ~

“Hyung.. mian..,” Gongchan bergumam lirih sambil memperhatikan fotonya bersama 4 sahabatnya sambil berbaring di tempat tidurnya. Sekarang dia harus berakting amnesia di depan mereka. Jujur, dia sangat merindukan semua temannya, saat mereka bersama-sama rebutan game di rumah Baro, saat kuenya yang gosong dimakan oleh semua hyungnya dengan alasan, ‘ini enak, tinggal dipotong bagian atasnya dan jadi bagus’, dan saat mereka bersama-sama menunggu Sandeul di rumah sakit.

“Bogoshippo.. hyung,” gumamnya lalu menaruh bingkai foto itu dan mulai memejamkan matanya, berusaha tidur dan berharap bertemu hyungnya di dalam mimpi.

~ ~ ~ ~ ~

“Wah~ kalian benar-benar mirip. Kenapa kau tidak pernah bilang kau punya hyung?,” CNU yang memperhatikan Sungmin langsung memberikan minuman sambil bertanya.

“Tadinya aku tidak tau kalau aku punya hyung. Kami baru bertemu hari ini,” Sandeul menjawabnya sambil duduk di salah satu kursi kafe.

“Aku juga baru tahu kemarin kalau aku punya dongsaeng. Jadi aku memutuskan ke Korea hari ini,” Sungmin menjelaskan kejadian yang sebenarnya sudah dia alami sebulan yang lalu.

“Mian.. tapi, umur hyung berapa?,” Jinyoung yang merasa tidak pernah melihat Jinyoung dari kecil bertanya sambil menatap Sungmin bingung.

“21 tahun..,” semua orang mengerjap tidak percaya.

“Kupikir hyung 16 tahun..,” Baro yang masih tidak percaya menatap heran ke wajah Sungmin yang memang seperti anak-anak itu, Sungmin hanya tersenyum menanggapinya.

“Kafemu belum tutup? Bukannya ini sudah malam?,” Sungmin menatap sekeliling kafe. Jam juga sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Semuanya saling berpandangan. Kafe ini sudah tutup, tadinya mereka ingin bertemu di ruang rahasianya CNU hanya untuk bermain bersama. Tapi mendapar SMS dari Baro ada hyungnya Sandeul, CNU dan Jinyoung langsung keluar dan duduk di salah satu pojok kafe dan menyalakan lagi lampunya.

“Kami sering bermain disini saat malam,” Jinyoung menjawab ragu. Sungmin hanya tersenyum, dia sudah tahu jawabannya, sekali lagi, memori itu menyapa ingatannya.

Flashback..

“Kafemu buka sampai malam ya?,” Sungmin yang masih belum terbiasa dengan sahabat-sahabat Sandeul tersenyum ragu mendapati kafe ini masih menyala terang.

“Kami sering bermain disini saat malam,” Jinyoung membalasnya ragu, Sungmin tersenyum bingung. Apa tidak takut terjadi hal yang tidak diinginkan?

“A..aku mau minum sebentar,” Baro berjalan menuju dapur. Tanpa disengaja saat dia melewati lukisan besar itu, kakinya terpeleset dan membuatnya jatuh ke arah lukisan itu. Sekarang pintu itu terbuka lebar, membuat semua orang disana bisa melihat ruangan terang berisi tangga didalamnya.

Flashback end..

“Maaf kalau aku lancang..,” Sungmin berdiri dari tempat duduknya menuju ke sebuah lukisan besar. Semua orang menatap bingung ke arah Sungmin.

“Tapi aku bisa tau kejadian sebulan mendatang..,” Sungmin mendorong lukisan itu, membuat 4 namja disana menatap Sungmin tidak percaya. Ruangan terang yang lampunya tadi lupa dimatikan oleh CNU itu terbuka. Sungmin berharap sifat kaku dulu saat bertemu dengan sahabatnya Sandeul yang menghambat pertemanan mereka tidak terulang. Dia sudah lebih mengenal mereka, lebih mudah untuknya mendekatkan diri dan mencari tahu masalah dongsaengnya yang kemungkinan membuat dongsaengnya kecelakaan.

“Kau.. peramal..?!,” Baro yang masih tidak percaya mengeluarkan kata-kata itu tanpa sadar.

“Ani.. Aku hanya tau beberapa hal dan hanya 1 bulan mendatang,” Sungmin tersenyum pada mereka, perlahan mereka mendekat ke arah Sungmin, kecuali CNU. CNU berjalan ke arah saklar dan mematikan lampu kafe, tidak lupa menguncinya.

“Kajja,” CNU mengajak mereka masuk.

“Mian.. aku boleh ikut?,” Sungmin menunjuk dirinya, tidak ingin terlihat lebih lancang dari yang tadi. Anggukan pasti dari CNU membuatnya tersenyum lebar. Mereka mulai memasuki ruangan itu dan menutup lagi lukisannya lalu berjalan menuruni tangga.

“Mian.. tadinya karena baru mengenalmu kami tidak membawa kalian ke ruangan ini. Tapi, setelah lebih mengenalmu, Kurasa kau bukan orang jahat.. Selamat datang di ruangan rahasia kami, hyung,” CNU tersenyum ke arahnya dan Sungmin juga tersenyum. Senyuman yang langsung membuat CNU teringat Sandeul. Mereka benar-benar mirip. Mereka sampai di depan pintu, CNU membukanya.

“Seleramu unik ya. Bagus..,” Sungmin yang sebenarnya sudah tau ruangan itu berpura-pura terkejut.

“Kajja. Aku mau main,” Baro berjalan di depan, diikuti CNU, Jinyoung, Sandeul, dan Sungmin. Baro langsung duduk di depan komputer, bersiap bermain. Tapi tidak ada yang duduk di komputer sebelahnya, dia hanya memutuskan bermain sendiri. Jinyoung dan CNU pergi ke dapur yang mungkin mencari cemilan. Sandeul hanya memainkan ponselnya, sedangkan hyungnya duduk sambil berpikir, menggali pikirannya sebulan yang lalu, mencoba menemukan petunjuk apapun itu, berusaha mengingat nama seseorang yang menurutnya janggal.

Flashback..

Sungmin dan Baro yang baru selesai bermain game bergabung ke CNU, Jinyoung, dan Sandeul yang duduk di sofa sambil memakan cemilan.

“Siapa yang menang?,” CNU bertanya sambil menyembunyikan bedak di belakang tubuhnya.

“Aku kalah..,” ucap Baro sambil duduk di sofa yang kosong. CNU, Jinyoung, dan Baro saling berpandangan lalu mengangguk. Baro yang tidak menyadari apapun hanya duduk sambil bersandar.

“Mwoya?,” Baro yang merasa aneh tiba-tiba mereka kecuali Sungmin mendekat ke arahnya langsung menatap mereka bingung. CNU yang memegang bedak langsung membuat wajah Baro dipenuhi bedak, Sandeul dan Jinyoung memegang tangn Baro dan pada akhirnya Baro hanya bisa tersenyum, entah kenapa dia tidak bisa kesal dengan tingkah aneh sahabatnya.

“Hahaha!,” mereka semua hanya bisa tertawa melihatnya sedangkan Baro berjalan sambil tersenyum menahan tawa ke arah toilet. Benar-benar orang ini, dan yang membuat Sungmin tidak terlalu nyaman, dia tertutup pada orang baru. Tidak menyadari kalau mereka juga tertutup pada orang baru, membuat sulit pertemanan yang sebenarnya ingin dijalin. Setelah Baro keluar dari kamar mandi, mereka hanya mengobrol biasa, seperti yang mereka lakukan beberapa hari yang lalu disini.

“Ah~ aku kangen Channie,” Baro menyandarkan tubuhnya di sofa.

“Kau benar. Tapi aku tidak yakin dia benar-benar amnesia,” CNU ikut menyandarkan tubuhnya di sofa.

“Aigoo~ kalau dia benar-benar amnesia. Sahabat macam apa kita ini..?,” Jinyoung memeluk bantal yang baru direbutnya dari Baro yang sekarang mencibir kesal. Seharusnya CNU menambah jumlah bantal disini. Sofanya ada 6 kenapa bantalnya cuma 3?

“Kau kuliah jurusan apa hyung?,” Baro berusaha mengganti topik saat melihat Sungmin yang kebingungan dengan apa yang mereka bicarakan.

“Kedokteran.. Tapi boleh aku tanya siapa Channie?,” Sungmin menatap mereka satu per satu.

“Sahabat kami. Katanya dia amnesia, namanya Gongchan, Gong Chansik,” Sandeul menjawabnya sambil mengambil cemilan dan memakannya.

Flashback end..

Sungmin ingat sekarang. Gong Chansik.. nama ini yang menurutnya janggal. Sungmin berjalan ke arah Baro dan duduk di komputer sebelahnya lalu tersenyum ke arah Baro.

“Aku bosan. Boleh ikut?,” Sungmin langsung menyalakan komputer saat Baro mengangguk antusias. Pendekatannya tidak sia-sia. Setelah bermain beberapa kali, mereka bergabung ke 3 namja lainnya.

“Kau kalah ya?,” CNU menatap ke arah Baro yang mengangguk sambil langsung duduk. Sedangkan Sungmin duduk di sebelah CNU. Sungmin tersenyum penuh arti pada CNU, seakan tahu semua rencananya, CNU tersenyum membalasnya sambil menuangkan bedak di tangan Sungmin selagi Baro tidak melihat. Mereka mulai berjalan ke arah Baro. Sandeul dan Jinyoung memegang Baro sedangkan CNU dan Sungmin melumuri wajahnya dengan bedak setelah itu mereka semua tertawa puas, kecuali Baro yang hanya senyum senyum penuh arti.

“Hyung kau kejam sekali~,” Baro menatap Sungmin yang tertawa puas.

“Mianhae~,” Sungmin menjawabnya asal sambil terus tertawa. Baro berjalan menuju toliet, tidak lama kemudian keluar lagi dengan wajah yang lebih bersihlalu duduk diantara Sandeul dan Jinyoung.

“Boleh aku tanya sesuatu pada kalian?,” Sungmin memulai pembicaraan.

“Tentu saja. Kau mau bertanya apa, hyung?,” Baro yang duduk berhadapan dengan Sungmin langsung bertanya balik.

“Aku cuma mau tanya, Gongchan itu siapa?,” semua orang saling bertatapan, darimana Sungmin tahu nama itu? Terutama Sandeul, dia tidak pernah menyebut nama Gongchan hari ini.

“Gong Chansik.. anak yang amnesia itu sebenarnya siapa?,” Sungmin memperjelas pertanyaannya tapi membuat mereka tambah bingung. Orang ini benar benar bisa meramal?

“Dia sahabat kami dulu. Tapi, semenjak dia amnesia, dia tidak pernah lagi mau bermain dengan kami. Sifatnya berubah drastis..,” Jinyoung menjelaskan  dengan jelas.

“Dia satu kelas denganku dan Sandeul..,” Baro melanjutkan perkataan Jinyoung.

“Kami bersahabat dengannya sejak 3 tahun yang lalu,” CNU melanjutkan lagi sedangkan Sandeul tetap diam, tidak berniat memberitahu apapun.

“Ah~ mian kalau kalian jadi harus membicarakannya karena pertanyaanku..,” Sungmin tersenyum ragu.

“Ani.. gwaenchana. Sosialisasimu bagus, hyung. Aku merasa seperti sudah kenal lama denganmu,” Baro tersenyum sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Tentu saja bagus, Sungmin sudah mengenal mereka sejak 1 bulan yang lalu.

“Gumawo,” Sungmin tersenyum ke arah Baro.


To Be Continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar