Author :
Park Je Won
Title :
Stay Away
Main Cast :
B1A4, Sungmin Suju
Other Cast :
You can find.. :D
Legth :
Part
Genre :
Friendship, Family, Brothership
Note :
Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan
otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini
asli milik author.
Part 9 : Sungmin’s Mission
“Datang lagi ya hyung..!!,” Baro melambaikan tangannya pada
Sungmin dan Sandeul yang sudah berjalan agak jauh dari kafe.
“Lain kali coba kalahkan aku!!,” Sungmin juga melambaikan
tangannya lalu lanjut berjalan.
“Sungmin hyung orang yang unik. Dia benar-benar bisa menebak
yang akan terjadi..,” CNU bergumam saat Sandeul dan Sungmin sudah tidak
terlihat lagi.
“Ne.. aku suka kepribadiannya,” Jinyoung menambahkan.
“Benar-benar seperti anak kembar..,” lanjut Baro. Sedangkan
Sandeul dan Sungmin yang sudah berjalan jauh itu masih hening.
“Sandeul-ah.. besok kau mau ikut aku ke apartemen kan?
Tinggallah bersamaku disana,” Sungmin memecah keheningan diantara mereka.
“Ne?,” Sandeul menatap Sungmin heran. Sungmin teringat
kejadiannya memaksa Sandeul untuk datang ke apartemen dan tinggal bersamanya
dulu dan hanya ada satu alasan yang bisa diterima dongsaengnya itu dan alasan
utamanya mengajak Sandeul tinggal di apartemen yang sudah dipesannya dari
kemarin, sebelum keberangkatannya ke Seoul.
“Aku merasa bersalah pada appa dan eomma. Lagipula mereka
yang menitipkanmu padaku.. tempat tinggal saja tidak bisa, bagaimana aku
menjagamu? Lakukan sesuai kata-kata appa dan eomma saja. Aku yakin mereka juga
tidak rela kau tinggal disana,” Sandeul terlihat berpikir, tidak lama kemudian
namja itu mengangguk pelan, menandakan tanda setuju pada hyungnya yang langsung
tersenyum senang.
“Besok pagi kau siapkan barang-barangmu. Siangnya kita
langsung pindah..,” Sungmin mempercepat langkahnya, mengingat jarum yang baru
dilihatnya pada jam tangannya itu menunjukkan pukul 12 malam.
~ ~ ~ ~ ~
“Hyung.. apa ini tidak berlebihan?,” Sandeul memperhatikan
sekeliling apartemennya.
“Gwaenchana.. ini penghargaan dari rumah sakit karena aku
sering memecahkan masalah dengan benar jadi ini gratis.. untuk 5 tahun,”
Sungmin manaruh kopernya di ruang tengah apartemen. Apartemen yang memang
sangat mewah itu.
“Wah~ sepertinya kau jenius,” Sandeul juga ikut membawa
barangnyaa.
“Ada 2 kamar. Kau mau yang mana?,” Sungmin memperhatikan 2
pintu kamar yang terbuka lebar.
“Sama saja. Terserah hyung mau yang mana,” Sandeul menjawab
sambil tersenyum. Tiba-tiba ponsel Sungmin berbunyi nyaring, panggilan dari
rumah sakit.
“Ne.. Sungmin imnida”
“Ah~ sekarang? Wae?”
“Ajussi kritis..?!”
“Aku akan datang dalam 10 menit. Siapkan ruang operasinya,”
Sungmin langsung menutup teleponnya.
“Sandeul-ah.. mian aku harus ke rumah sakit sekarang.. Kau
tempati kamar yang disana saja. Aku pergi!,” Sungmin menunjuk ke arah kamar di
sebelah kanannya lalu langsung berlari keluar apartemen. Sepertinya hyungnya
harus pergi menyelamatkan nyawa seseorang yang kritis. Sandeul hanya menatap
bingung ke arah pintu apartemen mewah yang sudah tertutp rapat lalu mengalihkan
pandangannya menuju kamar yang tadi ditunjuk Sungmin dan mulai memasukinya.
~ ~ ~ ~ ~
“Kau datang?,” CNU menyambut kedatangan Sandeul dengan
senyumnya di balik meja kasir.
“Ne..”
“Kau pindah ya? Dari kemarin kau datang dari lain arah..,”
Jinyoung bertanya sambil mengambil minuman dan melatakkannya di nampan yang
dipegangnya.
“Ah~ aku belum membertahu kalian ya? Seminggu yang lalu aku
pindah ke apartemen Sungmin hyung,” Sandeul menjawabnya sambil berjalan menuju
ruang ganti.
“Sandeul-ah~ Sungmin hyung itu dokter ya? Kemarin aku
bertemu dengannya di rumah sakit dengan.. appanya Gongchan,” Baro tiba-tiba
berdiri menghalangi jalan Sandeul.
“Appanya Gongchan? Gong Hyukmin?,” Sandeul mengerutkan
alisnya.
“Ne.. tapi ajussi itu duduk di kursi roda. Sepertinya dia
pasiennya Sungmin hyung..,” Sandeul mengangguk mengerti. Jadi panggilan darurat
operasi yang diterima hyungnya seminggu yang lalu itu untuk appanya Gongchan?
“Sandeul-ah.. kau sudah berdamai dengan ajussi?”
“Sudah.. tidak ada masalah apapun lagi..,” Baro pergi sambil
menganggukkan kepalanya sedikit.
“Sepertinya,” Sandeul bergumam pelan. Dia masih tidak yakin
ajussi itu sudah berhenti mengusik hidupnya.
~ ~ ~ ~ ~
Sungmin memasuki kamar Sandeul dan duduk di sebelah
dongsaengnya.
“Sandeul-ah.. boleh aku bertanya sesuatu?,” Sungmin bertanya
hati-hati.
“Tentu saja,” Sandeul terus duduk sambil memperhatikan
hyungnya.
“Boleh aku bertanya masalahmu dengan Gongchan? Atau..
keluarganya?”
“Gongchan? Bagaimana kau tahu aku ada masalah dengan
keluarganya?,” Sandeul menatap bingung hyungnya.
“Sudah kubilang aku tahu kejadian yang akan datang, apa
masalahmu?”
“Gongchan.. sebenarnya dia adik tiri kita. Karena ekonomi
keluarga kritis saat aku lahir, eomma menikah dengan appanya. Saat appanya tahu
kalau eomma hanya mempermainkannya, appanya Gongchan marah karena eomma kabur
setelah melahirkan Gongchan,” Sungmin menatap tidak percaya pada Sandeul.
Eommanya sampai berbuat seperti itu hanya untuk keluarga mereka?
“Begitu ya.. Aku keluar dulu ya. Jangan tidur terlalu
malam,” Sungmin tersenyum lalu pergi keluar meninggalkan Sandeul. Entah kenapa
dia ingin melihat wajah appanya Gongchan. Apa yang membunuh dongsaengnya
tanggal 27 Juli itu appanya Gongchan karena dendam? Saat pikirannya sibuk
memikirkan hal itu, dia dapat telepon lagi, dari rumah sakit. Biasanya ajussi
pasien itu keadaannya kritis kalau rumah sakit sampai menelepon dengan tanda
darurat seperti itu.
“Ini aku”
“Mwo?!”
“Arasseo.. aku akan kesana sekarang”
Benar dugaannya, ajussi yang sudah menjadi pasiennya selama
2 minggu terakhir itu drop lagi. Jantung buatan yang sudah berumur 5 tahun itu
sudah habis masa waktunya.
~ ~ ~ ~ ~
“Appa..,” Gongchan memanggil appanya yang masih terbaring
lemah di rumah sakit.
“Kenapa kau disini? Kau satu-satunya harapanku untuk
perusahaan dan Minwoo. Pulanglah..,” ajussi itu menjawab dingin, sama dengan
tatapan anaknya yang dingin.
“Appa. Aku tidak bisa lagi..”
“M..mwo?”
“Aku.. tidak bisa berpura-pura lagi untuk tidak mengenalnya.
Biar bagaimanapun dia itu hyungku. Appa.. jeongmal mianhae,” Gongchan
menundukkan kepalanya, merasa bersalah mengatakan hal ini dalam keadaan ayahnya
yang seperti sekarang.
“Appa hanya melakukan yang terbaik. Appa benar-benar tidak
bisa melupakan dendam appa,” Appanya Gongchan hanya menatap tajam ke arah
Gongchan.
“Appa.. Tapi aku benar-benar tidak bisa.. Sandeul hyung
benar-benar dekat denganku,” Gongchan masih menundukkan kepalanya.
“Lebih baik kau pergi sekarang dan pikirkan keputusanmu itu.
Bukankah kau sendiri yang meminta kesempatan hidup untuk bocah itu?,” Appanya
Gongchan hanya menahan amarahnya. Entah apa yang membuatnya benar-benar dendam
dengan keluarga Lee. Gongchan hanya berjalan keluar dari kamar itu. dia masih
ingat persis perjanjiannya dengan appanya. Perjanjian yang mempertaruhkan nyawa
hyungnya itu.
“Ah.. jweoseonghamnida,” saat Gongchan membuka pintu, dia
hampir bertabrakan dengan seorang dokter yang akan masuk ke ruangan appanya.
“Jweseonghamnida,” dokter itu juga sedikit membungkukkan
tubuhnya, meminta maaf. Gongchan sempat kaget saat melihat wajah dokter itu.
Benar-benar mirip dengan Sandeul. Apa dokter itu yang mengurus appanya? Gongchan
memutuskan untuk pulang, biar bagaimanapun lebih baik dia tetap dengan
aktingnya dan Sandeul hidup dengan tenang. Mungkin itu yang terbaik.
“Anakmu?,” dokter muda itu bertanya saat pintu sudah
tertutup rapat. Ajussi yang ditanya hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaan
dokternya.
“Kalau sakit akan ku ambilkan obat. Sakit tidak?,” dokter
yang sudah mengurus ajussi 3 minggu terakhir ini bersiap berjalan keluar,
mengambil obat bius.
“Tidak usah. Aku sudah tua, tidak terlalu sakit,” ajussi itu
menjawab sambil sedikit bercanda.
“Ajussi.. Ada hal yang ingin kau lakukan? Maksudku sebelum
kau.. ehm,” dokter itu merasa sedikit tidak enak menanyakan dengan jelas. Tapi
ini harus dilakukan setiap dokter pada pasiennya yang sudah kritis.
“Entahlah.. mungkin aku akan masuk neraka. Tapi aku masih sangat
dendam dengan wanita itu. Wanita itu menghianatiku dan anak itu dekat dengan
anakku. Aku benar-benar ingin menghilangkan anak itu dari bumi,” dokter itu
sedikit terkejut dengan perkataan pasiennya, entah kenapa tiba-tiba dia
teringat dengan cerita dongsaengnya seminggu yang lalu.
“Ah~ kau.. punya dendam? Boleh kutahu siapa nama anakmu? Dia
sangat tampan. Mirip denganmu,” doter itu masih berusaha tersenyum, menutupi
kepanikan yang ada di otaknya.
“Benarkah? Namanya Gongchan.. Gong Chansik,” Sungmin sedikit
terkejut mendengarnya. Jadi selama ini dia merawat orang yang membunuh adiknya
sendiri? Kenapa dia baru menyadarinya sekarang?
“Ah~ nama yang bagus..,” Sungmin tersenyum pada ajussi itu.
“Ajussi istirahatlah. Aku keluar dulu, kalau ada apa-apa
panggil saja,” Sungmin menunduk singkat lalu beranjak dari ruang serba putih
itu.
“Sandeul-ah.. mianhae, jeongmal mianhae,” Sungmin bergumam
pelan sambil berjalan memasuki ruangannya.
~ ~ ~ ~ ~
Sungmin berlari menuju ruang operasi. Ajussi itu sudah
semakin kritis. Entah bagaimana lagi menyelamatkan nyawanya, otak pintarnya
masih berkutat memikirkan hal itu. Akhirnya dia sampai di ruang operasi dan
langsung memulai operasi.
4 jam sudah terlewati, melebihi waktu operasi yang
seharusnya hanya 3 jam. Gongchan yang menunggu diluar tertidur dengan pulas di
kursi.
“Tidak bisa.. Dokter, ini sudah tidak ada harapan sama
sekali,” asistennya bersiap menyerah melihat garis lurus yang tetap ada di
layar, mereka semua sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi kehendak Tuhan
berkata lain. Ajussi yang sudah menjadi pasiennya selama sebulan ini sudah
tidak bisa diselamatkan.
“Andwae.. ajussi.. jebal..,” baru kali ini Sungmin
kehilangan nyawa pasiennya. Biarpun ajussi ini pembunuh adiknya, ajussi ini
tetap pasiennya. Dan dia sudah bersumpah menyembuhkan semua pasiennya tanpa
membawa masalah pribadinya. Dia teringat pembicaraannya dengan ajussi itu
semalam.
Flashback..
“Ajussi..
gwaenchana?,” dokter itu memasuki kamar pasiennya setelah melihat hasil
pemeriksaan yang menunjukkan keadaan ajussi itu semakin kritis.
“Gwaenchana. Lagipula
aku ingin cepat pergi dari sini..”
“Ajussi. Jangan bicara
begitu.. anakmu masih membutuhkanmu..,” Sungmin mendekatkan kursinya ke tempat
tidur ajussi itu.
“Tentang dendam yang
kau beritahuku seminggu yang lalu.. itu dendam dengan keluarga Lee?,” Sungmin
bertanya dengan ragu.
“Ne. Bagaimana kau
tahu?,” ajussi itu memandang Sungmin heran.
“Aku.. Lee Sungmin,
hyung kandung Lee Sandeul,” Sungmin tersenyum pelan.
“Mwo?!,” ajussi itu
terlihat terkejut.
“Kau bisa melepas
dendam itu? Biar bagaimanapun Sandeul tidak bersalah”
“Aku.. tidak bisa. Dia
dekat dengan Gongchan.. aku tidak bisa membiarkannya masuk ke kehidupan kami
lagi. Mianhae, Sungmin-ssi,” ajussi itu menjawab dengan tenang.
“Baiklah. Lupakan
pembicaraan barusan, disini aku dokter dan aku sudah bersumpah untuk
menyembuhkan semua pasienku tanpa membawa masalah pribadiku. Aku permisi dulu,”
Sungmin tersenyum lalu beranjak keluar dari ruangan itu.
Flashback end..
“Hari ini, 26 Juli 2014, pukul 22.16 Gong Hyukmin pergi..,”
perkataan asistennya membuatnya tersadar.
“Mwo?! 26 Juli?!,” Sungmin yang masih terkejut mendengar
tanggal hari ini langsung melihat jam, 22.16.. Sandeul.. Dongsaengnya.. kecelakaannya
malam kan? Asistennya mengangguk bingung, Sungmin langsung melepas pakaian
operasi dan memberikannya pada salah satu suster, sekarang semua orang
memandang bingung ke arahnya.
“Dokter.. pengumuman..,” asistennya memanggilnya lagi.
“Kau saja yang beritahu Gongchan!!,” setelah berkata begitu,
Sungmin langsung berlari keluar rumah sakit.
“Pabo! Bagaimana kau lupa hari penting seperti ini!! Lee
Sungmin pabo!!,” Sungmin terus berlari menuju daerah kecelakaan dongsaengnya.
“Sandeul-ah.. jebal.. jebal..,” Sungmin terus bergumam
sepanjang perjalanannya. Setelah 5 menit, akhirnya dia sampai di tempat itu.
Tepat dugaannya, Sandeul ada disana, sekitar 10 meter dibelakangnya sebuah
mobil melaju dengan kencang. Sungmin yang melihat hal itu langsung berlari
secepat mungkin dan menarik tangan Sandeul lalu memeluknya. Sungmin melihat
namja itu, wajah namja itu.. anak buah Gong Hyukmin yang pernah dilihatnya di
rumah sakit. Sandeul yang menyadari nafas hyungnya yang tidak beraturan
ditambah jas dokter yang masih digunakan namja itu hanya menghela napas. Entah
apa yang akan terjadi kalau hyungnya tidak datang sekarang.
“Hyung..,” Sandeul yang masih bingung hanya bergumam pelan.
Sedangkan Sungmin tersenyum senang.
“Sandeul-ah.. misiku berhasil. Kau selamat, Lee Sandeul..,”
Sungmin bicara sambil sesekali mengatur napasnya lalu melepas pelukannya dan
menatap senang dongsaengnya.
“Hyung..”
“Gwaenchana?,” Sungmin membolak-balikkan tubuh dongsaengnya.
“G..gwaenchana,” Sandeul yang masih mencerna kejadian
barusan hanya mengangguk ragu.
“Eomma.. appa.. aku berhasil,” gumam Sungmin pelan sambil
terus tersenyum. Setidaknya pengorbanannya yang berlari 4 km dalam 10 menit
tidak sia-sia.
“Hyung.. aku.. masih tidak mengerti,” Sandeul menatap
bingung hyungnya.
“Kajja. Aku meninggalkan pekerjaanku untuk berlari kesini.
Akan kujelaskan di perjalanan,” Sungmin mengajak Sandeul ke rumah sakit.
Sandeul mengikutinya dengan ragu.
“Aku.. kembali dari tanggal 27 Juli ke 27 Juni..,” Sungmin
memecah keheningan diantara mereka. Sandeul menatap ke arahnya, meminta
penjelasan lebih lanjut.
“Maaf saja, tapi.. tanggal 27 Juli dulu kau ditemukan
meninggal karena kecelakaan yang diduga kasus pembunuhan,” Sandeul menatap
tidak percaya pada hyungnya.
“Saat aku mendengarnya, aku benar-benar merasa bersalah dan
tidak berguna. Tapi, tiba-tiba saat sore aku pergi ke kafe dan menemukanmu
sedang membuang sampah. Kau ingat?,” Sandeul mengangguk ragu menjawabnya.
“Kupikir aku bermimpi atau menghayal. Saat aku melihat
tanggal pada kalendar kafe CNU, kukira kalendarnya tidak pernah dibalik dan aku
menyuruh Baro. Tapi setelah itu aku menemukan tiket pesawatku. Semenjak itu aku
tahu kalau aku kembali ke masa lalu, mungkin untuk mengubah takdirmu, seperti
di drama God’s Gift ya..? Aku tahu ini tidak masuk akal, malah sangat tidak
masuk akal. Tapi ini benar-benar terjadi padaku,” Sungmin menghela napas berat.
Mungkin Sandeul mengiranya gila mengatakan hal ini.
“Gumawo,” Sandeul menjawabnya pelan, Sungmin mendongakkan
kepalanya ke arah Sandeul.
“Gumawo sudah kembali dan menyelamatkanku,” Sandeul
melanjutkan perkataannya sambil tersenyum ke arah Sungmin.
“Kau percaya..?,” Sungmin menatap Sandeul tidak percaya.
“Apa ada yang tidak mungkin? Tentu saja aku percaya..,”
Sandeul menatap balik hyungnya yang tersenyum ke arahnya.
“Kau baru pulang?,” Sungmin yang melihat Sandeul masih
lengkap dengan seragamnya menatap bingung ke arah dongsaengnya itu. Setahunya
Sandeul tidak suka pulang malam dari sekolah.
“Ne.. tadi ada acara..,” Sandeul menjawab sambil membenarkan
posisi tas ranselnya.
~ ~ ~ ~ ~
Gongchan yang baru mendengar kabar appanya meninggal masih
berdiri di tempatnya, tidak bergerak sedikitpun.
“Gongchan-ssi.. kau mau melihat appamu untuk yang terakhir
kalinya?,” asisten dokter itu kembali menanyakan hal yang sama seperti setengah
jam yang lalu. Sedangkan Gongchan, namja yang ditanya masih tetap memandang
kosong ke arah lantai yang dipijaknya. Tidak ada rasa lelah sama sekali, tidak
ada rasa pegal sama sekali. Dia hanya merasa kosong.. appanya sudah pergi..
eommanya juga sudah pergi. Seperti inikah yang dirasakan Sandeul saat kedua
orangtuanya dibunuh tepat dihadapannya?
“Gongchan-ssi..,” tiba-tiba Sungmin datang dengan Sandeul
dibelakangnya.
“Gongchan-ah..,” Sandeul yang juga datang bersama Sungmin
langsung menghampiri Gongchan dan memeluknya.
“Chan-ah.. menangislah kalau kau mau menangis..,” Sandeul
melepas pelukannya, dia teringat saat orangtuanya meninggal dulu.
“Sandeul hyung.. mianhae.. jeongmal mianhae,” Gongchan
bergumam pelan.
“Gwaenchana.. Chan-ah.. kau tidak mau melihat appamu? Kajja,”
Sandeul langsung menarik tangan Gongchan memasuki ruangan itu.
“Dokter Lee..! Kau darimana saja?,” asisten dokter itu
protes saat Sungmin tiba-tiba berlari dan meninggalkannya untuk memberitahu
kabar buruk pada anak pasien.
“Mian, aku pergi menyelamatkan nyawa dongsaengku,” Sungmin
menjawab dengan enteng.
“Dongsaengmu?,” asisten itu menunjuk ke arah ruangan itu,
bertanya anak yang barusan memeluk Gongchan itu dongsaengnya?
“Ne.. Namanya Sandeul,” Sungmin menjawab sambil duduk di
salah satu kursi.
“Pantas mirip sekali denganmu.. Ah ne, jangan lupa masih ada
pasien lain,” asisten dokter itu pergi meninggalkan Sungmin yang lebih memilih
beristirahat disini.
~ ~ ~ ~ ~
“Hyung.. mianhae,” Gongchan bergumam pelan saat mereka
keluar dari kamar appanya yang sudah meninggal beberapa jam yang lalu.
“Hm? Tentang amnesiamu itu? Gwaenchana.. aku sudah
menduganya,” Sandeul menjawabnya sambil terus menatap lurus ke ujung koridor
rumah sakit ini.
“Appa menjadikan itu persyaratan agar kau tetap hidup,”
suara Gongchan sedikit bergetar, dan Sandeul menyadari akan hal itu.
“Arasseo. Tidak usah kau jelaskan.. aku sudah mengerti,”
Sandeul menjawabnya sambil terus menatap lurus, entah apa yang dilihatnya.
“Kupikir.. aku akan bisa melakukannya sampai bertahun-tahun.
Nyatanya.. baru beberapa minggu sudah tidak kuat. Dan appa terus memaksaku
melakukannya.. mianhae, hyung,” Gongchan masih terus melanjutkan perkataannya
dan hal itu membuat Sandeul menghela napas keras.
“Geumanhae, Chan-ah..,” Sandeul bergumam pelan sambil
memasukkan tangannya pada jas sekolahnya. Kali ini Gongchan mendengarkannya,
dia sudah berhenti mengoceh.
“Hyung.. orang yang tadi bersamamu, bagaimana kau tahu kalau
itu dokter yang merawat appa selama sebulan ini?,” Gongchan teringat namja yang
datang bersama Sandeul beberapa menit yang lalu. Sandeul kaget dan menatap
Gongchan bingung.
“Apa maksudmu? Dokter appamu? Nugu? Sungmin hyung?,” Sandeul
menatap tidak percaya ke arah Gongchan yang mengangguk ragu.
~ ~ ~ ~ ~
Sungmin yang baru selesai dengan semua pasiennya, berencana
pulang ke apartemennya secepatnya. Dia tidak menyangka akan pulang selarut ini,
seharusnya dia memilih sift malam saja hari ini, berhubung misinya yang sudah
berhasil, sangat berhasil malah. Sungmin terus berjalan menyusuri lorong rumah
sakit yang sudah mulai sepi sambil membawa tasnya dan sesekali melihat
sekeliling. Satu kata untuk namja ini, bodoh.. apa dongsaengnya masih
menunggunya setelah 4 jam berlalu? Terlebih hanya sekedar untuk pulang ke
apartemen bersama. Padalah tadi sudah ada Gongchan yang kemungkinan besar
pulang bersama Sandeul. Tapi, tiba-tiba langkah namja ini berhenti, di ujung
sana ada seorang anak yang dicarinya dari tadi. Sungmin menatap tidak percaya
ke arah Sandeul yang sudah tertidur pulas di salah satu kursi di ujung lorong.
Bocah ini masih menunggunya.
“Sandeul-ah,” Sungmin berjalan pelan mendekati dongsaengnya
yang masih tidak bergerak.
“Lee Sandeul,” kali ini dia mengeraskan suaranya saat sudah
berdiri tepat di depan dongsaengnya.
“Oh?,” Sandeul yang baru terbangun langsung berdiri dan
menatap hyungnya bingung.
“Ah.. kau sudah selesai, hyung?,” namja itu melanjutkan
perkataannya sambil berdiri, menatap hyungnya dengan mata merahnya sambil
setengah sadar, terlihat jelas namja ini masih sangat mengantuk dan ingin tidur
biarpun sambil berjalan.
“Kau masih menungguku?,” Sungmin tersenyum lega sekaligus
kawatir menatap dongsaengnya.
“Ayo pulang,” hanya itu yang keluar dari mulut Sandeul dan
berjalan mendahului Sungmin yang menatapnya heran. Tidak biasanya anak itu
seperti ini.
Sedangkan selama perjalanan menuju apartemen mereka yang
hanya berjarak beberapa bangunan Sandeul tetap diam, sekalipun Sungmin
mengajaknya bicara, Sandeul hanya tersenyum sebentar dan menjawab dengan
mengangguk atau menggeleng. Hanya itu.
“Wae geurae? Kau sakit?,” ini sudah ketiga kalinya Sungmin
bertanya hal itu pada Sandeul dan respon Sandeul sama, tersenyum lalu
menggeleng pelan. Sungmin hanya menghela napas, sedikit bingung dengan
Dongsaengnya. Kalau hanya karena faktor mengantuk, seharusnya dari kemarin dia
seperti ini.
“Kau kenapa? Ada masalah?,” Sungmin menatap lurus kedepan,
menatap bangunan yang berjarak kurang lebih 100m dari hadapannya. Sandeul pun
hanya menggeleng pelan dan berjalan cepat, menandakan dia hanya ingin ke
apartemen sekarang, istirahat dan mungkin menghindari Sungmin sementara waktu.
Sungmin mengerutkan dahinya, merasa asing dengan sifat Sandeul yang seperti
ini. Tiba-tiba terlintas di pikirannya, appanya Gongchan, Gong Hyukmin. Apa
Sandeul sudah tahu kalau Gong Hyukmin itu pasiennya? Lalu kenapa Sandeul
seperti itu? Apa ada masalah kalau Gong Hyukmin itu pasiennya? Sungmin
mempercepat langkahnya, menjajarkan posisinya dengan Sandeul yang sudah
beberapa langkah didepannya.
~ ~ ~ ~ ~
Sungmin duduk di pinggir tempat tidurnya. Satu jam lagi
pukul lima pagi, dia benar-benar tidak bisa tidur hari ini. Apalagi setelah
pulang dari rumah sakit pukul 3 pagi, berarti sudah satu jam dia hanya
tidur-tiduran di kasurnya. Pikirannya melayang ke 10 tahun yang lalu. Dia
bohong kalau belum pernah menemui orangtuanya setelah pergi ke Jepang.
Kebohongan besar yang ingin selalu ditutupinya, terutama dari Sandeul.
Sungmin memutar lagi otaknya. Dia yakin pernah memberitahu
seseorang cerita ini, dan yang membuatnya sedikit tenang adalah.. dia yakin
orang itu bukan Sandeul. Setelah lama berkutat dengan otak pintarnya, Sungmin
menghela napas kesal. Dia masih belum berhasil mengingat siapa orang itu. Dia
hanya berharap orang itu belum memberi tahu dongsaengnya apapun.
“Appa.. eomma.. mianhae,” gumam Sungmin pelan.
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar