Minggu, 27 Juli 2014

[FF] Stay Away - Part 9


Author                  : Park Je Won

Title                      : Stay Away

Main Cast           : B1A4, Sungmin Suju

Other Cast          : You can find.. :D

Legth                   : Part

Genre                  : Friendship, Family, Brothership

Note                    : Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini asli milik author.

Part 9 : Sungmin’s Mission

“Datang lagi ya hyung..!!,” Baro melambaikan tangannya pada Sungmin dan Sandeul yang sudah berjalan agak jauh dari kafe.

“Lain kali coba kalahkan aku!!,” Sungmin juga melambaikan tangannya lalu lanjut berjalan.

“Sungmin hyung orang yang unik. Dia benar-benar bisa menebak yang akan terjadi..,” CNU bergumam saat Sandeul dan Sungmin sudah tidak terlihat lagi.

“Ne.. aku suka kepribadiannya,” Jinyoung menambahkan.

“Benar-benar seperti anak kembar..,” lanjut Baro. Sedangkan Sandeul dan Sungmin yang sudah berjalan jauh itu masih hening.

“Sandeul-ah.. besok kau mau ikut aku ke apartemen kan? Tinggallah bersamaku disana,” Sungmin memecah keheningan diantara mereka.

“Ne?,” Sandeul menatap Sungmin heran. Sungmin teringat kejadiannya memaksa Sandeul untuk datang ke apartemen dan tinggal bersamanya dulu dan hanya ada satu alasan yang bisa diterima dongsaengnya itu dan alasan utamanya mengajak Sandeul tinggal di apartemen yang sudah dipesannya dari kemarin, sebelum keberangkatannya ke Seoul.

“Aku merasa bersalah pada appa dan eomma. Lagipula mereka yang menitipkanmu padaku.. tempat tinggal saja tidak bisa, bagaimana aku menjagamu? Lakukan sesuai kata-kata appa dan eomma saja. Aku yakin mereka juga tidak rela kau tinggal disana,” Sandeul terlihat berpikir, tidak lama kemudian namja itu mengangguk pelan, menandakan tanda setuju pada hyungnya yang langsung tersenyum senang.

“Besok pagi kau siapkan barang-barangmu. Siangnya kita langsung pindah..,” Sungmin mempercepat langkahnya, mengingat jarum yang baru dilihatnya pada jam tangannya itu menunjukkan pukul 12 malam.

~ ~ ~ ~ ~

“Hyung.. apa ini tidak berlebihan?,” Sandeul memperhatikan sekeliling apartemennya.

“Gwaenchana.. ini penghargaan dari rumah sakit karena aku sering memecahkan masalah dengan benar jadi ini gratis.. untuk 5 tahun,” Sungmin manaruh kopernya di ruang tengah apartemen. Apartemen yang memang sangat mewah itu.

“Wah~ sepertinya kau jenius,” Sandeul juga ikut membawa barangnyaa.

“Ada 2 kamar. Kau mau yang mana?,” Sungmin memperhatikan 2 pintu kamar yang terbuka lebar.

“Sama saja. Terserah hyung mau yang mana,” Sandeul menjawab sambil tersenyum. Tiba-tiba ponsel Sungmin berbunyi nyaring, panggilan dari rumah sakit.

“Ne.. Sungmin imnida”

“Ah~ sekarang? Wae?”

“Ajussi kritis..?!”

“Aku akan datang dalam 10 menit. Siapkan ruang operasinya,” Sungmin langsung menutup teleponnya.

“Sandeul-ah.. mian aku harus ke rumah sakit sekarang.. Kau tempati kamar yang disana saja. Aku pergi!,” Sungmin menunjuk ke arah kamar di sebelah kanannya lalu langsung berlari keluar apartemen. Sepertinya hyungnya harus pergi menyelamatkan nyawa seseorang yang kritis. Sandeul hanya menatap bingung ke arah pintu apartemen mewah yang sudah tertutp rapat lalu mengalihkan pandangannya menuju kamar yang tadi ditunjuk Sungmin dan mulai memasukinya.

~ ~ ~ ~ ~

“Kau datang?,” CNU menyambut kedatangan Sandeul dengan senyumnya di balik meja kasir.

“Ne..”

“Kau pindah ya? Dari kemarin kau datang dari lain arah..,” Jinyoung bertanya sambil mengambil minuman dan melatakkannya di nampan yang dipegangnya.

“Ah~ aku belum membertahu kalian ya? Seminggu yang lalu aku pindah ke apartemen Sungmin hyung,” Sandeul menjawabnya sambil berjalan menuju ruang ganti.

“Sandeul-ah~ Sungmin hyung itu dokter ya? Kemarin aku bertemu dengannya di rumah sakit dengan.. appanya Gongchan,” Baro tiba-tiba berdiri menghalangi jalan Sandeul.

“Appanya Gongchan? Gong Hyukmin?,” Sandeul mengerutkan alisnya.

“Ne.. tapi ajussi itu duduk di kursi roda. Sepertinya dia pasiennya Sungmin hyung..,” Sandeul mengangguk mengerti. Jadi panggilan darurat operasi yang diterima hyungnya seminggu yang lalu itu untuk appanya Gongchan?

“Sandeul-ah.. kau sudah berdamai dengan ajussi?”

“Sudah.. tidak ada masalah apapun lagi..,” Baro pergi sambil menganggukkan kepalanya sedikit.

“Sepertinya,” Sandeul bergumam pelan. Dia masih tidak yakin ajussi itu sudah berhenti mengusik hidupnya.

~ ~ ~ ~ ~

Sungmin memasuki kamar Sandeul dan duduk di sebelah dongsaengnya.

“Sandeul-ah.. boleh aku bertanya sesuatu?,” Sungmin bertanya hati-hati.

“Tentu saja,” Sandeul terus duduk sambil memperhatikan hyungnya.

“Boleh aku bertanya masalahmu dengan Gongchan? Atau.. keluarganya?”

“Gongchan? Bagaimana kau tahu aku ada masalah dengan keluarganya?,” Sandeul menatap bingung hyungnya.

“Sudah kubilang aku tahu kejadian yang akan datang, apa masalahmu?”

“Gongchan.. sebenarnya dia adik tiri kita. Karena ekonomi keluarga kritis saat aku lahir, eomma menikah dengan appanya. Saat appanya tahu kalau eomma hanya mempermainkannya, appanya Gongchan marah karena eomma kabur setelah melahirkan Gongchan,” Sungmin menatap tidak percaya pada Sandeul. Eommanya sampai berbuat seperti itu hanya untuk keluarga mereka?

“Begitu ya.. Aku keluar dulu ya. Jangan tidur terlalu malam,” Sungmin tersenyum lalu pergi keluar meninggalkan Sandeul. Entah kenapa dia ingin melihat wajah appanya Gongchan. Apa yang membunuh dongsaengnya tanggal 27 Juli itu appanya Gongchan karena dendam? Saat pikirannya sibuk memikirkan hal itu, dia dapat telepon lagi, dari rumah sakit. Biasanya ajussi pasien itu keadaannya kritis kalau rumah sakit sampai menelepon dengan tanda darurat seperti itu.

“Ini aku”

“Mwo?!”

“Arasseo.. aku akan kesana sekarang”

Benar dugaannya, ajussi yang sudah menjadi pasiennya selama 2 minggu terakhir itu drop lagi. Jantung buatan yang sudah berumur 5 tahun itu sudah habis masa waktunya.

~ ~ ~ ~ ~

“Appa..,” Gongchan memanggil appanya yang masih terbaring lemah di rumah sakit.

“Kenapa kau disini? Kau satu-satunya harapanku untuk perusahaan dan Minwoo. Pulanglah..,” ajussi itu menjawab dingin, sama dengan tatapan anaknya yang dingin.

“Appa. Aku tidak bisa lagi..”

“M..mwo?”

“Aku.. tidak bisa berpura-pura lagi untuk tidak mengenalnya. Biar bagaimanapun dia itu hyungku. Appa.. jeongmal mianhae,” Gongchan menundukkan kepalanya, merasa bersalah mengatakan hal ini dalam keadaan ayahnya yang seperti sekarang.

“Appa hanya melakukan yang terbaik. Appa benar-benar tidak bisa melupakan dendam appa,” Appanya Gongchan hanya menatap tajam ke arah Gongchan.

“Appa.. Tapi aku benar-benar tidak bisa.. Sandeul hyung benar-benar dekat denganku,” Gongchan masih menundukkan kepalanya.

“Lebih baik kau pergi sekarang dan pikirkan keputusanmu itu. Bukankah kau sendiri yang meminta kesempatan hidup untuk bocah itu?,” Appanya Gongchan hanya menahan amarahnya. Entah apa yang membuatnya benar-benar dendam dengan keluarga Lee. Gongchan hanya berjalan keluar dari kamar itu. dia masih ingat persis perjanjiannya dengan appanya. Perjanjian yang mempertaruhkan nyawa hyungnya itu.

“Ah.. jweoseonghamnida,” saat Gongchan membuka pintu, dia hampir bertabrakan dengan seorang dokter yang akan masuk ke ruangan appanya.

“Jweseonghamnida,” dokter itu juga sedikit membungkukkan tubuhnya, meminta maaf. Gongchan sempat kaget saat melihat wajah dokter itu. Benar-benar mirip dengan Sandeul. Apa dokter itu yang mengurus appanya? Gongchan memutuskan untuk pulang, biar bagaimanapun lebih baik dia tetap dengan aktingnya dan Sandeul hidup dengan tenang. Mungkin itu yang terbaik.

“Anakmu?,” dokter muda itu bertanya saat pintu sudah tertutup rapat. Ajussi yang ditanya hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaan dokternya.

“Kalau sakit akan ku ambilkan obat. Sakit tidak?,” dokter yang sudah mengurus ajussi 3 minggu terakhir ini bersiap berjalan keluar, mengambil obat bius.

“Tidak usah. Aku sudah tua, tidak terlalu sakit,” ajussi itu menjawab sambil sedikit bercanda.

“Ajussi.. Ada hal yang ingin kau lakukan? Maksudku sebelum kau.. ehm,” dokter itu merasa sedikit tidak enak menanyakan dengan jelas. Tapi ini harus dilakukan setiap dokter pada pasiennya yang sudah kritis.

“Entahlah.. mungkin aku akan masuk neraka. Tapi aku masih sangat dendam dengan wanita itu. Wanita itu menghianatiku dan anak itu dekat dengan anakku. Aku benar-benar ingin menghilangkan anak itu dari bumi,” dokter itu sedikit terkejut dengan perkataan pasiennya, entah kenapa tiba-tiba dia teringat dengan cerita dongsaengnya seminggu yang lalu.

“Ah~ kau.. punya dendam? Boleh kutahu siapa nama anakmu? Dia sangat tampan. Mirip denganmu,” doter itu masih berusaha tersenyum, menutupi kepanikan yang ada di otaknya.

“Benarkah? Namanya Gongchan.. Gong Chansik,” Sungmin sedikit terkejut mendengarnya. Jadi selama ini dia merawat orang yang membunuh adiknya sendiri? Kenapa dia baru menyadarinya sekarang?

“Ah~ nama yang bagus..,” Sungmin tersenyum pada ajussi itu.

“Ajussi istirahatlah. Aku keluar dulu, kalau ada apa-apa panggil saja,” Sungmin menunduk singkat lalu beranjak dari ruang serba putih itu.

“Sandeul-ah.. mianhae, jeongmal mianhae,” Sungmin bergumam pelan sambil berjalan memasuki ruangannya.

~ ~ ~ ~ ~

Sungmin berlari menuju ruang operasi. Ajussi itu sudah semakin kritis. Entah bagaimana lagi menyelamatkan nyawanya, otak pintarnya masih berkutat memikirkan hal itu. Akhirnya dia sampai di ruang operasi dan langsung memulai operasi.

4 jam sudah terlewati, melebihi waktu operasi yang seharusnya hanya 3 jam. Gongchan yang menunggu diluar tertidur dengan pulas di kursi.

“Tidak bisa.. Dokter, ini sudah tidak ada harapan sama sekali,” asistennya bersiap menyerah melihat garis lurus yang tetap ada di layar, mereka semua sudah berusaha melakukan yang terbaik, tapi kehendak Tuhan berkata lain. Ajussi yang sudah menjadi pasiennya selama sebulan ini sudah tidak bisa diselamatkan.

“Andwae.. ajussi.. jebal..,” baru kali ini Sungmin kehilangan nyawa pasiennya. Biarpun ajussi ini pembunuh adiknya, ajussi ini tetap pasiennya. Dan dia sudah bersumpah menyembuhkan semua pasiennya tanpa membawa masalah pribadinya. Dia teringat pembicaraannya dengan ajussi itu semalam.

Flashback..

“Ajussi.. gwaenchana?,” dokter itu memasuki kamar pasiennya setelah melihat hasil pemeriksaan yang menunjukkan keadaan ajussi itu semakin kritis.

“Gwaenchana. Lagipula aku ingin cepat pergi dari sini..”

“Ajussi. Jangan bicara begitu.. anakmu masih membutuhkanmu..,” Sungmin mendekatkan kursinya ke tempat tidur ajussi itu.

“Tentang dendam yang kau beritahuku seminggu yang lalu.. itu dendam dengan keluarga Lee?,” Sungmin bertanya dengan ragu.

“Ne. Bagaimana kau tahu?,” ajussi itu memandang Sungmin heran.

“Aku.. Lee Sungmin, hyung kandung Lee Sandeul,” Sungmin tersenyum pelan.

“Mwo?!,” ajussi itu terlihat terkejut.

“Kau bisa melepas dendam itu? Biar bagaimanapun Sandeul tidak bersalah”

“Aku.. tidak bisa. Dia dekat dengan Gongchan.. aku tidak bisa membiarkannya masuk ke kehidupan kami lagi. Mianhae, Sungmin-ssi,” ajussi itu menjawab dengan tenang.

“Baiklah. Lupakan pembicaraan barusan, disini aku dokter dan aku sudah bersumpah untuk menyembuhkan semua pasienku tanpa membawa masalah pribadiku. Aku permisi dulu,” Sungmin tersenyum lalu beranjak keluar dari ruangan itu.

Flashback end..

“Hari ini, 26 Juli 2014, pukul 22.16 Gong Hyukmin pergi..,” perkataan asistennya membuatnya tersadar.

“Mwo?! 26 Juli?!,” Sungmin yang masih terkejut mendengar tanggal hari ini langsung melihat jam, 22.16.. Sandeul.. Dongsaengnya.. kecelakaannya malam kan? Asistennya mengangguk bingung, Sungmin langsung melepas pakaian operasi dan memberikannya pada salah satu suster, sekarang semua orang memandang bingung ke arahnya.

“Dokter.. pengumuman..,” asistennya memanggilnya lagi.

“Kau saja yang beritahu Gongchan!!,” setelah berkata begitu, Sungmin langsung berlari keluar rumah sakit.

“Pabo! Bagaimana kau lupa hari penting seperti ini!! Lee Sungmin pabo!!,” Sungmin terus berlari menuju daerah kecelakaan dongsaengnya.

“Sandeul-ah.. jebal.. jebal..,” Sungmin terus bergumam sepanjang perjalanannya. Setelah 5 menit, akhirnya dia sampai di tempat itu. Tepat dugaannya, Sandeul ada disana, sekitar 10 meter dibelakangnya sebuah mobil melaju dengan kencang. Sungmin yang melihat hal itu langsung berlari secepat mungkin dan menarik tangan Sandeul lalu memeluknya. Sungmin melihat namja itu, wajah namja itu.. anak buah Gong Hyukmin yang pernah dilihatnya di rumah sakit. Sandeul yang menyadari nafas hyungnya yang tidak beraturan ditambah jas dokter yang masih digunakan namja itu hanya menghela napas. Entah apa yang akan terjadi kalau hyungnya tidak datang sekarang.

“Hyung..,” Sandeul yang masih bingung hanya bergumam pelan. Sedangkan Sungmin tersenyum senang.

“Sandeul-ah.. misiku berhasil. Kau selamat, Lee Sandeul..,” Sungmin bicara sambil sesekali mengatur napasnya lalu melepas pelukannya dan menatap senang dongsaengnya.

“Hyung..”

“Gwaenchana?,” Sungmin membolak-balikkan tubuh dongsaengnya.

“G..gwaenchana,” Sandeul yang masih mencerna kejadian barusan hanya mengangguk ragu.

“Eomma.. appa.. aku berhasil,” gumam Sungmin pelan sambil terus tersenyum. Setidaknya pengorbanannya yang berlari 4 km dalam 10 menit tidak sia-sia.

“Hyung.. aku.. masih tidak mengerti,” Sandeul menatap bingung hyungnya.

“Kajja. Aku meninggalkan pekerjaanku untuk berlari kesini. Akan kujelaskan di perjalanan,” Sungmin mengajak Sandeul ke rumah sakit. Sandeul mengikutinya dengan ragu.

“Aku.. kembali dari tanggal 27 Juli ke 27 Juni..,” Sungmin memecah keheningan diantara mereka. Sandeul menatap ke arahnya, meminta penjelasan lebih lanjut.

“Maaf saja, tapi.. tanggal 27 Juli dulu kau ditemukan meninggal karena kecelakaan yang diduga kasus pembunuhan,” Sandeul menatap tidak percaya pada hyungnya.

“Saat aku mendengarnya, aku benar-benar merasa bersalah dan tidak berguna. Tapi, tiba-tiba saat sore aku pergi ke kafe dan menemukanmu sedang membuang sampah. Kau ingat?,” Sandeul mengangguk ragu menjawabnya.

“Kupikir aku bermimpi atau menghayal. Saat aku melihat tanggal pada kalendar kafe CNU, kukira kalendarnya tidak pernah dibalik dan aku menyuruh Baro. Tapi setelah itu aku menemukan tiket pesawatku. Semenjak itu aku tahu kalau aku kembali ke masa lalu, mungkin untuk mengubah takdirmu, seperti di drama God’s Gift ya..? Aku tahu ini tidak masuk akal, malah sangat tidak masuk akal. Tapi ini benar-benar terjadi padaku,” Sungmin menghela napas berat. Mungkin Sandeul mengiranya gila mengatakan hal ini.

“Gumawo,” Sandeul menjawabnya pelan, Sungmin mendongakkan kepalanya ke arah Sandeul.

“Gumawo sudah kembali dan menyelamatkanku,” Sandeul melanjutkan perkataannya sambil tersenyum ke arah Sungmin.

“Kau percaya..?,” Sungmin menatap Sandeul tidak percaya.

“Apa ada yang tidak mungkin? Tentu saja aku percaya..,” Sandeul menatap balik hyungnya yang tersenyum ke arahnya.

“Kau baru pulang?,” Sungmin yang melihat Sandeul masih lengkap dengan seragamnya menatap bingung ke arah dongsaengnya itu. Setahunya Sandeul tidak suka pulang malam dari sekolah.

“Ne.. tadi ada acara..,” Sandeul menjawab sambil membenarkan posisi tas ranselnya.

~ ~ ~ ~ ~

Gongchan yang baru mendengar kabar appanya meninggal masih berdiri di tempatnya, tidak bergerak sedikitpun.

“Gongchan-ssi.. kau mau melihat appamu untuk yang terakhir kalinya?,” asisten dokter itu kembali menanyakan hal yang sama seperti setengah jam yang lalu. Sedangkan Gongchan, namja yang ditanya masih tetap memandang kosong ke arah lantai yang dipijaknya. Tidak ada rasa lelah sama sekali, tidak ada rasa pegal sama sekali. Dia hanya merasa kosong.. appanya sudah pergi.. eommanya juga sudah pergi. Seperti inikah yang dirasakan Sandeul saat kedua orangtuanya dibunuh tepat dihadapannya?

“Gongchan-ssi..,” tiba-tiba Sungmin datang dengan Sandeul dibelakangnya.

“Gongchan-ah..,” Sandeul yang juga datang bersama Sungmin langsung menghampiri Gongchan dan memeluknya.

“Chan-ah.. menangislah kalau kau mau menangis..,” Sandeul melepas pelukannya, dia teringat saat orangtuanya meninggal dulu.

“Sandeul hyung.. mianhae.. jeongmal mianhae,” Gongchan bergumam pelan.

“Gwaenchana.. Chan-ah.. kau tidak mau melihat appamu? Kajja,” Sandeul langsung menarik tangan Gongchan memasuki ruangan itu.

“Dokter Lee..! Kau darimana saja?,” asisten dokter itu protes saat Sungmin tiba-tiba berlari dan meninggalkannya untuk memberitahu kabar buruk pada anak pasien.

“Mian, aku pergi menyelamatkan nyawa dongsaengku,” Sungmin menjawab dengan enteng.

“Dongsaengmu?,” asisten itu menunjuk ke arah ruangan itu, bertanya anak yang barusan memeluk Gongchan itu dongsaengnya?

“Ne.. Namanya Sandeul,” Sungmin menjawab sambil duduk di salah satu kursi.

“Pantas mirip sekali denganmu.. Ah ne, jangan lupa masih ada pasien lain,” asisten dokter itu pergi meninggalkan Sungmin yang lebih memilih beristirahat disini.

~ ~ ~ ~ ~

“Hyung.. mianhae,” Gongchan bergumam pelan saat mereka keluar dari kamar appanya yang sudah meninggal beberapa jam yang lalu.

“Hm? Tentang amnesiamu itu? Gwaenchana.. aku sudah menduganya,” Sandeul menjawabnya sambil terus menatap lurus ke ujung koridor rumah sakit ini.

“Appa menjadikan itu persyaratan agar kau tetap hidup,” suara Gongchan sedikit bergetar, dan Sandeul menyadari akan hal itu.

“Arasseo. Tidak usah kau jelaskan.. aku sudah mengerti,” Sandeul menjawabnya sambil terus menatap lurus, entah apa yang dilihatnya.

“Kupikir.. aku akan bisa melakukannya sampai bertahun-tahun. Nyatanya.. baru beberapa minggu sudah tidak kuat. Dan appa terus memaksaku melakukannya.. mianhae, hyung,” Gongchan masih terus melanjutkan perkataannya dan hal itu membuat Sandeul menghela napas keras.

“Geumanhae, Chan-ah..,” Sandeul bergumam pelan sambil memasukkan tangannya pada jas sekolahnya. Kali ini Gongchan mendengarkannya, dia sudah berhenti mengoceh.

“Hyung.. orang yang tadi bersamamu, bagaimana kau tahu kalau itu dokter yang merawat appa selama sebulan ini?,” Gongchan teringat namja yang datang bersama Sandeul beberapa menit yang lalu. Sandeul kaget dan menatap Gongchan bingung.

“Apa maksudmu? Dokter appamu? Nugu? Sungmin hyung?,” Sandeul menatap tidak percaya ke arah Gongchan yang mengangguk ragu.

~ ~ ~ ~ ~

Sungmin yang baru selesai dengan semua pasiennya, berencana pulang ke apartemennya secepatnya. Dia tidak menyangka akan pulang selarut ini, seharusnya dia memilih sift malam saja hari ini, berhubung misinya yang sudah berhasil, sangat berhasil malah. Sungmin terus berjalan menyusuri lorong rumah sakit yang sudah mulai sepi sambil membawa tasnya dan sesekali melihat sekeliling. Satu kata untuk namja ini, bodoh.. apa dongsaengnya masih menunggunya setelah 4 jam berlalu? Terlebih hanya sekedar untuk pulang ke apartemen bersama. Padalah tadi sudah ada Gongchan yang kemungkinan besar pulang bersama Sandeul. Tapi, tiba-tiba langkah namja ini berhenti, di ujung sana ada seorang anak yang dicarinya dari tadi. Sungmin menatap tidak percaya ke arah Sandeul yang sudah tertidur pulas di salah satu kursi di ujung lorong. Bocah ini masih menunggunya.

“Sandeul-ah,” Sungmin berjalan pelan mendekati dongsaengnya yang masih tidak bergerak.

“Lee Sandeul,” kali ini dia mengeraskan suaranya saat sudah berdiri tepat di depan dongsaengnya.

“Oh?,” Sandeul yang baru terbangun langsung berdiri dan menatap hyungnya bingung.

“Ah.. kau sudah selesai, hyung?,” namja itu melanjutkan perkataannya sambil berdiri, menatap hyungnya dengan mata merahnya sambil setengah sadar, terlihat jelas namja ini masih sangat mengantuk dan ingin tidur biarpun sambil berjalan.

“Kau masih menungguku?,” Sungmin tersenyum lega sekaligus kawatir menatap dongsaengnya.

“Ayo pulang,” hanya itu yang keluar dari mulut Sandeul dan berjalan mendahului Sungmin yang menatapnya heran. Tidak biasanya anak itu seperti ini.

Sedangkan selama perjalanan menuju apartemen mereka yang hanya berjarak beberapa bangunan Sandeul tetap diam, sekalipun Sungmin mengajaknya bicara, Sandeul hanya tersenyum sebentar dan menjawab dengan mengangguk atau menggeleng. Hanya itu.

“Wae geurae? Kau sakit?,” ini sudah ketiga kalinya Sungmin bertanya hal itu pada Sandeul dan respon Sandeul sama, tersenyum lalu menggeleng pelan. Sungmin hanya menghela napas, sedikit bingung dengan Dongsaengnya. Kalau hanya karena faktor mengantuk, seharusnya dari kemarin dia seperti ini.

“Kau kenapa? Ada masalah?,” Sungmin menatap lurus kedepan, menatap bangunan yang berjarak kurang lebih 100m dari hadapannya. Sandeul pun hanya menggeleng pelan dan berjalan cepat, menandakan dia hanya ingin ke apartemen sekarang, istirahat dan mungkin menghindari Sungmin sementara waktu. Sungmin mengerutkan dahinya, merasa asing dengan sifat Sandeul yang seperti ini. Tiba-tiba terlintas di pikirannya, appanya Gongchan, Gong Hyukmin. Apa Sandeul sudah tahu kalau Gong Hyukmin itu pasiennya? Lalu kenapa Sandeul seperti itu? Apa ada masalah kalau Gong Hyukmin itu pasiennya? Sungmin mempercepat langkahnya, menjajarkan posisinya dengan Sandeul yang sudah beberapa langkah didepannya.

~ ~ ~ ~ ~

Sungmin duduk di pinggir tempat tidurnya. Satu jam lagi pukul lima pagi, dia benar-benar tidak bisa tidur hari ini. Apalagi setelah pulang dari rumah sakit pukul 3 pagi, berarti sudah satu jam dia hanya tidur-tiduran di kasurnya. Pikirannya melayang ke 10 tahun yang lalu. Dia bohong kalau belum pernah menemui orangtuanya setelah pergi ke Jepang. Kebohongan besar yang ingin selalu ditutupinya, terutama dari Sandeul.

Sungmin memutar lagi otaknya. Dia yakin pernah memberitahu seseorang cerita ini, dan yang membuatnya sedikit tenang adalah.. dia yakin orang itu bukan Sandeul. Setelah lama berkutat dengan otak pintarnya, Sungmin menghela napas kesal. Dia masih belum berhasil mengingat siapa orang itu. Dia hanya berharap orang itu belum memberi tahu dongsaengnya apapun.

“Appa.. eomma.. mianhae,” gumam Sungmin pelan.


To Be Continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar