Jumat, 25 Juli 2014

[FF] Stay Away - Part 1


Author                  : Park Je Won

Title                      : Stay Away

Main Cast           : B1A4

Other Cast          : You can find.. :D

Legth                   : Part

Genre                  : Friendship, Family, Brothership

Note                     : Author kembali~ :D dengan membawa 1 FF gaje yang dibuat ngebut sesuai kemampuan otak author. Author masih amatir jadi maklum aja ya kalo jelek.. ._. FF ini asli milik author.

Part 1 : The Murderer is My Uncle

Anak itu baru terbangun dari komanya. Sudah seminggu sejak kejadian itu terjadi. Ia membuka kelopak matanya perlahan dan sinar lampu langsung memasuki matanya, memaksanya untuk memejamkan mata lagi dan melanjutkan mimpi buruknya. Padahal, barusan mimpi yang seperti CD kejadian kematian kedua orangtuanya berputar di kepalanya. Dia masih ingat betul kejadian itu.

Flashback..

“Eomma.. Appa..,” anak itu bergumam pelan saat pintu kamarnya ditutup rapat oleh eomma dan appanya, lebih tepatnya setelah mendengar suara ketukan pintu yang kasar dari luar rumah.

“YA! CEPAT BUKA!!”, terdengar suara teriakan seorang namja dari luar. Suara itu terdengar sampai telinga anak yang masih menatap pintu itu. Anak itu memutuskan untuk pergi ke toilet yang ada di kamarnya dan membasuh wajahnya dengan air lalu melihat pantulan wajahnya dari cermin berbingkai kayu bercat putih di hadapannya. Setelah beberapa saat diam, akhirnya anak itu memutuskan untuk keluar dari toilet dan mengintip dari balik pintu bercat putihnya, mengnintip ke ruang tamu yang tepat di depan kamarnya.

Tapi, peristiwa sadis dihadapannya membuat matanya terbelalak. Seorang ajussi menusuk-nusuk dada appanya beberapa kali, sedangkan eommanya sudah terbaring di lantai, entah pingsan atau sudah meninggal. Sebenarnya dia bisa saja menghajar ajussi itu dengan jurus taekwondo yang diajarkan ayahnya, tapi tubuhnya yang sudah terlanjur bergetar memaksanya untuk tidak bisa bergerak sedikitpun. Setelah puas menusuk-nusuk appanya, ajussi itu menusuk-nusuk eommanya, merasa seperti ada yang memperhatikan, ajussi itu menengok ke arah kamar anak itu, refleks anak itu menjauh dengan wajah pucat. Masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya barusan. Ajussi itu... pamannnya sendiri. Paman yang sering bermain dengannya dan merawatnya saat dia kecil.

“Siapa disana? Cepat keluar atau kau akan mati juga!!,” setelah berkata begitu, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah kamar anak itu. Anak itu semakin panik, tanpa pikir panjang, dia langsung melompat keluar dari jendela yang terbuka dan berlari dengan kencang. Tapi, sayangnya sebuah mobil yang melaju dengan cepat menabaraknya saat anak itu masih berlari, berusaha menghindari ajussi itu. Mobil itu menabrak keduanya.

Flashback end...

“Kau sadar?,” terdengar suara saat mata anak itu terbuka dengan baik. Anak itu melirik ke arah seorang suster yang barusan berbicara dengannya. Tidak lama kemudian, seorang dokter masuk dan memeriksa anak itu.

“Keadaanmu membaik. Tadinya kami kawatir kau akan koma kalau belum sadar juga..,” Dokter itu berkata sambil tersenyum ke arah anak yang manatap ke arahnya.

“Jogi.. ajussi yang tertabrak bersamaku hidup atau mati?,” anak itu memutuskan bertanya, meskipun suaranya terdengar serak.

“Tidak usah kawatir.. dia meninggal,” sepertinya Dokter itu tahu cerita yang sebenarnya. Baguslah kalau begitu. Setidaknya dia sudah lega mendengar pembunuh orangtuanya meninggal juga.

“Kalau keadaanmu semakin membaik, minggu depan kau bisa pulang,” sepertinya bagus kalau keadaannya membaik, minggu depan itu tepat hari pertamanya masuk SMA.. setidaknya biarpun dia tidak berniat untuk sekolah lagi, dia tidak mungkin melepas uang yang sudah dikeluarkan orangtuanya untuk mendaftar di sekolah itu dan dia masih ingat orangtuanya yang 
selalu menyuruhnya untuk tidak bolos sekolah.

~ ~ ~ ~ ~

Seorang namja berjalan dengan seragam sekolah yang berwarna putih bersih menuju sekolah barunya. Hari ini hari pertama masuk SMA. Setelah lulus dengan nilai lumayan, namja itu sedikit mendapat diskon untuk biaya sekolahnya. Semua murid terlihat senang ketika memasuki gerbang sekolah itu, tapi tidak dengan namja itu. Wajahnya murung, juga memandang tajam siapapun yang ada atau berdiri di dekatnya, membuat orang-orang menjauh darinya.

Kondisinya yang belum stabil, mengingat baru kemarin malam dia keluar dari rumah sakit dan menyewa sebuah one-room membuat wajahnya pucat dan terlihat agak mengerikan bagi yang barusan ditatap menakutkan oleh namja itu. Kejadian itu terus berputar dikepalanya setiap malam, seperti CD yang sudah dipasang timer dan membangunkannya setiap beberapa jam saat dia tertidur. Pamannya yang sangat dekat dengan keluarganya saja berani berbuat seperti itu, apalagi orang lain yang tidak mempunyai hubungan darah sama sekali dengannya? 

Dan sekarang, sifatnya membuat teman yang dulu dekat dengannya perlahan menjauh, bahkan beberapa terlihat ketakutan saat baru menyapa namja itu.

“Sandeul-ah annyeong!!,” seorang namja yang memakai topi bergambar tupai berlari mendekatinya dan mengalungkan tangannya di leher namja itu. Sedangkan namja itu menatap tajam  Baro, namja bertopi yang barusan menyapanya.

“Eoh? Wajahmu kenapa? Kau sakit??,” sangat tidak peka.. tiga kata itu cocok dengan Baro yang malah memandang sahabatnya kawatir, sedangkan orang lain yang sudah ditatap mengerikan oleh namja itu malah menatap Baro dengan kawatir. Satu detik kemudian, namja itu melepas tangan Baro dengan kasar dan berjalan menjauh dari Baro yang masih menatap bingung pada temannya itu.

“Apa dia salah minum obat?,” Baro bergumam bingung sambil lanjut berjalan dibelakang namja itu, mengingat tatapan mengerikan yang diberikannya sekitar satu menit yang lalu itu terlihat seperti pembunuh yang akan memulai aksinya. Beberapa sahabat Sandeul yang juga bersahabat dengan Baro akhirnya mendekati Baro yang berjalan beberapa meter di belakang Sandeul dan membicarakan hari pertama masuk sekolah ini.

~ ~ ~ ~ ~

“Baiklah.. sekarang penentuan pengurus kelas,” Kim sonsaengnim wali kelas mereka menulis beberapa nama yang akan menjadi calon pengurus kelas.

“Sekertaris.. siapa diantara nama-nama ini yang memiliki tulisan jelas dan cepat?,” Kim sonsaengnim bertanya sambil tersenyum, senyum yang manis untuk ukuran seorang yeoja. 
Setelah beberapa saat berkata begitu, kelas menjadi riuh, beberapa orang yang ditunjuk oleh teman-temannya akhirnya maju. Lalu mereka menulis beberapa kata yang disuruh Kim sonsaengnim, untuk melihat tulisan masing-masing anak.

“Namamu siapa?,” Kim sonsaengnim mendekati seorang namja yang tulisannya lumayan rapi. Setidaknya daripada murid namja lainnya, dia yang paling rapi..

“Cha Sunwoo.. Dipanggil Baro,” anak itu menjawab sambil tersenyum.

“Kau jadi sekertaris ya?,” Baro mengangguk menyetujui. Setelah itu murid lainnya kembali ke tempat duduknya dan dia disuruh menulis lagi nama calon ketua kelas mereka.

“Baiklah.. Jung Jinyoung, Lee Junghwan, Shin Dongwoo ada disini?,” semua murid memandang ke seluruh penjuru kelas. Hanya ada 1 tangan yang terangkat. Semua murid saling berpandangan satu sama lain. Sedangkan Kim sonsaengnim tersenyum, setidaknya diantara 3 juara dari 1 sekolah ada salah satu yang masuk ke kelasnya.

“Namamu siapa?,” Kim sonsaengnim masih bertanya sambil tersenyum pada anak yang duduk sendiri di bangku pojok belakang.

“Sandeul,” Kim sonsaengnim agak bingung saat melihat namja yang bernama Sandeul itu mengacungkan tangannya sambil menatapnya tajam, padahal nama Sandeul tidak disebutnya tadi.

“Saem.. namanya Lee Junghwan, dipanggilnya saja Sandeul,” Kim Sonsaengnim yang mendengar penjelasan dari Baro baru mengerti dan mengangguk sambil membentuk ‘O’ di mulutnya.

“Sandeul-ssi.. kau jadi ketua kelas ya..?,” namja yang ditanya hanya memandang tajam.

“Saem.. mungkin dia salah obat, dulu waktu SMP dia tidak seperti itu,” Baro berbisik lagi di dekat Kim sonsaengnim. Sedangkan Kim Sonsaengnim menunjukkan reaksi yang sama seperti tadi.

“Baiklah.. ketua kelas Lee Junghwan..,” setelah Kim sonsaengnim berkata begitu, semua siswa terkejut mendengarnya. Ketua kelas mereka misterius begitu? Mau jadi apa kelasnya nanti? Akhirnya Baro menulis nama sahabatnya itu di papan tulis.

“Selanjutnya bendahara..,” Kim sonsaengnim membolak-balik catatan nilai, mencari yang memiliki nilai matematika tertinggi. ‘lagi-lagi namja’ batin Kim Sonsaengnim saat melihat nama dan foto seorang namja dengan rata-rata nilai matematikanya 99,2.

“Gong Chansik..,” seorang anak menatap ke arah Kim sonsaengnim, wajah yang sama dengan foto bertuliskan Gong Chansik. Kim sonsaengnim hanya tersenyum melihat anak itu yang juga tersenyum padanya. Sepertinya kelasnya tahun ini akan populer di kalangan yeoja.. banyak namja tampan yang masuk ke kelasnya, apalagi mereka semua itu pengurus kelas yang sudah pasti pintar. Biarpun misterius, tapi wajah si ketua kelas itu juga bisa dibilang tampan.

~ ~ ~ ~ ~

“Nah.. hari ini hanya menentukan anggota pengurus kelas dan jadwal pelajaran.. besok baru mulai belajar,” setelah berkata begitu, bel berbunyi dan ketua kelas mereka yang baru menyiapkan. Semua siswa bersiap pulang, termasuk Sandeul yang berdiri dari kursinya dan memakai tas ranselnya, bersiap pulang ke kamar one-roomnya lagi dan mengurus data serta uangnya. Belum lagi dia harus mencari kerja part-time untuk membayar sekolah dan sewa kamarnya.

“Sandeul-ah.. mau pulang bareng?,” Baro yang memang rumahnya searah dengan rumah Sandeul yang lama itu mengajaknya pulang bersama, apalagi setelah melihat Sandeul yang diam seharian tanpa senyum sedikitpun. Padahal biasanya dia menyapa setiap orang yang lewat dihadapannya, mengajaknya ngobrol dan tersenyum tulus. Tapi hari ini Sandeul hanya berlalu melewatinya tanpa berkata apapun.

“Ya! Kau marah? Wae?,” Baro berteriak cukup kencang, tapi tidak dihiraukan sama sekali oleh namja yang sudah berjarak 3 meter didepannya.

“Hyung..,” Gongchan mendekati Baro yang baru akan mengejar Sandeul.

“Wae?,” Baro menjawab sambil melihat ke arah Gongchan.

“Dari pagi Sandeul hyung aneh, biarkan saja.. mungkin sedang ingin sendiri..,” akhirnya Baro mengangguk dan berjalan ke gerbang sekolah bersama Gongchan.

“Eoh? Kenapa namja itu ke kanan? Bukannya rumahnya dikiri?,” Baro melihat Sandeul yang sudah berjalan sekitar 10 meter dari arah kanan di hadapannya mengerutkan dahinya heran.

“Pindah mungkin?,” Gongchan menjawab asal. Tidak lama kemudian, dia sudah dijemput dan tinggal Baro yang akan berjalan ke arah kiri, ke rumahnya.

“Baro-ya!!,” terdengar suara Jinyoung yang berteriak sambil mengatur napasnya.

“Eoh? Jinyoung hyung? Kukira kau sudah pulang.. tidak dijemput?,” Baro yang bingung melihat salah satu sahabatnya berlari menghampirinya dan berjalan disebelahnya, padahal biasanya dia pulang cepat karena dijemput.

Jinyoung mengangkat tangan kanannya, mengisyaratkan Baro untuk memberinya waktu untuk mengatur napas sejenak.

“Hyung tidak bisa menjemput, katanya dia ada urusan mendadak.. tapi mana Sandeul? Bukannya dia pulang bersamamu..?,” Jinyoung yang sudah selesai mengatur napasnya menjawab pertanyaan Baro yang tadi belum sempat dijawabnya dan bertanya.

“Dia tidak bicara sama sekali.. Entahlah, tapi sepertinya dia pindah rumah,” Baro menengok kebelakang. Sudah tidak terlihat lagi tubuh Sandeul yang tadi berjalan menjauh.

~ ~ ~ ~ ~

“Ajumma.. boleh aku bayar setengahnya dulu? Aku belum dapat pekerjaan..,” seorang anak yang memberikan setengah dari uang sewa kamar. Ajumma itu memandang kasihan anak yang masih berbicara tanpa ekspresi.

“Ne.. gwaenchana.. pasti sulit sekolah sambil bekerja.. aku mengerti,” setelah mengambil uang itu, ajumma itu pergi berlawanan arah dengan anak itu. Anak itu pergi lagi menuju kafe dekat one-roomnya dan meminta pekerjaan. Beruntung ajussi itu juga sedang membutuhkan karyawan, biarpun hanya part-time.

“Kau bisa mulai hari ini,” namja itu membungkuk sopan dan berdiri, berniat memulai kerjanya hari ini.

“Lee Sandeul..?,” seorang namja memanggilnya, membuat Sandeul tersentak dan berbalik untuk melihat siapa yang memanggilnya.

“Kau kerja disini?,” Sandeul menghiraukan CNU dan berlalu begitu saja.

“Kau mengenalnya?,” ajussi itu berdiri menghampiri CNU yang masih menatap punggung Sandeul yang sudah sekitar 5 meter dihadapannya.

“Ne.. dia sahabatku tapi entah kenapa sifatnya aneh hari ini.. Ah, dia kerja sebagai apa?”

“Pembuat kopi.. nanti kau ajarkan ya.. tadinya kupikir jadi pelayan cocok, wajahnya lumayan.. tapi sepertinya sosialisasinya kurang jadi aku menyuruhnya membuat kopi,” CNU agak aneh mendengar kata ‘sosialisasinya kurang’ padahal biasanya namja itu cerewet, persis bebek.

“Ne.. nanti kuajarkan..,” CNU berlalu meninggalkan pemilik kafe itu dan menghampiri Sandeul yang ada di ruang ganti.

“Sandeul-ah.. kalau sudah selesai langsung ke dapur,” setelah berkata begitu, CNU langsung menuju dapur dan menyiapkan beberapa gelas kopi. Tidak berapa lama, seorang namja berwajah pucat membuka pintu dapur dan memasukinya.

“Kau kerja sambilan? Untuk menambah uang jajan?,” CNU bertanya sambil menatap Sandeul yang balas menatapnya tajam.

“Wae? Kau ada masalah apa sih?,” CNU bertanya lagi sambil bersandar di dinding dapur sedangkan namja yang ditanya masih menatapnya tajam, membuat bulu kuduk CNU berdiri sempurna.

“Baiklah, sini aku ajarkan cara membuat kopi,” CNU akhirnya mendekat ke mesin kopi dan mengajarkan cara membuat kopi ala ayahnya.

“Jangan sampai salah ya.. waktunya juga dihitung, itu yang penting dari caranya appa,” CNU lalu menekankan lagi yang penting dan menyuruh Sandeul membuatnya sendiri. Ah, cepat juga Sandeul belajarnya. Sekali dijelaskan langsung hafal semua. Baiklah tugasnya selesai sekarang.

“Kau kenapa? Semuanya mengkawatirkanmu..,” CNU memulai pembicaraan saat Sandeul sedang memperhatikan jam tangannya, menunggu waktu yang tepat untuk menuang krim kopi itu.

Beberapa detik hening. Pertanyaan CNU dihiraukan oleh Sandeul. Setelah waktunya cukup, Sandeul menuangkan krim itu ke kopi dan memberikannya pada CNU. CNU mencicipinya dan mengangguk.

“Kau cepat bisa ya.. Ini enak.. kalau begitu kau buat 3 porsi untuk meja nomor 5.. nanti berikan padaku diluar,” CNU berjalan keluar meninggalkan Sandeul dan beberapa karwayan lainnya yang juga sedang membuat kopi.

~ ~ ~ ~ ~

“Hyung~,” Baro memanggil CNU yang berjalan beberapa meter didepannya. CNU menoleh padanya dan menghentikan langkah kakinya.

“Baro-ya!,” CNU  diam ditempatnya, menunggu Baro menghampirinya.

“Hyung.. aku masih bingung dengan Sandeul.. tadi pagi aku melihatnya masih sama dengan sifatnya kemarin.. apa terjadi sesuatu? Apa kita membuat kesalahan?,” Baro bertanya dengan wajah penasaran.

“Entahlah.. kemarin dia bekerja di kafe appaku. Waktu kutanya juga dia tidak menjawab apapun..,” CNU lanjut berjalan menuju kelasnya, disebelah kelas Baro dan Sandeul.

“Ya! Lee Sandeul!,” Baro berteriak saat melihat Sandeul yang berjalan berlawanan arah dengan mereka itu tidak bergeming sama sekali. Setelah Baro berteriak seperti itu, namja itu melirik ke arah Baro dengan tajam sambil terus berjalan.

“Bocah itu..,” Baro menggerutu melihat tidak ada reaksi apapun dari Sandeul.

“Apa dia sakit? Wajahnya masih pucat.. kemarin juga dia bekerja sampai malam di kafe.. seperti untuk membiayai hidup saja, bukan menambah uang jajan..,” CNU asal berbicara lalu masuk ke dalam kelasnya dan duduk disebelah Jinyoung yang sedang menyalin catatan. Dengar-dengar katanya dia jadi ketua kelas.

Baro masih diam, memikirkan kata-kata CNU. Membiayai hidup katanya? Tapi, kalau dipikir-pikir, selama liburan dia sering ke rumah Sandeul.. tapi rumahnya selalu kosong, tidak ada siapapun disana. Akhirnya Baro memutuskan untuk memasuki kelasnya dan menaruh tasnya.
Tidak lama kemudian, Kim sonsaengnim masuk ke kelas mereka dan melihat ke sekeliling kelas.

“Dimana Sandeul dan Gongchan?,” Kim sonsaengnim mengerutkan keningnya melihat tas mereka ada, tetapi tidak ada orangnya.

~ ~ ~ ~ ~

Gongchan mengikuti Sandeul yang terus berjalan di lorong sekolah. Dia melihat ke arah jam tangannya.

“Ini kan sudah jam masuk.. apa yang Sandeul hyung lakukan disini..?,” gumam Gongchan pelan. Sandeul terus berjalan sampai ke atap sekolah. Entah apa yang akan dilakukannya disana. Gongchan hanya bisa berharap hyungnya tidak berlari dan terjun, mungkin itu mustahil dilakukan oleh seorang Lee Sandeul. Tapi, mengingat keadaan Sandeul selama 2 hari ini, itu bukanlah hal yang mustahil lagi. Gongchan memutuskan untuk mengintip, dia bisa bernapas lega sekarang. Sandeul hanya duduk di atap sambil mendengarkan lagu dari iPodnya. Setelah beberapa menit, Gongchan melihat lagi ke jam tangannya. Pelajaran pertama sudah dimulai 15 menit yang lalu. Akhirnya dia memutuskan untuk menghampiri Sandeul.

“Hyung.. ayo kembali ke kelas. Kelasnya sudah mulai 15 menit yang lalu,” Sandeul hanya memandang tajam ke arah dongsaengnya itu lalu beranjak sambil menghela napas kasar lalu berjalan ke arah pintu, memasuki gedung lagi dan turun menuju kelas mereka. Diikuti Gongchan dibelakangnya.

Sandeul membuka pintu kelas. Sekarang seluruh isi kelas menatap ke arahnya. Sandeul hanya membungkuk ke arah Choi sonsaengnim, guru seni mereka.

“Ya! Darimana kau?!,” Choi sonsaengnim yang tidak terima hanya membungkuk seperti itu mengomel sebelum Sandeul beranjak dari tempatnya. Sandeul masih berdiri di tempatnya. 
Satu detik kemudian, Gongchan masuk dan membungkuk 90o pada Choi sonsaengnim.

“Jeoseonghamnida.. aku meminta tolong Sandeul hyung menemaniku.. tadi kami tersesat,” 
Gongchan menjelaskan sambil tersenyum.

“Ck.. duduk sana. Lain kali kalau kalian terlambat lagi harus bernyanyi sambil menari di depan kelas,” Sandeul dan Gongchan duduk ditempat masing-masing. Choi sonsaengnim melanjutkan pelajaran yang sempat tertunda.

“Sekarang.. coba bernyanyi.. mulai dari..,” Choi sonsaengnim membolak-balik nilai menyanyi siswa kelas ini.

“Lee Junghwan?,” Sandeul berdiri dari tempat duduknya.

“Ah kau yang bernama Junghwan.. Baiklah, Junghwan-ssi maju dan bernyanyilah..”

“Panggil Sandeul saja,” setelah berkata begitu, Sandeul maju dan mulai bernyanyi. Dia masih ingat, orang yang memberinya nama Junghwan.. pamannya. Dan panggilan Sandeul yang dibuat oleh tetangganya dulu saat dia masih kecil, yang juga teman pertamanya.. Jung Jinyoung. Sekarang satu kelas yang belum mengenal Sandeul menatap namja itu tidak percaya. Namja yang misterius seperti itu memiliki suara seperti malaikat? Wah~ suaranya benar-benar membuat semua orang tenang..

“Ah.. duduklah,” selesai menyanyi dan terdengar suara tepuk tangan yang riuh, Choi sonsaengnim yang tanpa sadar tersenyum itu menyuruh Sandeul untuk duduk.

~ ~ ~ ~ ~

Jinyoung yang mendengar suara sahabatnya itu bernyanyi dari kelas sebelah tersenyum. Suara yang benar-benar enak didengar. Hal itulah yang paling disukainya dari sahabatnya itu.

“Sandeul bernyanyi..,” CNU memecah keheningan diantara mereka. Setelah guru mereka yang tiba-tiba pergi sambil berlari itu menghilang, satu kelas tidak ada yang belajar. Semuanya mengobrol dengan teman baru mereka.

“Iya.. suaranya benar-benar membuatku tenang,” Jinyoung menyahut asal sambil tersenyum lagi.

“Aku bingung..,” Jinyoung memandang CNU, seolah bertanya ‘kenapa?’.

“Namanya Lee Junghwan.. atau Sandeul? Siapa yang memberinya nama Sandeul..,” CNU bergumam lagi. Jinyoung menjawabnya dengan enteng.

“Aku yang memberinya nama Sandeul..,” kini giliran CNU yang memandangnya penuh tanda tanya.

“Waktu kecil, aku tetangganya. Dia bilang aku ini teman pertamanya, makanya untuk kenang-kenangan aku memberinya nama. Semenjak itu aku selalu memanggilnya Sandeul, diikuti orangtuanya sampai semua orang dia minta untuk memanggilnya Sandeul. Katanya biar dia tidak lupa,” Jinyoung mengenang saat itu. Saat pertemuan pertamanya dengan anak bernama Lee Junghwan yang dia beri kenangan berupa nama Sandeul.

“Jadi begitu.. memangnya arti Sandeul apa?,” CNU menganggukkan kepalanya mengerti.

“Pertama kali bertemu, kurasa kepribadiannya itu seperti angin saja. Makanya jadi Sandeul,” Jinyoung menjawabnya lagi dengan enteng. Kemudian hening.. CNU sibuk dengan merapikan buku sedangkan Jinyoung masih sibuk mengenang masa lalunya.

“Aku agak kesal dengan sifatnya dari kemarin. Selalu memandang orang lain dengan sinis.. benar-benar bukan Sandeul yang kukenal..,” Jinyoung yang bergumam kali ini. CNU memandang ke arahnya dan memandang keluar jendela. Disana ada kelas Sandeul dan Baro, kelas mereka berseberangan. Terlihat Sandeul yang duduk sendiri di bangku pojok paling belakang.

“Aku juga.. anak itu benar-benar berubah.. entah apa yang membuatnya begitu. Yang jelas sekarang dia kerja sambilan di kafe appaku..,” CNU menyahut pelan. Kali ini Jinyoung menatap CNU bingung.

“Kerja sambilan? Menambah uang jajan?”

“Entahlah.. dia kerja sampai malam, seperti bukan hanya untuk menambah uang jajan,” 
Jinyoung merenungi kata-kata CNU barusan. Anak itu benar-benar pindah rumah ya..

~ ~ ~ ~ ~

“Sandeul-ah! Kami sudah mau tutup.. ini gajimu,” CNU menghampiri Sandeul yang sedang menyapu lantai kafe. Sandeul mengambil gajinya dan bersiap ganti baju lalu kembali ke kamar one-roomnya dan membayar setengah sisa uang sewa kamarnya. Yah, biarpun begitu dia belum makan dari tadi siang dan sekarang jarum pada jam dinding berwarna putih itu sudah menunjukkan pukul 9 malam.

“Kau pindah rumah ya?,” CNU bertanya sambil menyesuaikan langkahnya dengan Sandeul yang berjalan menuju pintu kafe. Sandeul hanya menjawabnya dengan menatap CNU, seperti mengatakan ‘bukan urusanmu’. CNU hanya menghela napas melihatnya dan berdiri di depan pintu kafe, memperhatikan sahabatnya yang sudah berjalan keluar kafe.

“Anak itu..,” CNU menengok ke arah appanya yang tiba-tiba berdiri disebelahnya.

~ ~ ~ ~ ~

“Ah.. gumawo,” ajumma itu tersenyum ke arah Sandeul yang menyerahkan uang sewa kamar untuk seminggu kedepan.

“Kau sudah makan?,” ajumma itu bertanya saat Sandeul ingin berbalik masuk ke kamarnya. Sandeul hanya menatap ajumma itu dan mengangguk ragu.

“Makanlah yang banyak.. kau terlihat lebih kurus sekarang,” setelah berkata begitu, ajumma itu berbalik pergi dan Sandeul memasuki kamarnya. Sandeul membuka bungkus ramen yang tadi dibelinya saat mampir ke minimarket lalu memasaknya dan memakannya.

Tidak lama kemudian setelah dia menghabiskan ramennya, HPnya berbunyi, menandakan ada panggilan masuk. Sandeul mengambil HPnya dan melihat nama penelepon, tertera ‘Baramji’. Baro yang meneleponnya. Sandeul menggeser tombol berwarna merah di HP nya, me-reject panggilan Baro.

~ ~ ~ ~ ~

Baro sedang duduk di atas kasur menelepon Sandeul, ingin memastikan anak itu sudah tidur atau belum. Baro mengerutkan alisnya saat mendengar nada sibuk yang didengarnya dari telepon genggamnya. Ternyata belum tidur ya..

“Ck.. bocah ini kemana sih..,” Baro membanting ponsel itu ke kasurnya yang empuk lalu merebahkan dirinya disebelah ponsel itu. Baro melirik ke arah jam dinding birunya yang ada di atas tempat tidur. Pukul 10 malam. Apa yang anak itu lakukan semalam ini?

Paginya...

“Eomma.. aku pergi dulu!!,” Baro berpamitan pada eommanya sebelum pergi ke rumah Sandeul yang lama.

“Kemana kau pagi-pagi begini?”

“Olahraga,” setelah mendapat izin, Baro langsung berlari menuju rumah Sandeul.
Beberapa saat kemudian, dia sampai. Rumahnya gelap. Semua lampunya dimatikan. Akhirnya Baro memutuskan untuk bertanya pada tetangganya.

“Annyeonghaseyo..,” Baro membungkuk hormat saat seorang namja yang berusia sekitar 27 tahun keluar sambil menguap.

“Nuguseyo?”

“Ah.. maaf mengganggu. Aku ingin bertanya pemilik rumah disana kemana?,” setelah Baro bertanya begitu, ekspresi namja itu berubah bingung.

“Kau yang sering kesana itu kan? Kau tidak tau?”

“Kalau aku tau aku tidak mungkin terus datang kesana..,” Baro tersenyum canggung.

“Pemilik rumahnya dibunuh dan anaknya kecelakaan. Aku tidak tau sekarang kemana anak itu..”

Mata Baro membulat. Kecelakaan? Pembunuhan? Apa maksudnya itu?

“Itu sih yang kudengar.. Dan saat hari kejadian itu kulihat pamannya yang memasuki rumah itu..”

“Ah.. kamsahamnida..,” Baro membungkuk sopan lalu berjalan sambil menatap rumah itu. Jadi 
Sandeul begitu karena hal ini? Kenapa sahabatnya itu tidak pernah cerita apapun padanya.

“Ah~ sahabat macam apa aku ini? Teman kecelakaan malah tidak tau sama sekali..,” Baro bergumam sambil terus berjalan kearah kafe CNU. Bukankah Sandeul kerja disana? Yah.. mungkin ini kesempatan bagus untuk menanyainya.
Saat Baro berniat menyeberang jalan, sebuah sepeda lewat tepat 5 cm didepannya.

“YAA!,” Baro berteriak kesal. Hampir saja kakinya terlindas roda sepeda pengantar susu dan koran itu. Namja yang mengendarai sepeda itu menengok asal ke arah Baro dan sedikit membungkuk minta maaf lalu kembali fokus pada jalan didepannya. Baro terpaku sesaat. Bukannya itu Sandeul? Kok mengentar susu dan koran? Lalu kafe appanya CNU?
Baro lalu memutuskan untuk terus berjalan menuju kafe appanya CNU. Dan satu hal yang membuatnya bingung. Saat ini ia sudah ada di depan pintu masuk. Anehnya, dia melihat Sandeul yang sedang berjalan ke arah dapur. Baro lalu menghampiri CNU yang ada di depan kasir.

“Hyung..,” Baro memanggil CNU yang sedang sibuk dengan kertas bertuliskan pesanan kopi.

“Eoh? Kau datang.. mau minum apa?,” CNU masih sibuk memperhatikan kertas itu, tidak menengok sedikitpun ke arah Baro.

“Aku mau coklat panas saja..,” kali ini CNU melihat ke arah Baro.

“Duduklah dulu.. nanti aku kesana”

Baro berjalan menuju meja di dekat pintu dapur dan duduk di kursinya. Dia masih memperhatikan Sandeul yang sesekali keluar dapur untuk mengambil bahan kopi. Pakaiannya sama seperti tadi pagi.. berarti yang tadi pagi itu benar Sandeul kan? Lalu kenapa cepat sekali dia sampai kesini?

“Baro-ya..,” CNU duduk di depan Baro sambil menaruh segelas coklat panas di atas meja.

“Hyung.. Sandeul baru datang?”

CNU melihat sepintas ke arah Sandeul.

“Hampir bersamaan denganmu.. Wae?”

“Kau tau tidak kalau dia mengantar susu dan koran?”

“Mwo? Jinjjayo? Dia kemanakan gaji kafe?,” CNU membelalakkan matanya. Apa kurang gaji dari kafe? Dia kan kerja sampai malam, jadi gajinya juga besar.. masa kurang untuk uang jajan? Seperti membayar kontrakan saja..

Tepat saat Baro ingin membuka mulutnya lagi, Sandeul muncul dari balik dinding. Sepertinya dia habis cuci tangan. CNU dan Baro yang melihatnya langsung menatap Sandeul terkejut.

“CNU-ssi, Baro-ssi.. mau kuapakan uangku itu terserah aku. Jangan ikut campur.. dan anggap saja kita tidak saling kenal. Kalau kalian kesal padaku, anggap saja aku sampah yang pantas dibuang. Mengerti?,” setelah berbicara tanpa jeda, Sandeul berlalu begitu saja. CNU masih terkejut dengan cara bicara Sandeul. Kalau bicara tanpa jeda memang sering, tapi dengan nada datar dan tatapan yang seperti itu tidak bisa dikatakan normal.. ah, dia lupa memang dari kemarin Sandeul kurang normal.. bahkan bocah itu memanggil mereka dengan akhiran ‘–ssi’. Berbeda dengan CNU, Baro langsung berdiri dan membalas ucapan Sandeul, beruntung kafe sedang sepi dan mereka berada di pojok. Setidaknya tidak terlalu membuat keributan.

“Aku mengerti.. Aku minta maaf karena aku tidak menjengukmu saat kau dirawat karena kecelakaan. Dan maaf aku baru bisa mengucapkannya sekarang, tapi aku turut berduka dengan kematian orangtuamu..,” Sandeul yang tadinya berjalan dengan cepat langsung berhenti saat Baro mengucapkan ‘kematian orangtuamu’. Seketika, CD itu terputar lagi diotaknya. Entah kenapa, sekarang dia benar-benar menyesal memiliki otak yang sulit melupakan sesuatu. Tangannya terkepal menahan kesal. Kenapa dia harus lari saat itu? Seharusnya dia juga minta dibunuh.. Tapi detik berikutnya dia langsung berjalan cepat menuju dapur.

“Jangan lupa, kami itu sahabatmu. Tidak akan menghianatimu!,” Baro berteriak agak keras, membuat beberapa pengunjung yang mendengarnya menengok ke arahnya. Dua detik berikutnya, Baro duduk kembali dan menatap gelas coklat panasnya yang mulai mendingin karena udara musim dingin yang masih terasa.

“Apa maksudnya? Orangtuanya meninggal? Kecelakaan?,” CNU yang sama sekali tidak mengerti kata-kata Baro langsung bertanya. Baro memilih diam dan meminum habis coklat panasnya dan menaruh gelasnya lagi dimeja.

“Kita bicara diluar saja hyung.. makasih coklat panasnya,” Baro berdiri, diikuti CNU. Mereka berjalan menuju pintu kafe dan keluar, menyusuri jalan Seoul yang masih sedikit bersalju.

“Orangtuanya meninggal dibunuh..,” setelah cukup jauh dari kafe itu, Baro memecah keheningan diantara mereka. CNU menatapnya, memintanya melanjutkan ceritanya.

“Kudengar pembunuhnya itu pamannya sendiri. Padahal pamannya itu yang mengurusnya saat dia kecil. Mungkin dia kaget dan langsung berlari keluar. Pamannya mengejarnya dan akhirnya mereka tertabrak mobil.. Menurutku sih itu kejadiannya.. bedasarkan info dari tetangganya,” CNU percaya pada kata-kata sahabatnya. Memang Baro itu cocok menjadi detektif, dapat informasi langsung tahu kejadian aslinya. Beberapa kali memang sering seperti itu, termasuk saat kafe appanya dirampok sekitar 3 tahun yang lalu.


To Be Continue


Tidak ada komentar:

Posting Komentar