Minggu, 27 Juli 2014

[FF] Stay Away - Part 3


Author                  : Park Je Won

Title                      : Stay Away

Main Cast           : B1A4

Other Cast          : You can find.. :D

Legth                   : Part

Genre                  : Friendship, Family, Brothership

Note                    : Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini asli milik author.

Part 3 : All People Have a Problem Too

Sandeul berjalan didepan, dibelakangnya ada Baro dan Gongchan yang mempercepat langkahnya untuk menjajari posisinya dengan Sandeul. “Sandeul-ah.. Ajussi itu siapa?,” Baro memecah keheningan diantara mereka saat mereka sudah sejajar.

“Molla,” Sandeul menjawab asal sambil terus melihat kebawah, memperhatikan jalanan yang dilangkahinya saat ini.

“Hyung.. Aku harus pulang sekarang.. aku pergi dulu ya,” Gongchan tiba-tiba berlari setelah melihat jam tangannya. Baro memandangnya bingung sedangkan Sandeul terus berjalan, tidak menengok sama sekali.

“Sandeul-ah..?,”Baro memanggil Sandeul yang tiba-tiba berhenti. Tidak mendengar jawaban, Baro mendekati Sandeul dan memanggilnya lagi.

“Lee Sandeul?”

“Kau.. pulanglah duluan,” sebenarnya Sandeul hanya bergumam pelan, tapi Baro yang hanya berjarak beberapa senti dari kepalanya dapat mendengarnya. Baro mengerutkan dahinya.

“Ani. Aku tidak mau kau tiba-tiba pingsan dijalan”

“Pulanglah duluan, Baro-ssi”

“Kau duluan, setelah itu aku langsung pulang”

~ ~ ~ ~ ~

“Gong Chansik...,” terdengar suara berat seorang ajussi.

“Aku pulang,” Gongchan membuka sepatunya lalu berdiri.

“Kau bahagia setelah pulang telat setiap hari dan melewati janji lagi?,” Appanya itu menatap kesal ke arah Gongchan.

“A..appa.. Mianhae, tapi aku belum siap..,” Gongchan menatap appanya sambil sedikit menarik ujung bibirnya, tersenyum ragu pada appanya yang terlihat marah padanya.

“Mau sampai kapan? Sampai appamu ini meninggal?! Adikmu itu masih terlalu kecil untuk diajarkan masalah perusahaan! Kau tahu kan umurku tidak panjang lagi!,” Gongchan menatap appanya serius.

“Appa, jangan bicara begitu..,” setelah beberapa lama Gongchan tidak mendengar perkataan itu dari appanya, sekarang kata-kata yang menurutnya paling mengerikan itu keluar dari mulut appanya. Appanya hanya menghela napas.

“Kau sangat mirip dengan eommamu dulu..,” tiba-tiba appanyaGongchan teringat lagi dengan istrinya.

“Appa tidak mau tahu, besok kau harus pulang cepat dan jangan terlambat!,” setelah berkata begitu, appanya langsung pergi ke kamarnya, tidak memberi Gongchan kesempatan untuk berbicara tentang musikalnya sama sekali.

“Hyung.. Bantu aku mengerjakan PR...,” seorang anak kecil datang pada Gongchan sambil memegang sebuah buku.

“Minwoo-ya.. jangan sekarang, ne? Nanti hyung akan kembali jam 6. Kau tidur dulu sekarang nanti hyung bangunkan,” Gongchan tersenyum pada dongsaengnya yang mengangguk setuju. Gongchan berjalan ke arah pintu keluar, setidaknya dia sudah menampakkan wajahnya pada appanya siang ini.

“Gongchan-ssi..,” sekertaris appanya memanggilnya saat dia sedang memakai sepatu. Gongchan menolehkan kepalanya dan menemukan namja itu memanggilnya dengan wajah kawatir.

“Ne?,” Gongchan bertanya dengan bingung.

“Presdir... pingsan”

Gongchan membeku mendengarnya, detik berikutnya dia langsung melepaskan lagi sepatunya dan berlari ke ruangan appanya. Appanya duduk sambil menutup matanya di dekat kasur.

“Appa!!,” Gongchan langsung mendekat ke arah appanya dan berusaha membangunkannya. Dia menoleh ke arah sekertaris yang menatapnya dengan wajah kawatir.

“Sudah telepon ambulance?”

“Ne..,” selang beberapa detik kemudian, ambulance datang dan membawa appanya ke rumah sakit.

~ ~ ~ ~ ~

“Sandeul-ah~ aku pulang ya.. jangan kerja dulu!,” Baro berteriak setelah Sandeul masuk ke dalam rumahnya.

“Cih.. memangnnya siapa dia melarangku begitu,” Sandeul hanya bergumam kesal sambil mengambil kimchi lalu menghangatkannya.

“Gongchan-ah~ odiya..,” Baro bergumam saat berjalan menuju rumah sakit.

“Baro-ya! Kau mau ke rumah sakit kan?,” CNU tiba-tiba berjalan di samping Baro. Baro langsung terlonjak kaget melihat hyungnya tiba-tiba ada disebelahnya.

“H..hyung.. Kau mengagetkanku!,” Baro berteriak kesal.

“Aku ikut ke rumah sakit ya?,” Baro mengerutkan dahinya.

“Wae? Tumben sekali kau..,” Baro lajut berjalan bersama CNU.

“Menggantikan appaku..”

“Appamu sering ke rumah sakit?,” CNU mengangguk.

“Teman appamu itu appaku. Kau terkejut ya?,” CNU menoleh ke arah Baro sambil terus berjalan.

“Ani.. aku sudah tahu”

“Ah.. jinjjayo..? Sekalian aku mau memberikan titipan appa..,” CNU mengangkat bungkusan yang dibawanya sambil mengalihkan pembicaraan. Sebenarnya dia agak malu setelah Baro bilang sudah mengetahuinya duluan, untungnya Baro terlihat cuek-cuek saja.

~ ~ ~ ~ ~

“Appa~ aku datang..,” Baro menghampiri appanya yang sedang duduk di ruangannya.

“Annyeonghaseyo..,” CNU membungkuk hormat pada appanya Baro, Dokter Cha.

“Ah~ kau datang.. duduklah..,” Dokter Cha menyambut hangat kedatangan CNU.

“Appa.. cara mengobati luka dalam di kepala bagaimana?,” Baro duduk lalu langsung bertanya. Dokter Cha mengerutkan dahinya.

“Luka dalam? Seharusnya dibawa ke rumah sakit.. memangnya siapa?”

“Sandeul kepalanya beradarah, sepertinya dalam.. tadi dia hampir pingsan tapi tetap tidak mau ke rumah sakit.. makanya aku bertanya,” CNU menolehkan kepalanya ke arah Baro dengan wajah terkejut.

“Dia hampir pingsan?”

“Ne.. makanya hari ini tidak jadi latihan.. Appa, eotteohkke?,” Dokter Cha memikirkan sesuatu.

“Nanti kuberi beberapa obat, jangan biarkan dia banyak jalan dan kalau mengeluarkan banyak darah harus minum obat penambah darah..,” Dokter Cha menuliskan beberapa nama obat dan memberikannya pada Baro. Baro menerimanya sambil tersenyum lebar.

“Gumawo, appa~”

“Kau tidak gay kan?,” Baro dan CNU yang sudah berdiri memberi salam langsung memandang bingung Dokter Cha. Pertanyaan tidak terduga yang aneh itu membuat mereka saling bertatapan bingung.

“Mwo? Appa lupa pada Shinjae? Aku masih menunggunya~,” Baro tersenyum mengingat tetangganya yang dicintainya sedang melanjutkan pelajaran di Jepang.

“Ah, iya.. jangan pulang terlalu malam!”

“Ajussi.. Appa menitipkan ini untukmu,” CNU memberikan kopi pada Dokter Cha.

“Ah~ dia masih ingat kopi kesukaanku.. katakan padanya kalau sakit berobatlah padaku, nanti kuberi gratis..,” Dokter Cha tersenyum, diikuti CNU yang juga tersenyum lalu mereka pergi dari ruangan Dokter Cha.

Di tengah jalan, tiba-tiba HP CNU berbunyi, appanya yang menelepon.

“Oh, Appa.. wae?”

“CNU-ya.. cepatlah kembali kafe ramai”

“Ah.. ne, arasseo.. aku akan kembali sekarang”

“Geurae.. ah ya.. Tadi temanmu itu datang untuk kerja tapi appa suruh pulang lagi. Wajahnya sangat pucat”

“Ck.. anak itu.. Dia sedang sakit.. kalau dia ke kafe lagi, jangan biarkan dia kerja.. Aku tutup ya, annyeong”

”Geurae,” CNU memasukkan HP nya ke dalam saku jaketnya.

“Baro-ya.. sepertinya aku harus lari ke kafe.. kata appa kafenya ramai..”

“Ne.. annyeong~,” setelah Baro berkata begitu, CNU langsung berlari menuju kafe appanya. Sedangkan Baro masih terus berjalan ke rumah Sandeul.

~ ~ ~ ~ ~

Jinyoung masih berdiri di depan pintu one-roomnya Sandeul sejak 5 menit yang lalu.

“Lee Sandeul!,” kali ini Jinyoung berteriak agak kencang. Dari tadi dia sudah mengetuk dan memanggil Sandeul berkali-kali.

“Hyung.. kau disini,” terdengar suara Baro dari belakang Jinyoung. Jinyoung menolehkan kepalanya dan mendapati Baro yang berdiri di belakangnya.

“Baro-ya.. kau datang..”

“Sandeul dimana?”

“Entahlah aku sudah memanggilnya berkali-kali tapi tidak ada jawaban”

“Ya! Lee Sandeul!!,” Baro mendekati pintu dan berteriak keras. Tiba-tiba ajumma dari rumah sebelah menghampiri mereka.

“Kau mencari namja itu ya?,” ajumma itu bertanya sambil memegang sapu. Sepertinya dia lagi menyapu tadi sebelum ketenangannya diganggu oleh teriakan-teriakan 2 mahluk ini.

“Ne..,” Jinyoung dan Baro membalasnya hampir bersamaan.

“Tadi aku melihatnya keluar.. itu sekitar 15 menit yang lalu..”

“Ah.. kamsahamnida, ajumma..”

“Jangan berteriak lagi.. cucuku sedang tidur.. kalau terbangun, sapu ini akan melayang ke kepala kalian, mengerti?!,” ajumma itu tiba-tiba berwajah seram, membuat Jinyoung yang tepat disampingnya mundur 1 langkah.

“Ah.. jweoseonghamnida, ajumma..,” mereka membungkuk 900 bersamaan. Ajumma itu kembali ke rumahnya. Tidak lama kemudian, Sandeul muncul sambil menunduk. Dia baru berhenti saat melihat 2 pasang sepatu tepat dihadapannya. Sandeul mendongakkan kepalanya, dia melihat Jinyoung dan Baro.

“Darimana kau?,” Baro bertanya sambil merapatkan jaketnya.

“Sandeul-ah, boleh aku masuk?,” Jinyoung berdiri di depan Sandeul, seperti menghalanginya masuk. Sandeul menatapnya tajam, seperti ingin membunuhnya.

“Kau bawa pisau peninggalan orang itu? Mau dijadikan keramat karena sudah menghabisi keluarga Lee?”, Sandeul menjawab dengan sinis. Baro menatap mereka dengan bingung.

“Sandeul-ah.. sudah kubilang salah paham..”

“Jung Jinyoung-ssi.. sebaiknya kau pergi sekarang.. Permisi,” Sandeul mendorong Jinyoung dan membuka pintu rumahnya. Sebelum  ditutup Baro memberi Jinyoung kode, seperti mengatakan ‘akan kubujuk, sebentar ya..’ setelah itu langsung menyelip masuk sebelum Sandeul menutup pintu. Setelah menutup pintu, Sandeul yang baru sadar Baro menyelinap langsung menatap bingung Baro, seolah mengatakan ‘kau hantu ya?’. Sedangkan Baro hanya tersenyum lebar sambil melangkah dan duduk di lantai yang kosong lalu mengangkat kantong yang dibawanya, kantong obat dari resep appanya.

“Sandeul-ah.. duduklah disini,” Sandeul tidak bergerak sedikitpun, dia malah menatap Baro tanpa ekspresi.

“Duduklah.. aku hanya ingin kita bisa latihan besok. Lagipula ini gratis..,” Baro meminta, lebih tepatnya memaksa Sandeul duduk di kasur lipat yang masih tergelar dengan rapi di pojok ruangan. Sandeul hanya diam, tidak merespon apapun.

“Sekarang aku akan mengobatimu.. tahan sedikit, ne?,” Sandeul masih ingat kata-kata ini. Kata-kata yang Baro ucapkan saat pertama kali mereka bertemu.

Flashback

Saat itu Baro yang masih berumur 10 tahun sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Dia menikmati suara air yang mengalir di sungai yang jernih itu. Saat sedang tenang-tenangnya menikmati suara air, dia mendengar suara seseorang merintih. Saat Baro berbalik, seorang anak sedang duduk di rumput sambil memegangi tangannya. Disebelahnya ada sepeda yang berdiri tegak, tapi sedikit lecet dan kotor. Apa anak ini terjatuh lalu membawa sepeda ini kesini? Tapi dari tangannya terus menetes darah. Sepertinya ia terluka dalam. Baro menghampiri anak itu lalu duduk disampingnya. Beruntung dia membawa obat yang tadi disuruh appanya untuk dibawa pulang dan disimpan dirumah. Anak itu yang tadinya tidak menyadari kehadiran Baro sebelum Baro menarik tangannya untuk diobati sekarang menatap Baro bingung.

“Sekarang aku akan mengobatimu.. tahan sedikit, ne?,” anak itu mengangguk sambil sedikit tersenyum. Beberapa saat kemudian, Baro selesai mengobatinya dan memasang perban.

“Tidak sakit.. orangtuamu dokter ya?,” anak itu yang tadinya diam sekarang bertanya pada anak yang baru mengobatinya.

“Appaku dokter.. Oh iya, siapa namamu?,” anak bertopi bernama Baro itu bertanya sambil membenarkan letak topinya.

“Lee Junghwan.. tapi kau bisa memanggilku Sandeul. Namamu siapa?,” Sandeul tersenyum sambil bertanya pada Baro. Baro juga tersenyum membalasnya.

“Cha Sunwoo.. kau bisa memanggilku Baro..,” setelah itu Baro teringat akan perintah appanya untuk pulang sebelum langit gelap. Dia melihat ka arah langit, sudah akan gelap. Sepertinya dia harus pulang sekarang.

“Sepertinya aku harus pulang sekarang. Kau juga harus pulang..,” Baro beranjak, diikuti Sandeul yang juga bangun. Baro berjalan menuju rumahnya. Sandeul mengikuti dari belakang.

“Rumah kita searah ya? Aku tidak pernah melihatmu..,” Baro yang merasa diikuti menoleh ke belakang dan bertanya pada Sandeul. Sandeul mengagguk antusias lalu menjawab.

“Aku jarang keluar rumah.. kata ajussi diluar berbahaya, jadi aku jarang keluar..,” Sandeul berjalan lebih cepat sambil membawa sepedanya untuk menyesuaikan posisinya dengan Baro. Tiba-tiba Sandeul berhenti di sebuah rumah.

“Ini rumah ajussi yang kutinggali.. disebelah itu baru rumahku..,” Sandeul menjelaskannya sambil tersenyum.

“Lain aku aku main boleh?,” sebenarnya dia agak bingung. Anak itu punya rumah kenapa tinggal di rumah ajussinya? Sandeul mengangguk sambil masuk ke dalam rumahnya. Baro melanjutkan perjalannya menuju rumahnya yang tinggal beberapa meter lagi.

Flashback end

“Geumanhae.. aku bisa sendiri,” Sandeul mengambil kapas yang akan digunakan Baro untuk mengobati lukanya.

“Memangnya kau punya cermin? Diam sajalah.. aku ini ingin jadi dokter. Bagaimanapun juga kau itu pasien pertamaku,” Baro mengambil lagi kapas yang sudah ada di tangan Sandeul lalu langsung mengobati lukanya. Sandeul hanya menghela napas sambil diam, persis seperti 5 tahun yang lalu. Tidak sakit sama sekali. Beberapa saat kemudian, Baro selesai mengobati lukanya.

“Sudah kan? Kau tidak pulang?,” Sandeul memegang dahinya yang ditutup kapas oleh Baro sambil menatap Baro.

“Kau mengusirku?”

“Iya”

“YA! Kau ini..! Aku tahu masalahmu, tapi jangan dingin begitu.. Kau seperti orang lain saja..”

“Memangnya orang tidak bisa berubah?”

“Kau tidak berubah. Hanya rasa takutmu yang menutupi sifatmu.. Oh iya, kau dan Jinyoung hyung ada masalah apa sih?”

“Tidak ada..”

“Aih~ kau ini.. Sebentar.. tadi aku membeli ini. Makanlah..,” Baro memberikan sebungkus tteokpokki.

“Kau saja. Aku tidak lapar”

“Pabo.. Makan saja sana. Aku akan pulang kalau kau sudah menghabiskannya”

“Gumawo,” Sandeul membukanya dan memakannya. Berhubung dari pagi dia hanya sarapan ramen lagi yang menurutnya seperti makanan pokoknya saat ini.

“Sandeul-ah.. kau tidak usah takut pada kami. Sahabat itu tidak akan menghianati sahabatnya. Kau tahu? Aku benar-benar kesepian selama liburan. Mianhae aku tidak datang saat kau koma di rumah sakit. Mianhae karena tidak menjadi sahabat yang baik,” Baro menghentikan ucapannya saat Sandeul menaruh mangkuk plastik tteokpeokki yang masih tersisa setengah itu di lantai.

“Geumanhae.. kau membuatku merasa bersalah,” Sandeul menatap Baro datar.

“Ani.. aku tidak menyalahkanmu. Aku benar-benar minta maaf,” Sandeul mengangkat lagi mangkuk tteokkpeokki itu lalu menghabiskannya dengan cepat.

“Sudah habis kan? Sekarang pulanglah. Gumawo tteokpeokkinya,” Sandeul berjalan menuju tempat sampah dan membuang mangkuk plastik tteokpeokki yang sudah kosong. Baro berdiri dan berjalan menuju pintu.

“Geurae.. aku pulang ya. Ah ya, biarkan Jinyoung hyung masuk. Mungkin kau salah paham.. tapi Jinyoung hyung benar-benar merasa bersalah. Aku pergi dulu,” Baro langsung berjalan keluar dan mendorong Jinyoung masuk. Sandeul menatap Jinyoung kesal lalu berbalik dan berjalan menuju toilet.

“Sandeul-ah! Aku akan menjelaskannya dengan cepat.. tunggu sebentar saja ya?,” Jinyoung masih bersandar di pintu.

“Appaku.. otaknya dikendalikan oleh seseorang..,” Sandeul yang berdiri membelakangi Jinyoung berbalik dan menatap Jinyoung bingung.

“Aku juga tidak mengerti. Tapi, beberapa hari sebelum kejadian itu sifatnya benar-benar berubah.. aku sempat mendengar pembicaraannya dengan seorang ajussi. Semenjak pembicaraan itu sifatnya berubah. Sepertinya ajussi itu yang mengendalikan appa,” setelah itu Sandeul hanya menatap Jinyoung datar.

“Mianhae, Sandeul-ah.. jeongmal mianhae”

“Aku tahu. Tapi nyawa tetap nyawa.. bahkan dia hampir membunuhku juga.. kau tahu kan?”

“Sandeul-ah..”

“Mianhae, hyung. Aku masih sulit memaafkan”

“Kau bisa bunuh aku kalau mau..,” Sandeul mengerutkan dahinya sambil menatap Jinyoung aneh.

“Aku juga dekat dengan appa dan eommamu. Waktu kecil kan kita tukar rumah, makanya aku juga dekat dengan mereka.. Aku tidak tahu kalau sasaran yang dikatakan ajussi itu adalah keluargamu”

“Ajussi itu..,” Sandeul menggantungkan ucapannya.

“Memakai jas dengan kacamata hitam kan? Juga anting di telinga kanan, bekas luka didahinya, benar?,” Sandeul menatap Jinyoung meminta kepastian. Jinyoung mengagguk ragu.

“Bagaimana kau tahu?,” Jinyoung menatapnya bingung.

“Beberapa hari yang lalu dia menemuiku di minimarket. Sudahlah lupakan saja..,” Sandeul berbalik dan berjalan menuju toilet. Jinyoung yang mendengar pintu toilet tertutup memutuskan untuk keluar dari rumah Sandeul. Sedangkan Sandeul hanya bersandar di pintu toilet. Dia masih berusaha membuka memori lamanya. Dia yakin dia pernah melihat ajussi itu sebelumnya.

“Aah!!,” Sandeul berteriak kesal. Kenapa disaat seperti ini otaknya bekerja lama sekali?!

~ ~ ~ ~ ~

“Minwoo-ya.. yang ini dikali.. bukan ditambah,” Gongchan yang sedang menjaga appanya sambil mengajari dongsaengnya matematika memeriksa dengan teliti jawaban adiknya itu. Dongsaengnya mengambil buku itu dari tangan Gongchan dan membenarkan kesalahannya.

“Hyung.. aku mau pulang..,” Gongchan mengalihkan pandangannya ke arah appanya.

“Geurae? Sebentar ya.. hyung paggilkan Sekertaris Kim untuk menjaga appa,” Gongchan mengambil HPnya yang dia letakkan di meja lalu menelepon sekertaris appanya dan beranjak keluar sambil menggandeng dongsaengnya yang masih SD itu.

“Gongchan-ssi?,” Seorang Dokter memanggil Gongchan saat dia berjalan bersama Minwoo di lorong rumah sakit.

“Ne? Aah~ Dokter Cha..! Annyeonghaseyo,” Gongchan membungkuk hormat pada appa temannya itu.

“Ne.. kenapa kau ada disini?”

“Appa pingsan.. jadi aku kesini”

“Ah~ arasseo.. aku duluan ya..,” Dokter Cha berjalan lagi sambil memperhatikan sebuah dokumen. Gongchan juga berjalan menuju pintu keluar rumah sakit.

“Minwoo-ya.. mau ke rumah teman hyung sebentar?,” Gongchan yang tiba-tiba teringat rumah Sandeul bertanya pada dongsaengnya. Beruntung dongsaengnya mengangguk setuju. Gongchan berjalan menuju rumah Sandeul yang tidak terlalu jauh dari rumah sakit.

“Sandeul hyung~,” Gongchan mengetuk pintu rumah Sandeul sambil berteriak memanggilnya. Beberapa detik kemudian, Sandeul membuka pintunya.

“Wae?,” Sandeul menatapnya datar.

“Hyung.. aku mau memberikan ini,” Gongchan memberikan secarik kertas.

“Aku tidak tahu besok bisa masuk atau tidak.. tapi itu ideku untuk musical nanti.. jangan hapus namaku karena aku tidak hadir ya..,” Gongchan tersenyum.

“Arasseo..”

“Kalau begitu, aku pulang ya.. annyeong~,” Gongchan berbalik dan berjalan menuju rumahnya. Sementara itu Sandeul sudah menutup pintunya.

~ ~ ~ ~ ~

“Gongchan tidak masuk ya? Kudengar appanya masuk rumah sakit..,” Baro yang sedang membuat teks drama musikal bedasarkan ide Gongchan itu berbicara pada Sandeul yang sedang membuat lagu disebelahnya.

“Geuraeyo?,” biarpun singkat, Baro tersenyum mendengarnya. Setidaknya dia sudah mau meresponnya.

“Ne.. kau mau menjenguknya setelah kita pulang nanti?,” Baro terus menulis teks dari ide otaknya yang tiba-tiba lancar.

“Aku mau kerja. Titip salam saja,” Sandeul membalasnya sambil memainkan pulpennya dan sesekali menulis sesuatu di kertasnya.

“Geurae..,” Baro tiba-tiba berdiri. Sandeul langsung menatapnya bingung.

“Bagianku sudah selesai. Tinggal bagian Seolwoo dan Hanjee.. Aku mau ke rumah sakit dulu, ya..,” Baro tersenyum lalu meninggalkan Sandeul yang lanjut menulis lagu.

“Wah~ si Sunwoo sudah selesai? Cepat sekali anak itu.. Ini bagian kami?,” Hanjee yang datang bersama namjachingunya, Seolwoo bertanya pada Sandeul yang menatap mereka.

“Ne..,” Sandeul menjawabnya lalu menunduk lagi.

“Sandeul-ssi.. kau tidak pernah tersenyum?,” Seolwoo tiba-tiba berbicara setelah beberapa detik hening. Sandeul menatap bingung ke arahnya.

“Dulu.. sering” Sandeul menjawabnya ragu. Tiba-tiba Seolwoo tersenyum lebar.

“Seperti itu?,” Sandeul mengangguk ragu menjawabnya. Anak ini apa-apaan sih?

“Cobalah.. aku ingin lihat..,” Sandeul diam, tetap menatap bingung anak itu.

“Ayolah~ kami tidak pernah melihatmu tersenyum selama ini..,” Sandeul mengerutkan dahinya, tapi detik berikutnya dia tersenyum lebar, seperti yang dulu sering dilakukannya. Detik berikutnya lagi, ekspresi Sandeul berubah menjadi datar lagi. Seolwoo dan Hanjee membeku melihatnya. Dalam pikiran mereka sama, ‘Anak ini sangat manis saat tersenyum. Kenapa dia tidak pernah tersenyum sebelumnya?’.

“Sudah kan?,” Sandeul bertanya dengan nada datar. Mereka mengangguk bersamaan. Beberapa detik berikutnya, mereka meninggalkan Sandeul.

“Seringlah tersenyum.. Sandeul-ssi,” setelah Seolwoo berkata begitu, Sandeul menatap ke arah mereka yang sudah menghilang dibalik pintu.

~ ~ ~ ~ ~

“Chan-ah.. kami datang~,” Baro yang berbicara sambil sedikit berbisik karena appanya Gongchan sedang tidur itu datang bersama CNU. Gongchan tersenyum melihatnya.

“Hyung~ aku lapar..,” Gongchan merengek pada CNU dan Baro. Baro mengangkat kantong plastik yang dibawanya.

“Oh ya, kau dapat salam dari Sandeul,” ucapan Baro membuat Gongchan dan CNU terbelalak.

“Sandeul hyung? Dia sudah mulai terbuka ya?,” Gongchan berjalan ke arah Baro lalu mengambil kantong plastik itu.

“Apa ini?”

“Jajangmyeon.. aku tidak tahu kau mau makan apa jadi kubeli jajangmyeon dekat kafe,” CNU menjawabnya. Gongchan tersenyum.

“Gumawo~,” Gongchan langsung membukanya dan memakannya sambil duduk di sofa.


To Be Continue

Tidak ada komentar:

Posting Komentar