Author :
Park Je Won
Title :
Stay Away
Main Cast :
B1A4
Other Cast :
You can find.. :D
Legth :
Part
Genre :
Friendship, Family, Brothership
Note :
Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan
otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini
asli milik author.
Part 3 : All People Have a Problem Too
Sandeul berjalan didepan, dibelakangnya ada Baro dan
Gongchan yang mempercepat langkahnya untuk menjajari posisinya dengan Sandeul.
“Sandeul-ah.. Ajussi itu siapa?,” Baro memecah keheningan diantara mereka saat
mereka sudah sejajar.
“Molla,” Sandeul menjawab asal sambil terus melihat kebawah,
memperhatikan jalanan yang dilangkahinya saat ini.
“Hyung.. Aku harus pulang sekarang.. aku pergi dulu ya,” Gongchan
tiba-tiba berlari setelah melihat jam tangannya. Baro memandangnya bingung
sedangkan Sandeul terus berjalan, tidak menengok sama sekali.
“Sandeul-ah..?,”Baro memanggil Sandeul yang tiba-tiba
berhenti. Tidak mendengar jawaban, Baro mendekati Sandeul dan memanggilnya
lagi.
“Lee Sandeul?”
“Kau.. pulanglah duluan,” sebenarnya Sandeul hanya bergumam
pelan, tapi Baro yang hanya berjarak beberapa senti dari kepalanya dapat
mendengarnya. Baro mengerutkan dahinya.
“Ani. Aku tidak mau kau tiba-tiba pingsan dijalan”
“Pulanglah duluan, Baro-ssi”
“Kau duluan, setelah itu aku langsung pulang”
~ ~ ~ ~ ~
“Gong Chansik...,” terdengar suara berat seorang ajussi.
“Aku pulang,” Gongchan membuka sepatunya lalu berdiri.
“Kau bahagia setelah pulang telat setiap hari dan melewati
janji lagi?,” Appanya itu menatap kesal ke arah Gongchan.
“A..appa.. Mianhae, tapi aku belum siap..,” Gongchan menatap
appanya sambil sedikit menarik ujung bibirnya, tersenyum ragu pada appanya yang
terlihat marah padanya.
“Mau sampai kapan? Sampai appamu ini meninggal?! Adikmu itu
masih terlalu kecil untuk diajarkan masalah perusahaan! Kau tahu kan umurku
tidak panjang lagi!,” Gongchan menatap appanya serius.
“Appa, jangan bicara begitu..,” setelah beberapa lama
Gongchan tidak mendengar perkataan itu dari appanya, sekarang kata-kata yang
menurutnya paling mengerikan itu keluar dari mulut appanya. Appanya hanya
menghela napas.
“Kau sangat mirip dengan eommamu dulu..,” tiba-tiba appanyaGongchan
teringat lagi dengan istrinya.
“Appa tidak mau tahu, besok kau harus pulang cepat dan
jangan terlambat!,” setelah berkata begitu, appanya langsung pergi ke kamarnya,
tidak memberi Gongchan kesempatan untuk berbicara tentang musikalnya sama
sekali.
“Hyung.. Bantu aku mengerjakan PR...,” seorang anak kecil
datang pada Gongchan sambil memegang sebuah buku.
“Minwoo-ya.. jangan sekarang, ne? Nanti hyung akan kembali
jam 6. Kau tidur dulu sekarang nanti hyung bangunkan,” Gongchan tersenyum pada
dongsaengnya yang mengangguk setuju. Gongchan berjalan ke arah pintu keluar,
setidaknya dia sudah menampakkan wajahnya pada appanya siang ini.
“Gongchan-ssi..,” sekertaris appanya memanggilnya saat dia
sedang memakai sepatu. Gongchan menolehkan kepalanya dan menemukan namja itu
memanggilnya dengan wajah kawatir.
“Ne?,” Gongchan bertanya dengan bingung.
“Presdir... pingsan”
Gongchan membeku mendengarnya, detik berikutnya dia langsung
melepaskan lagi sepatunya dan berlari ke ruangan appanya. Appanya duduk sambil
menutup matanya di dekat kasur.
“Appa!!,” Gongchan langsung mendekat ke arah appanya dan
berusaha membangunkannya. Dia menoleh ke arah sekertaris yang menatapnya dengan
wajah kawatir.
“Sudah telepon ambulance?”
“Ne..,” selang beberapa detik kemudian, ambulance datang dan
membawa appanya ke rumah sakit.
~ ~ ~ ~ ~
“Sandeul-ah~ aku pulang ya.. jangan kerja dulu!,” Baro
berteriak setelah Sandeul masuk ke dalam rumahnya.
“Cih.. memangnnya siapa dia melarangku begitu,” Sandeul
hanya bergumam kesal sambil mengambil kimchi lalu menghangatkannya.
“Gongchan-ah~ odiya..,” Baro bergumam saat berjalan menuju
rumah sakit.
“Baro-ya! Kau mau ke rumah sakit kan?,” CNU tiba-tiba
berjalan di samping Baro. Baro langsung terlonjak kaget melihat hyungnya tiba-tiba
ada disebelahnya.
“H..hyung.. Kau mengagetkanku!,” Baro berteriak kesal.
“Aku ikut ke rumah sakit ya?,” Baro mengerutkan dahinya.
“Wae? Tumben sekali kau..,” Baro lajut berjalan bersama CNU.
“Menggantikan appaku..”
“Appamu sering ke rumah sakit?,” CNU mengangguk.
“Teman appamu itu appaku. Kau terkejut ya?,” CNU menoleh ke
arah Baro sambil terus berjalan.
“Ani.. aku sudah tahu”
“Ah.. jinjjayo..? Sekalian aku mau memberikan titipan
appa..,” CNU mengangkat bungkusan yang dibawanya sambil mengalihkan
pembicaraan. Sebenarnya dia agak malu setelah Baro bilang sudah mengetahuinya
duluan, untungnya Baro terlihat cuek-cuek saja.
~ ~ ~ ~ ~
“Appa~ aku datang..,” Baro menghampiri appanya yang sedang
duduk di ruangannya.
“Annyeonghaseyo..,” CNU membungkuk hormat pada appanya Baro,
Dokter Cha.
“Ah~ kau datang.. duduklah..,” Dokter Cha menyambut hangat
kedatangan CNU.
“Appa.. cara mengobati luka dalam di kepala bagaimana?,”
Baro duduk lalu langsung bertanya. Dokter Cha mengerutkan dahinya.
“Luka dalam? Seharusnya dibawa ke rumah sakit.. memangnya
siapa?”
“Sandeul kepalanya beradarah, sepertinya dalam.. tadi dia
hampir pingsan tapi tetap tidak mau ke rumah sakit.. makanya aku bertanya,” CNU
menolehkan kepalanya ke arah Baro dengan wajah terkejut.
“Dia hampir pingsan?”
“Ne.. makanya hari ini tidak jadi latihan.. Appa,
eotteohkke?,” Dokter Cha memikirkan sesuatu.
“Nanti kuberi beberapa obat, jangan biarkan dia banyak jalan
dan kalau mengeluarkan banyak darah harus minum obat penambah darah..,” Dokter
Cha menuliskan beberapa nama obat dan memberikannya pada Baro. Baro menerimanya
sambil tersenyum lebar.
“Gumawo, appa~”
“Kau tidak gay kan?,” Baro dan CNU yang sudah berdiri
memberi salam langsung memandang bingung Dokter Cha. Pertanyaan tidak terduga
yang aneh itu membuat mereka saling bertatapan bingung.
“Mwo? Appa lupa pada Shinjae? Aku masih menunggunya~,” Baro
tersenyum mengingat tetangganya yang dicintainya sedang melanjutkan pelajaran
di Jepang.
“Ah, iya.. jangan pulang terlalu malam!”
“Ajussi.. Appa menitipkan ini untukmu,” CNU memberikan kopi
pada Dokter Cha.
“Ah~ dia masih ingat kopi kesukaanku.. katakan padanya kalau
sakit berobatlah padaku, nanti kuberi gratis..,” Dokter Cha tersenyum, diikuti
CNU yang juga tersenyum lalu mereka pergi dari ruangan Dokter Cha.
Di tengah jalan, tiba-tiba HP CNU berbunyi, appanya yang
menelepon.
“Oh, Appa.. wae?”
“CNU-ya.. cepatlah
kembali kafe ramai”
“Ah.. ne, arasseo.. aku akan kembali sekarang”
“Geurae.. ah ya.. Tadi
temanmu itu datang untuk kerja tapi appa suruh pulang lagi. Wajahnya sangat
pucat”
“Ck.. anak itu.. Dia sedang sakit.. kalau dia ke kafe lagi,
jangan biarkan dia kerja.. Aku tutup ya, annyeong”
”Geurae,” CNU
memasukkan HP nya ke dalam saku jaketnya.
“Baro-ya.. sepertinya aku harus lari ke kafe.. kata appa
kafenya ramai..”
“Ne.. annyeong~,” setelah Baro berkata begitu, CNU langsung
berlari menuju kafe appanya. Sedangkan Baro masih terus berjalan ke rumah
Sandeul.
~ ~ ~ ~ ~
Jinyoung masih berdiri di depan pintu one-roomnya Sandeul
sejak 5 menit yang lalu.
“Lee Sandeul!,” kali ini Jinyoung berteriak agak kencang.
Dari tadi dia sudah mengetuk dan memanggil Sandeul berkali-kali.
“Hyung.. kau disini,” terdengar suara Baro dari belakang
Jinyoung. Jinyoung menolehkan kepalanya dan mendapati Baro yang berdiri di
belakangnya.
“Baro-ya.. kau datang..”
“Sandeul dimana?”
“Entahlah aku sudah memanggilnya berkali-kali tapi tidak ada
jawaban”
“Ya! Lee Sandeul!!,” Baro mendekati pintu dan berteriak
keras. Tiba-tiba ajumma dari rumah sebelah menghampiri mereka.
“Kau mencari namja itu ya?,” ajumma itu bertanya sambil
memegang sapu. Sepertinya dia lagi menyapu tadi sebelum ketenangannya diganggu
oleh teriakan-teriakan 2 mahluk ini.
“Ne..,” Jinyoung dan Baro membalasnya hampir bersamaan.
“Tadi aku melihatnya keluar.. itu sekitar 15 menit yang
lalu..”
“Ah.. kamsahamnida, ajumma..”
“Jangan berteriak lagi.. cucuku sedang tidur.. kalau
terbangun, sapu ini akan melayang ke kepala kalian, mengerti?!,” ajumma itu
tiba-tiba berwajah seram, membuat Jinyoung yang tepat disampingnya mundur 1
langkah.
“Ah.. jweoseonghamnida, ajumma..,” mereka membungkuk 900
bersamaan. Ajumma itu kembali ke rumahnya. Tidak lama kemudian, Sandeul muncul
sambil menunduk. Dia baru berhenti saat melihat 2 pasang sepatu tepat
dihadapannya. Sandeul mendongakkan kepalanya, dia melihat Jinyoung dan Baro.
“Darimana kau?,” Baro bertanya sambil merapatkan jaketnya.
“Sandeul-ah, boleh aku masuk?,” Jinyoung berdiri di depan
Sandeul, seperti menghalanginya masuk. Sandeul menatapnya tajam, seperti ingin
membunuhnya.
“Kau bawa pisau peninggalan orang itu? Mau dijadikan keramat
karena sudah menghabisi keluarga Lee?”, Sandeul menjawab dengan sinis. Baro
menatap mereka dengan bingung.
“Sandeul-ah.. sudah kubilang salah paham..”
“Jung Jinyoung-ssi.. sebaiknya kau pergi sekarang..
Permisi,” Sandeul mendorong Jinyoung dan membuka pintu rumahnya. Sebelum ditutup Baro memberi Jinyoung kode, seperti
mengatakan ‘akan kubujuk, sebentar ya..’ setelah itu langsung menyelip masuk
sebelum Sandeul menutup pintu. Setelah menutup pintu, Sandeul yang baru sadar
Baro menyelinap langsung menatap bingung Baro, seolah mengatakan ‘kau hantu
ya?’. Sedangkan Baro hanya tersenyum lebar sambil melangkah dan duduk di lantai
yang kosong lalu mengangkat kantong yang dibawanya, kantong obat dari resep
appanya.
“Sandeul-ah.. duduklah disini,” Sandeul tidak bergerak
sedikitpun, dia malah menatap Baro tanpa ekspresi.
“Duduklah.. aku hanya ingin kita bisa latihan besok.
Lagipula ini gratis..,” Baro meminta, lebih tepatnya memaksa Sandeul duduk di
kasur lipat yang masih tergelar dengan rapi di pojok ruangan. Sandeul hanya
diam, tidak merespon apapun.
“Sekarang aku akan mengobatimu.. tahan sedikit, ne?,”
Sandeul masih ingat kata-kata ini. Kata-kata yang Baro ucapkan saat pertama
kali mereka bertemu.
Flashback
Saat itu Baro yang
masih berumur 10 tahun sedang berjalan-jalan di tepi sungai. Dia menikmati
suara air yang mengalir di sungai yang jernih itu. Saat sedang tenang-tenangnya
menikmati suara air, dia mendengar suara seseorang merintih. Saat Baro
berbalik, seorang anak sedang duduk di rumput sambil memegangi tangannya.
Disebelahnya ada sepeda yang berdiri tegak, tapi sedikit lecet dan kotor. Apa
anak ini terjatuh lalu membawa sepeda ini kesini? Tapi dari tangannya terus
menetes darah. Sepertinya ia terluka dalam. Baro menghampiri anak itu lalu
duduk disampingnya. Beruntung dia membawa obat yang tadi disuruh appanya untuk
dibawa pulang dan disimpan dirumah. Anak itu yang tadinya tidak menyadari
kehadiran Baro sebelum Baro menarik tangannya untuk diobati sekarang menatap
Baro bingung.
“Sekarang aku akan
mengobatimu.. tahan sedikit, ne?,” anak itu mengangguk sambil sedikit tersenyum.
Beberapa saat kemudian, Baro selesai mengobatinya dan memasang perban.
“Tidak sakit..
orangtuamu dokter ya?,” anak itu yang tadinya diam sekarang bertanya pada anak
yang baru mengobatinya.
“Appaku dokter.. Oh
iya, siapa namamu?,” anak bertopi bernama Baro itu bertanya sambil membenarkan
letak topinya.
“Lee Junghwan.. tapi
kau bisa memanggilku Sandeul. Namamu siapa?,” Sandeul tersenyum sambil bertanya
pada Baro. Baro juga tersenyum membalasnya.
“Cha Sunwoo.. kau bisa
memanggilku Baro..,” setelah itu Baro teringat akan perintah appanya untuk
pulang sebelum langit gelap. Dia melihat ka arah langit, sudah akan gelap.
Sepertinya dia harus pulang sekarang.
“Sepertinya aku harus
pulang sekarang. Kau juga harus pulang..,” Baro beranjak, diikuti Sandeul yang juga
bangun. Baro berjalan menuju rumahnya. Sandeul mengikuti dari belakang.
“Rumah kita searah ya?
Aku tidak pernah melihatmu..,” Baro yang merasa diikuti menoleh ke belakang dan
bertanya pada Sandeul. Sandeul mengagguk antusias lalu menjawab.
“Aku jarang keluar
rumah.. kata ajussi diluar berbahaya, jadi aku jarang keluar..,” Sandeul
berjalan lebih cepat sambil membawa sepedanya untuk menyesuaikan posisinya
dengan Baro. Tiba-tiba Sandeul berhenti di sebuah rumah.
“Ini rumah ajussi yang
kutinggali.. disebelah itu baru rumahku..,” Sandeul menjelaskannya sambil
tersenyum.
“Lain aku aku main
boleh?,” sebenarnya dia agak bingung. Anak itu punya rumah kenapa tinggal di
rumah ajussinya? Sandeul mengangguk sambil masuk ke dalam rumahnya. Baro
melanjutkan perjalannya menuju rumahnya yang tinggal beberapa meter lagi.
Flashback end
“Geumanhae.. aku bisa sendiri,” Sandeul mengambil kapas yang
akan digunakan Baro untuk mengobati lukanya.
“Memangnya kau punya cermin? Diam sajalah.. aku ini ingin
jadi dokter. Bagaimanapun juga kau itu pasien pertamaku,” Baro mengambil lagi
kapas yang sudah ada di tangan Sandeul lalu langsung mengobati lukanya. Sandeul
hanya menghela napas sambil diam, persis seperti 5 tahun yang lalu. Tidak sakit
sama sekali. Beberapa saat kemudian, Baro selesai mengobati lukanya.
“Sudah kan? Kau tidak pulang?,” Sandeul memegang dahinya
yang ditutup kapas oleh Baro sambil menatap Baro.
“Kau mengusirku?”
“Iya”
“YA! Kau ini..! Aku tahu masalahmu, tapi jangan dingin
begitu.. Kau seperti orang lain saja..”
“Memangnya orang tidak bisa berubah?”
“Kau tidak berubah. Hanya rasa takutmu yang menutupi
sifatmu.. Oh iya, kau dan Jinyoung hyung ada masalah apa sih?”
“Tidak ada..”
“Aih~ kau ini.. Sebentar.. tadi aku membeli ini.
Makanlah..,” Baro memberikan sebungkus tteokpokki.
“Kau saja. Aku tidak lapar”
“Pabo.. Makan saja sana. Aku akan pulang kalau kau sudah
menghabiskannya”
“Gumawo,” Sandeul membukanya dan memakannya. Berhubung dari
pagi dia hanya sarapan ramen lagi yang menurutnya seperti makanan pokoknya saat
ini.
“Sandeul-ah.. kau tidak usah takut pada kami. Sahabat itu
tidak akan menghianati sahabatnya. Kau tahu? Aku benar-benar kesepian selama
liburan. Mianhae aku tidak datang saat kau koma di rumah sakit. Mianhae karena
tidak menjadi sahabat yang baik,” Baro menghentikan ucapannya saat Sandeul
menaruh mangkuk plastik tteokpeokki yang masih tersisa setengah itu di lantai.
“Geumanhae.. kau membuatku merasa bersalah,” Sandeul menatap
Baro datar.
“Ani.. aku tidak menyalahkanmu. Aku benar-benar minta maaf,”
Sandeul mengangkat lagi mangkuk tteokkpeokki itu lalu menghabiskannya dengan
cepat.
“Sudah habis kan? Sekarang pulanglah. Gumawo
tteokpeokkinya,” Sandeul berjalan menuju tempat sampah dan membuang mangkuk
plastik tteokpeokki yang sudah kosong. Baro berdiri dan berjalan menuju pintu.
“Geurae.. aku pulang ya. Ah ya, biarkan Jinyoung hyung
masuk. Mungkin kau salah paham.. tapi Jinyoung hyung benar-benar merasa
bersalah. Aku pergi dulu,” Baro langsung berjalan keluar dan mendorong Jinyoung
masuk. Sandeul menatap Jinyoung kesal lalu berbalik dan berjalan menuju toilet.
“Sandeul-ah! Aku akan menjelaskannya dengan cepat.. tunggu
sebentar saja ya?,” Jinyoung masih bersandar di pintu.
“Appaku.. otaknya dikendalikan oleh seseorang..,” Sandeul
yang berdiri membelakangi Jinyoung berbalik dan menatap Jinyoung bingung.
“Aku juga tidak mengerti. Tapi, beberapa hari sebelum
kejadian itu sifatnya benar-benar berubah.. aku sempat mendengar pembicaraannya
dengan seorang ajussi. Semenjak pembicaraan itu sifatnya berubah. Sepertinya
ajussi itu yang mengendalikan appa,” setelah itu Sandeul hanya menatap Jinyoung
datar.
“Mianhae, Sandeul-ah.. jeongmal mianhae”
“Aku tahu. Tapi nyawa tetap nyawa.. bahkan dia hampir
membunuhku juga.. kau tahu kan?”
“Sandeul-ah..”
“Mianhae, hyung. Aku masih sulit memaafkan”
“Kau bisa bunuh aku kalau mau..,” Sandeul mengerutkan
dahinya sambil menatap Jinyoung aneh.
“Aku juga dekat dengan appa dan eommamu. Waktu kecil kan
kita tukar rumah, makanya aku juga dekat dengan mereka.. Aku tidak tahu kalau
sasaran yang dikatakan ajussi itu adalah keluargamu”
“Ajussi itu..,” Sandeul menggantungkan ucapannya.
“Memakai jas dengan kacamata hitam kan? Juga anting di
telinga kanan, bekas luka didahinya, benar?,” Sandeul menatap Jinyoung meminta
kepastian. Jinyoung mengagguk ragu.
“Bagaimana kau tahu?,” Jinyoung menatapnya bingung.
“Beberapa hari yang lalu dia menemuiku di minimarket.
Sudahlah lupakan saja..,” Sandeul berbalik dan berjalan menuju toilet. Jinyoung
yang mendengar pintu toilet tertutup memutuskan untuk keluar dari rumah
Sandeul. Sedangkan Sandeul hanya bersandar di pintu toilet. Dia masih berusaha
membuka memori lamanya. Dia yakin dia pernah melihat ajussi itu sebelumnya.
“Aah!!,” Sandeul berteriak kesal. Kenapa disaat seperti ini
otaknya bekerja lama sekali?!
~ ~ ~ ~ ~
“Minwoo-ya.. yang ini dikali.. bukan ditambah,” Gongchan
yang sedang menjaga appanya sambil mengajari dongsaengnya matematika memeriksa
dengan teliti jawaban adiknya itu. Dongsaengnya mengambil buku itu dari tangan
Gongchan dan membenarkan kesalahannya.
“Hyung.. aku mau pulang..,” Gongchan mengalihkan
pandangannya ke arah appanya.
“Geurae? Sebentar ya.. hyung paggilkan Sekertaris Kim untuk
menjaga appa,” Gongchan mengambil HPnya yang dia letakkan di meja lalu
menelepon sekertaris appanya dan beranjak keluar sambil menggandeng
dongsaengnya yang masih SD itu.
“Gongchan-ssi?,” Seorang Dokter memanggil Gongchan saat dia
berjalan bersama Minwoo di lorong rumah sakit.
“Ne? Aah~ Dokter Cha..! Annyeonghaseyo,” Gongchan membungkuk
hormat pada appa temannya itu.
“Ne.. kenapa kau ada disini?”
“Appa pingsan.. jadi aku kesini”
“Ah~ arasseo.. aku duluan ya..,” Dokter Cha berjalan lagi
sambil memperhatikan sebuah dokumen. Gongchan juga berjalan menuju pintu keluar
rumah sakit.
“Minwoo-ya.. mau ke rumah teman hyung sebentar?,” Gongchan
yang tiba-tiba teringat rumah Sandeul bertanya pada dongsaengnya. Beruntung
dongsaengnya mengangguk setuju. Gongchan berjalan menuju rumah Sandeul yang tidak
terlalu jauh dari rumah sakit.
“Sandeul hyung~,” Gongchan mengetuk pintu rumah Sandeul
sambil berteriak memanggilnya. Beberapa detik kemudian, Sandeul membuka
pintunya.
“Wae?,” Sandeul menatapnya datar.
“Hyung.. aku mau memberikan ini,” Gongchan memberikan
secarik kertas.
“Aku tidak tahu besok bisa masuk atau tidak.. tapi itu ideku
untuk musical nanti.. jangan hapus namaku karena aku tidak hadir ya..,”
Gongchan tersenyum.
“Arasseo..”
“Kalau begitu, aku pulang ya.. annyeong~,” Gongchan berbalik
dan berjalan menuju rumahnya. Sementara itu Sandeul sudah menutup pintunya.
~ ~ ~ ~ ~
“Gongchan tidak masuk ya? Kudengar appanya masuk rumah
sakit..,” Baro yang sedang membuat teks drama musikal bedasarkan ide Gongchan
itu berbicara pada Sandeul yang sedang membuat lagu disebelahnya.
“Geuraeyo?,” biarpun singkat, Baro tersenyum mendengarnya.
Setidaknya dia sudah mau meresponnya.
“Ne.. kau mau menjenguknya setelah kita pulang nanti?,” Baro
terus menulis teks dari ide otaknya yang tiba-tiba lancar.
“Aku mau kerja. Titip salam saja,” Sandeul membalasnya
sambil memainkan pulpennya dan sesekali menulis sesuatu di kertasnya.
“Geurae..,” Baro tiba-tiba berdiri. Sandeul langsung
menatapnya bingung.
“Bagianku sudah selesai. Tinggal bagian Seolwoo dan Hanjee..
Aku mau ke rumah sakit dulu, ya..,” Baro tersenyum lalu meninggalkan Sandeul
yang lanjut menulis lagu.
“Wah~ si Sunwoo sudah selesai? Cepat sekali anak itu.. Ini
bagian kami?,” Hanjee yang datang bersama namjachingunya, Seolwoo bertanya pada
Sandeul yang menatap mereka.
“Ne..,” Sandeul menjawabnya lalu menunduk lagi.
“Sandeul-ssi.. kau tidak pernah tersenyum?,” Seolwoo
tiba-tiba berbicara setelah beberapa detik hening. Sandeul menatap bingung ke
arahnya.
“Dulu.. sering” Sandeul menjawabnya ragu. Tiba-tiba Seolwoo
tersenyum lebar.
“Seperti itu?,” Sandeul mengangguk ragu menjawabnya. Anak
ini apa-apaan sih?
“Cobalah.. aku ingin lihat..,” Sandeul diam, tetap menatap
bingung anak itu.
“Ayolah~ kami tidak pernah melihatmu tersenyum selama
ini..,” Sandeul mengerutkan dahinya, tapi detik berikutnya dia tersenyum lebar,
seperti yang dulu sering dilakukannya. Detik berikutnya lagi, ekspresi Sandeul
berubah menjadi datar lagi. Seolwoo dan Hanjee membeku melihatnya. Dalam
pikiran mereka sama, ‘Anak ini sangat manis saat tersenyum. Kenapa dia tidak
pernah tersenyum sebelumnya?’.
“Sudah kan?,” Sandeul bertanya dengan nada datar. Mereka
mengangguk bersamaan. Beberapa detik berikutnya, mereka meninggalkan Sandeul.
“Seringlah tersenyum.. Sandeul-ssi,” setelah Seolwoo berkata
begitu, Sandeul menatap ke arah mereka yang sudah menghilang dibalik pintu.
~ ~ ~ ~ ~
“Chan-ah.. kami datang~,” Baro yang berbicara sambil sedikit
berbisik karena appanya Gongchan sedang tidur itu datang bersama CNU. Gongchan
tersenyum melihatnya.
“Hyung~ aku lapar..,” Gongchan merengek pada CNU dan Baro.
Baro mengangkat kantong plastik yang dibawanya.
“Oh ya, kau dapat salam dari Sandeul,” ucapan Baro membuat
Gongchan dan CNU terbelalak.
“Sandeul hyung? Dia sudah mulai terbuka ya?,” Gongchan
berjalan ke arah Baro lalu mengambil kantong plastik itu.
“Apa ini?”
“Jajangmyeon.. aku tidak tahu kau mau makan apa jadi kubeli
jajangmyeon dekat kafe,” CNU menjawabnya. Gongchan tersenyum.
“Gumawo~,” Gongchan langsung membukanya dan memakannya
sambil duduk di sofa.
To Be Continue
Tidak ada komentar:
Posting Komentar